Koto Gadang, Desa Intelektual di Lereng Gunung Singgalang dan  Puncak Ngarai Sianok

Written by Svarnadwipa8Nusantara Member at GNFI
Share this
0 shares
Comments
0 replies

Diolah Oleh : Asro Sikumbang Minangkabau

Disadur dari : Buku Koto Gadang Masa Kolonial dan Wikipedia

Koto Gadang merupakan sebuah Nagari yang terletak di puncak Ngarai Sianok. Berada diantara bentangan alam Gunung Marapi dan di lereng Gunung Singgalang. Nagari ini terletak di Sebelah Barat Kota Bukittinggi, sehingga dari Puncak Panorama Ngarai Sianok di Bukittinggi dapat terlihat langsung Nagari Koto Gadang, dan termasuk kedalam wilayah Kabupaten Agam. Untuk sampai ke Nagari ini dari Bukittinggi melalui Ngarai Sianok dibutuhkan waktu 20 menit dengan berjalan kaki. Saat ini akses menuju daerah ini semakin mudah dengan adanya “Janjang (Great Wall Mini) Koto Gadang” yang saat ini menjadi salah satu destinasi wisata di daerah sekitaran Ngarai Sianok.

Balai Adat Koto Gadang. Didepannya terdapat prasasti yang bertuliskan “Anak Negeri Koto Gadang Mendirikan Balai Adat ini untuk memperingati Jasanya Paduka Tk. Jahja Datoek Kayo Larashoofd Van IV Koto Ex Volksraadslid terhadap kepada Studiefonds Waterleideng dan Nagari Koto Gadang, 5 Desember 1937, 2 Sawal 1356”

Koto Gadang terkenal sebagai sebuah nagari penghasil perak. Hasil peraknya dikenal dengan perak Koto Gadang. Sedikit kesamaan dengan sebuah daerah penghasil perak di Jogjakarta, yaitu Kota Gede. Selain dua daerah ini memiliki kesamaan sebagai penghasil perak, nama daerah pun memiliki nama yang sama. Dari nama Koto Gadang, Gadang jika diartikan kedalam bahasa indonesia Gadang berarti besar, begitu halnya dari nama Kota Gede yang Gede jika dalam bahasa Indonesia yang juga berarti besar. Sebuah kesamaan yang kebetulan yaitu sama – sama penghasil perak dan hampir memiliki nama yang sama. Selain itu Koto Gadang dikenal dari hasil kulinernya yang khas “Gulai Itiak Lado Mudo”. Kuliner khas Koto Gadang ini menjadi salah satu kuliner yang banyak diminati dan menambah keragaman kuliner khas Minangkabau / Sumatera Barat.

Miniatur Rumah Gadang dan Rangkiang

Hasil Kerajinan Perak Khas Koto Gadang

Gulai Itiak Lado Mudo. Kuliner Minangkabau Khas Koto Gadang

Koto Gadang.

Menjadi sebuah cerita dan fenomena yang unik untuk sebuah desa. Selain letaknya yang berada diatas ngarai sianok dan diapit oleh dua gunung, yaitu gunung marapi dan singgalang serta memiliki suasana alam yang sangat menakjubkan, kebudayaan dan adat istiadat yang begitu kental hingga dikenal melalui hasil kerajinan tangan dan kulinernya. Koto Gadang adalah sebuah fenomena sosio kultural dalam rangka pembaharuan yang hanya satu – satunya bukan di Sumatera Barat tetapi bahkan di Indonesia dan Dunia yang terjadi ditingkat desa pada abad 19 dan 20 pada masa kolonialisme.

Barangkali tidak ada satu desa dalam konsepsi Minang di indonesia yang melahirkan sekian banyak intelektual terkemuka seperti Nagari Koto Gadang. Nagari ini melahirkan negarawan, wartawati pertama, serta sejumlah duta besar orde lama dan orde baru. Ratusan bahkan mungkin ribuan dokter sejak era kolonial berasal dari nagari ini, juga sederet tokoh lainnya.

