Kepak Sayap Enggang

Menyusuri Sisa Keindahan Hutan Kalimantan. 2.000 kilometer. 12 hari. Bersepeda motor melintasi keindahan hutan tersisa yang bisa diselamatkan. Kampanye lewat musik.

Kalimantan pernah identik dengan hutan, 80 persen kawasannya adalah rimba. Tetapi kini hutan Kalimantan terus menyusut akibat ekspansi massal perkebunan dan tambang. Menurut data Kementerian Kehutanan, Kalimantan kehilangan hutan hingga 1,23 juta hektar dalam kurun waktu lima tahun (2000-2005).

Pemerintah Indonesia telah mengimplementasikan moratorium pemanfaatan hutan selama dua tahun. Kepada dunia Presiden Yudhoyono telah berjanji menyelamatkan 45 persen hutan yang menutupi wilayah Kalimantan lewat Perpres no. 3 tahun 2012. Hanya lewat regulasi tegas, komitmen operasi lestari dari industri, serta peninjauan kembali izin-izin yang sudah diberikan, yang bisa menyelamatkan keindahan hutan Kalimantan.

Emosi publik kerap tersulut ketika media mengangkat peristiwa mengenaskan menyangkut satwa dilindungi di Kalimantan. Seperti tahun lalu fenomena imbalan uang oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit bagi masyarakat yang bisa membunuh orangutan di Kalimantan. Atau yang baru-baru ini terjadi di Pontianak, warga ingin mengusir satu individu orangutan dari pohon kelapa dengan api tapi orangutan tersebut terpanggang dan akhirnya mati. Dan beberapa hari kemudian petugas bandara Supadio, Pontianak menggagalkan penyelundupan 189 paruh burung enggang gading yang dihormati masyarakat Dayak Kenyah.

Di balik semua kabar mengenaskan tentang satwa langka ikon Indonesia itu ada persoalan besar tentang luasan hutan yang terus menyusut di Kalimantan. Hutan Kalimantan adalah rumah bagi orangutan, burung enggang, beruang, anggrek hitam dan spesies unik lain. Pengurangan luasan hutan secara massif akan mengancam hajat hidup masyarakat setempat, kekayaan budaya, dan masa depan bumi. Hutan Kalimantan adalah salah satu dari benteng pertahanan terakhir bumi menghadapi bencana iklim.

 
(photo credit: Rio Helmi)
Navicula membawa musik sebagai medium untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya penyelamatan hutan agar publik ikut mengawal implementasi kebijakan pemerintah seperti moratorium. Akhir tahun lalu, Navicula merilis single ‘Orangutan’ sebagai materi bebas unduh untuk mengingatkan penyelamatan satwa endemik itu. Navicula juga mengampanyekan nasib harimau Sumatra yang jumlahnya tinggal 400 ekor lewat lagu ‘Harimau! Harimau!’. Album ke-7 Navicula yang akan dirilis tahun depan juga akan diisi lagu ‘Bubur Kayu’ yang menyerukan nasib hutan yang terus terancam.

Bagi Navicula, berlagu saja tidak cukup. Menyelamatkan hutan Indonesia perlu usaha kampanye yang menyentuh dasar persoalan. Salah satunya dengan kampanye di epinsentrum persoalan hutan di Indonesia: Kalimantan. Untuk itulah pertengahan Juni lalu Navicula merilis proyek pendanaan oleh publik (crowdfunding) untuk Borneo Tour di Kickstarter.com. Dengan membawa orangutan sebagai ikon kampanye, Navicula mengumpulkan dukungan US$ 3.154 untuk menggelar tur mandiri ke Kalimantan.

Bertepatan dengan tur yang dijadwalkan pertengahan hingga akhir September 2012, Greenpeace Indonesia juga akan menggelar Tour Mata Harimau Seri Kalimantan melintasi jalur 3 provinsi di Kalimantan (Selatan, Tengah, dan Barat). Tour bertajuk “Kepak Sayap Enggang” adalah lanjutan dari tour Mata Harimau di Sumatra tahun lalu. Bila di Sumatra membawa simbol loreng harimau, maka kali ini tim pengendara motor Greenpeace mengepakkan keindahan sayap burung enggang di bumi Borneo.

 

Navicula akan bergabung dengan Tim Mata Harimau di Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada 18 September 2012, langsung sepulang tur dari Kanada. Kepak Sayap Enggang akan dimulai di Banjarmasin pada 15 September dan akan tiba di Pontianak 26 September. Personil Navicula akan menjadi rider (pengendara) motor tim Mata Harimau secara bergantian. Di beberapa kota, Navicula akan tampil di panggung musik membawakan pesan-pesan penyelamatan lingkungan.

 

Petualangan untuk mendokumentasi keindahan hutan serta kerusakannya ini akan menjadi pengalaman berharga bagi Navicula untuk mengusung musik rock ke level yang lebih istimewa. Tour yang didukung oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) ini akan menjumpakan Navicula dengan kelompok masyarakat yang terpinggirkan dalam konflik dengan perusahaan tambang atau perkebunan kelapa sawit.

Navicula akan membawa dokumentasi tur Borneo ke konser Sound For Orangutan di Jakarta 30 September. Konser yang juga akan menghadirkan band Efek Rumah Kaca dan White Shoes and The Couples Company ini adalah penggalangan dana untuk usaha penyelamatan orangutan oleh Centre for Orangutan Protection (COP).  Navicula masih akan membawa dokumentasi ini untuk tur selanjutnya seperti lanjutan Borneo Tour di Kalimantan Timur juga tur luar negeri yang sudah terjadwalkan, seperti ke Australia (November 2012 dan Januari 2013) dan Amerika Serikat (November-Desember 2012).

Untuk memperluas sebaran kampanye, Navicula akan memproduksi materi video tur bersama album kompilasi “Kami No Mori”. Kompilasi ini berisi 12 track bertema lingkungan yang disarikan dari 6 album Navicula dan beberapa materi baru. Kami No Mori diambil dari salah satu track dari album “Alkemis” yang dalam bahasa Jepang artinya hutan para dewa (The Forest of The Gods).

Official press release: http://www.naviculamusic.com/kepak-sayap-enggang/

About author
Comments

No comments yet.

Be first to leave your comment!

Nickname:

E-mail:

Homepage:

Your comment:

Add your comment