Adalah Andika Dwiparana Suherman Natawirya, mahasiswa Jurusan Teknik Fisika (JTF) ITS yang berhasil meraih juara pertama Social Venture Challenge (SVC). Pada kompetisi proyek sosial yang merupakan bagian dari ajang bergengsi Harvard World National Model United Nations (HWMUN) ini, Andika membawa angklung sebagai tema proyeknya.
Bungsu dari dua bersaudara ini memang dikenal pecinta budaya Indonesia. Tak ayal, baginya, alat musik khas kota asalnya Bandung pun bisa menjadi ide proyek sosial hingga memenangkan kompetisi yang digelar di Korea Selatan. Berawal dari hobi bermain angklung saat kecil, hingga menginisiasi sebuah komunitas angklung di tempat perantauannya, Surabaya.
Ia mengatakan ide proyek sosial yang dilombakan di SVC ini adalah House of Angklung Surabaya. ''Yakni sebuah sanggar ekspansi dari komunitas angklung untuk mempertahankan eksistensi angklung melalui pengajaran, pertunjukkan, hingga penyediaan souvenir angklung,'' terangnya.
Lebih lanjut, HWMUN yang dihelat selama lima hari mulai Senin (16/3) ini melibatkan sedikitnya 2.500 delegasi dari 118 negara. Delegasi tersebut tersebar di 19
committee yang berbeda-beda. Andika sendiri berada di
committee International Monetary Fund (IMF) dengan bahasan topik mengenai
Voting Reform and Development Agenda.
Tak memenangkan penghargaan di konferensi HWMUN bukan berarti pulang dengan tangan hampa. Andika memilih jalan lain dengan turut berkompetisi di SVC bersama 200 peserta lainnya yang juga merupakan delegasi di HWMUN. Hanya 16 orang yang berhasil lolos ke tahap semi final. Tak disangka, diantara lima finalis yang akhirnya terpilih, mahasiswa kelahiran Bandung 23 Maret 1993 ini dinyatakan sebagai juara pertama.
Pun demikian, Andika bercerita awalnya sempat merasa tegang lantaran 'kematangan' para juri yang menangani kompetisi sociopreneurship ini. Umumnya mereka adalah pimpinan perusahaan besar asal Amerika, pendiri
resolution project di ajang MUN, hingga direktur eksekutif Samsung. Menurutnya, hal yang membuatnya tetap optimis adalah kesiapan proyeknya. Ide proyeknya sendiri sudah dipersiapkan dari sejak Maret 2014, ketika sempat mendaftarkan idenya ke lomba yang lain namun menemui kegagalan. ''Jadi di lomba kali ini lebih ke penyempurnaannya saja, dipersiapkan penuh sejak Februari lalu,'' ujarnya.
Uniknya, hal lain seperti video pertunjukkan, model angklung tiga dimensi,
prototype website, penjualan
souvenir untuk
smartphone, business canvas, hingga
protoype souvenirangklung dibawanya sebagai elemen pendukung. Alhasil, gelar
Resolution Fellowship,keanggotaan
Resolution Project seumur hidup, sebuah kamera digital, tanda penghargaan, dan sejumlah uang diterimanya. ''Uang senilai $ 3000 selanjutnya akan digunakan untuk mendukung pengembangan proyek agar dapat terus eksis,'' tambahnya. (imb/man)
ITS.ac.id