Sekolah dan penguasaan bahasa, khususnya bahasa Belanda merupakan dua faktor utama yang mengubah cara hidup dan cara berfikir orang Koto Gadang. Dimana kebanyakan pada abad 19 dan 20, tidak hanya di Sumatera Barat tetapi di Indonesia tidak merespon panggilan perubahan. Ketika orang – orang melawan penjajahan dengan cara menentang dan menjauhinya lalu mencari kekuatan dengan membangun sekolah – sekolah yang berorientasi keagaaman sebagai kekuatan antipodalnya. Koto Gadang justru menentang dengan cara menguasai senjata yang sama seperti yang dipakai Belanda yaitu Sekolah dan Bahasa Belanda serta bekerjasama dengan Belanda. Bekerjasama bukanlah dalam arti berkolaborasi dalam artian politik yang bertujuan untuk memperpanjang kolonialisme, melainkan memperpendeknya dengan menggunakan senjata yang sama yaitu jalur pendidikan dan perubahan cara berpikir. Dengan Sekolah dan Bahasa yang berarti kunci pembuka khasanah pengetahuan moderen sekaligus dunia moderen telah membantu mengenyahkan penjajahan di Bumi Indonesia. Hal ini terbukti dengan tidak terlihatnya tanda – tanda sedikitpun bahwa orang – orang Koto Gadang dalam perjuangan merebut kemerdekaan berpihak kepada Belanda tetapi justru dikenal sebagai pelopor kemerdekaan.

Perhatian yang sangat besar terhadap pendidikan membuat penduduk Koto Gadang berlomba – lomba memasuki sekolah berbahasa Belanda. Perjuangan orang Koto Gadang mendirikan sekolah rasanya sangat patut dijadikan teladan. Oleh karena itu jangan heran kenyataannya seperti ini ” tiap rumah di Koto Gadang pasti memiliki sarjana dari bidang ilmu apa saja”. Tidak ada di Indonesia, bahkan didunia yang bisa menandingi Koto Gadang dalam hal itu. Prestasi seperti ini dikarenakan Koto Gadang berhasil mengambil manfaat dari sistem pendidikan kolonial yang diterapkan Belanda di Minangkabau. Tidak ada orang Koto Gadang yang ketika itu tidak pandai berbahasa Belanda. Dapat dibayangkan dizaman awal – awal politik etis saja orang Koto Gadang sudah berbondong – bondong untuk sekolah.

Koto Gadang adalah sebuah nagari yang sampai keujung masa kolonial samai pada masa kemerdekaan adalah sebuah wilayah yang sangat kuat mempertahankan adatnya. Akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Koto Gadang merupakan daerah pertama yang membuka diri terhadap pengaruh luar seperti pengaruh modern khusunya pengetahuan barat melalui sekolah berbahasa Belanda dan Perubahan Alam Fikiran.

Perubahan ini dipicu atau dipelopori oleh pemuda Koto Gadang sendiri dengan tokoh sentralnya Abdul Gani Rajo Mangkuto sebagai perintis pendidikan di Koto Gadang Abad 19 yang melihat Belanda dari sisi lain dengan cara menyerap ilmu dari Belanda yang memiliki keunggulan pada teknologi, alat perang dan intelektual hingga ia belajar membaca dan menulis. Dan Yahya Datuak Kayo pada abad ke 20 yang melakukan perubahan dengan tinggal dikampung dan menggerakkan perubahan dari dalam dengan cara mendirikan sekolah HIS di kampung halamannya sendiri Koto Gadang yang memakai bahasa Belanda yang ide pendiriannya telah dimulai sejak awal abad 20 (1906) oleh sebuah Studiefonds dengan nama Studiefonds Kota Gedang (SKG) yang mana lulusan SKG kemudian melanjutkan ke beberapa sekolah seperti MULO, AMAS dan HBS pada beberapa kota di Sumatera dan Jawa dan sekolah tinggi kedokteran, hukum, teknik di Jawa hingga ke Negeri Belanda.

Pada Tahun 1924 saja sudah terdapat 500 nama orang berpangkat dan berkedudukan penting dari Koto Gadang di berbagai Kota di Indonesia dari keseluruhan 3000 penduduk. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Dr. Mochtar Naim pada tahun 1970-an seorang Sosiolog asal Sumatera Barat yang pernah menjadi anggota MPR RI utusan Sumatera Barat bahwa diantara 2.666 orang yang berasal dari Koto Gadang di tahun 1967 sebanyak 467 atau 17,5 % merupakan lulusan universitas, diantaranya 168 menjadi dokter, 100 orang insyinyur, 169 orang sarjana hukum, dan kira – kira 10 orang doktorandus ekonomi dan bidang ilmu kemasyarakatan lainnya.Kemudian pada tahun 1970, 58 orang lagi lulusan perguruan tinggi. Jadi, dengan 525 orang lulusan universitas (tidak termasuk mereka yang bergelar sarjana muda), Koto Gadang yang mempunyai penduduk kurang dari 3000 barangkali tidak terkalahkan desa manapun, bahkan tidak oleh masyarakat – masyarakat yang telah maju lainnya di dunia.

Telah banyak  tokoh Koto Gadang yang telah membuat sejarah mulai dari tingkat lokal, nasional hingga internasional. Sembilan diantaranya adalah berasal dari keturunan Tuanku Nan Kecil yang menurut Buya Hamka adalah nama yang diberikan kepada Syaikh Abdul Aziz konon merupakan seorang ulama besar yang pernah bergabung dengan perang paderi. Putera Tuanku Nan Kecil bernama Syaikh Imam Abdullah bin Abdul Aziz dari Istri pertamanya di persukuan Koto di Koto Gadang melahirkan lima orang putra dan putri (4 putra dan 1 putri). Tiga dari lima puteranya ini menurunkan 9 tokoh – tokoh yang melakonkan sejarah Koto Gadang pada abad ke 19 hingga jauh keluar Sumatera Barat hingga ketingkat dunia.

Beberapa nama tokoh besar yang berasal dari Koto Gadang adalah Abdul Rahman Datuk Dinegeri Orang Kaya Besar, Sutan Muhamad Salim dan Agus Salim. Abdul Rahman Datuk Dinegeri Orang Kaya Besar (mantan hoofdjaksa3) yang merupakan ayah dari Sutan Muhamad Salim (mantan hoofdjaksa), dan Sutan Muhamad Salim merupakan ayah dari The Grand Old Man K.H Agus Salim yang merupakan tokoh fenomenal, tokoh Koto Gadang dan Sumatera Barat yang pernah menjadi Duta Besar Republik Indonesia dan dikenal di Tingkat Nasional dan Internasional. Dan dilanjutkan oleh keturunan mereka Prof. Dr.Emil Salim yang merupakan anak dari Mahyudin Badrul Alam Salim adik dari K.H Agus Salim telah menjadi Menteri dan menjadi salah satu tokoh berpengaruh di Indonesia semenjak tahun 1970an.

Kemudian, Haji Abdul Gani Rajo Mangkuto dan Abdul Muis. Haji Abdul Gani Rajo Mangkuto adik dari Abdul Rahman Datuk Dinegeri Orang Kaya Besar tercatat sebagai pebisnis paling kaya dan sukses di Minangkabau pada zamannya. Beliau juga tercatat sebagai perintis pendidikan di Koto Gadang pada abad ke 19. Dari keturunan Haji Abdul Gani Datuak Rajo Mangkuto inilah lahir Abdul Muis yang merupakan redaktur Balai Pustaka, anggota Volksraad4, pengarang roman salah asuhan dan pidatonya dikagumi oleh Bung Hatta. Dan Juga adik dari Abdul Muis bernama Dr.Arifin pernah juga menjadi anggota Volksraad/Dewan Rakyat. Dalam sejarahnya telah 5 orang yang berdarah Koto Gadang yang terpilih sebagai anggota Volksraad dalam pilihan masyarakat Tanah Air.

Adik Abdul Rahman dan Abdul Gani, Abdul Latif Khatib merupakan seorang guru di sekolah Raja di Bukittinggi. Dan mempunyai anak bernama Akhmad Khatib yang kemudian menjadi ulama besar.Dengan gelar Syaikh Ahmad Khatib Al – Minangkabawi dan merupakan orang Non Arab pertama yang menjadi Imam Besar di Masjidil Haram.

Dan Rohana Kudus (Wartawati Pertama Indonesia) dan Sutan Syahrir (Perdana Menteri Pertama Indonesia) adalah tokoh besar yang juga berasal dan berdarah Koto Gadang.

Abdul Rahman Datuk Dinegeri Orang Kaya Besar, Haji Abdul Gani Rajo Mangkuto, Sutan Muhamad Salim, K.H Agus Salim, Abdul Muis, Syaikh Ahmad Khatib Al – Minangkabawi, Rohana Kudus, Sutan Syahrir dan Prof.Dr. Emil Salim merupakan tokoh – tokoh besar Koto Gadanng yang berasal dari satu keturunan yaitu Tuanku Nan Kecil dan Syaikh Imam Abdullah Bin Abdul Aziz .

Selain itu tokoh besar Koto Gadang lainnya adalah Yahya Datuak Kayo yang merupakan perintis pendidikan di Koto Gadang pada abad ke 20 dengan mendirikan sekolah HIS Berbahasa Belanda. Yahya Datuak Kayo juga merupakan salah seorang Anggota Volksraad. Dr.M.Syaaf, dokter ahli mata asal koto Gadang. Yang kabarnya merupakan anak Sumatera pertama yang meraih titel doktor di Belanda pada 12 Juni 1923. Kemudian Dr. Zainal seorang Dokter Asal Koto Gadang merupakan Bumi Putera Kedua yang diangkat menjadi Leeraar Nias di Surabaya.

Selain melahirkan para intelektual dan bentuk perubahan pola pikir,di Koto Gadang juga terjadi pergerakan emansipasi perempuan sesungguhnya yang dilakukan oleh perempuan – perempuan Koto Gadang. Adalah, sebelum munculnya R.A Kartini di Jawa sebagai pelopor emansipasi wanita. Rohana Kudus telah melakukan emansipasi sesunggugnya dengan cara mendirikan organisasi perempuan pertama di Minangkabau yaitu organisasi Kerajian Amai Setia yang berdiri pada tahun 1911 dan berbadan hukum pada 1915. Kerajinan Amai Setia merupakan kembaran dari Studiefonds Koto Gadang , sama – sama mengambil bagian evolusi kemajuan dan perubahan terutama untuk perempuan. Dengan tujuan bagaimana suatu bangsa akan maju, jika hanya laki – lakinya yang maju sedangkan perempuannya tidak berkembang. Organisasi ini mendapat subsidi dari pemerintah dan izin mengadakan lotere untuk membangun gedung sekolah yang selesai pada 1919. Juga melalu organisasi ini setiap karya tangan perempuan Koto Gadang seperti Kain Suji Terawang ditampilkan dalam keramaian. Hasil karya ini mendapat penghargaan tinggi bukan saja dari dalam negeri, melainkan jauh sampai ke berbagai penjuru dunia sepeti Amsetrdam, Paris dan New York. Perjuangan perempuan Koto Gadang lainnya adalah mengenai adat perkawinan perempuan yang terlalu mengikat perempuan Koto Gadang dengan keluarnya petisi pada Mei 1924 dari 8 orang perempuan Koto Gadang yang meminta agar nagari mengubah adat perkawinan yang terlalu mengikat perempuan. Hal ini dilakukan Hadisah (Pimpinan Organisasi Kerajian Amai Setia tiga periode) beserta 7 orang perempuan Koto Gadang.

Pusat Kerajinan Amai Setia. Organisasi Pergerakan Wanita Pertama di Minangkabau yang didirikan Oleh Rohana Kudus di Koto Gadang

Karena majunya pendidikan di nagari Koto Gadang, banyak tokoh-tokoh tingkat nasional dan internasional yang lahir atau berasal dari Koto Gadang. Sudah puluhan bahkan ratusan tokoh yang masih menjabat atau mantan pejabat berasal dari Koto Gadang, dengan jabatan sebagai guru besar, rektor, atase, dokter, direktur BUMN, wali kota, menteri, dan sebagainya.

Haji Agus Salim, mantan menteri luar negeri dan diplomat Indonesia

Jahja Datoek Kajo, Demang, Anggota Volksraad Fraksi Nasional

Sutan Sjahrir, perdana menteri pertama Indonesia

Rohana Kudus, perempuan jurnalis pendiri surat kabar Soenting Melajoe dan kakak Sutan Sjahrir

Syahrir, ekonom dan pendiri Partai Indonesia Baru

Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, ahli fikih dan imam besar Masjidil Haram

Daan Jahja, gubernur militer Jakarta dan pangdam Siliwangi

Bahder Djohan, Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia

Mohamad Nazief, sekretaris umum (algemeene secretary) pemerintah Hindia-Belanda

Ferdy Salim, mantan Duta Besar RI untuk Brunei Darussalam

Tamsil gelar Sutan Narayau, mantan Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin

Abdul Muis, mantan Duta Besar RI di Ceko

Abdul Karim, mantan Direktur Utama Bank Negara Indonesia

Mohamad Razif, mantan Duta Besar RI untuk Malaysia dan India

Oesman Effendi, pelukis

E.H. Nizar Datuk Kayo, mantan Dirut Semen Padang dan Semen Tonasa

Ikhdan Nizar, mantan Dirut PT Semen Padang

Ed Zoelverdi, jurnalis dan fotografer yang dijuluki Mat Kodak Indonesia

Rizal Imran Ambiar, Kepala Rumah Sakit dan Spesialis THT

Goelam St. Arbi, Dokter spesialis Kebidanan dan Kandungan

B.A. Masfar, mantan Kuasa Usaha Indonesia di Arab Saudi

Hasan Jafar, pelukis

Zanir, mantan Direktur Bank Negara Indonesia dan Bank Central Asia

Saiful Anwar

Darry Salim datuk Perpatih

Marzuki Mahdi

Asmir

Perwira Tinggi TNI dari Koto Gadang :

Rais Abin, Panglima Pasukan Keamanan PBB

Oemar Basri Sjaaf, Presiden Seskoal pertama

Jasril Jakub, Komandan Paspampres, Sekretaris Militer Presiden RI

Daan Anwar, pejuang kemerdekaan Indonesia, militer, pengusaha

Syaiful Sulun, Kassospol ABRI, Wakil Ketua MPR-RI

Nusmir, Jenderal TNI

Z. Bazar, Jenderal Polisi

K.M. Rahman Dt Maharajo, Jenderal TNI

Niel Almatzir, Jenderal TNI

Guru Besar (Profesor) dari Koto Gadang :

Prof. Dr. Emil Salim, Ilmu Ekonomi (FE UI) & Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Perhubungan pada Kabinet Pembangunan (Presiden Soeharto)

Prof. Dr. M.Syaaf, Ilmu Penyakit Mata (Oftalmologi), Presiden (Rektor) Pertama Universitas Andalas Padang

Prof. Dr. Busyra Zahir, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI), Rektor Universitas Andalas yang ke 4

Prof. Dr. Isak Salim, Ilmu Kesehatan Mata (FK UI)

Prof. Dr. Akmal Taher, Ilmu Bedah (FK UI), dirut RSCM, dirjen BUK Kemenkes

Prof. Dr. Laksmana Aulia, Ilmu Anatomi (FK USU)

Prof. Dr. Yasmini Yazir, Ilmu Faal (Fisiologi) (FK USU)

Prof. Dr. Hasyim Effendi (Suami Prof.Yasmeini), Ilmu Faal (Fisiologi) (FK USU)

Prof. Dr. Syahbanar Zahir, Ilmu Biokimia (FK UI)

Prof. Dr. Fadil Oenzil PhD. SpGK., Ilmu Biokimia / Gizi Klinik (FK Unand)

Prof. Dr. Aulia, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)

Prof. Dr. Zainal, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)

Prof. Dr. Wirda Soemarto, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)

Prof. Dr. Soemarto (suami Prof.Wirda), Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)

Prof. Dr. Kadri, Ilmu Penyakit Dalam (FK USU)

Prof. Dr. M.W. Haznam, Ilmu Penyakit Dalam (FK Unpad)

Prof. Dr. Hanif, Ilmu Penyakit Dalam (FK Unand)

Prof. Dr. M. Syaifullah Nur, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)

Prof. Dr. dr. Nurul Akbar, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)

Prof. Dr. Nuzirwan Acang, Ilmu Penyakit Dalam (FK Unand)

Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)

Prof. Dr. dr. Asman Manaf, Ilmu Penyakit Dalam (FK Unand)

Prof. Dr. S.M. Akmam, Ilmu Kesehatan Mata (FK UI)

Prof. Dr. Sidarta Ilyas, Ilmu Kesehatan Mata (FK UI)

Prof. Dr. Khalilul Rahman, Ilmu Kesehatan Mata (FK Unand)

Prof. Dr. M. Zaman, Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan (FK Unair)

Prof. Dr. Mustafa Zakir, Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan (FK Unair)

Prof. Dr. Ramlan Muchtar, Ilmu Bedah (FK UGM)

Prof. Dr. Lila Dewata, Ilmu Obstetri dan Ginekologi (FK Unair)

Prof. Dr. Nanizar Zaman Yunus, Ilmu Farmasi (FK Unair)

Prof. Dr. Drg. Arifzan Razak, Kedokteran Gigi (FKG Unair)

Prof. Dr. Drg. Boedi Oetomo Ruslan MBioMed, Kedokteran Gigi (FKG Univ.Trisakti)

Prof. Maladi SH, Fakultas Hukum USU

Prof. Ir. Abu Dardak, Ilmu Pertanian (FPert USU)

Lainnya :

Akmal Taher (Koto Gadang, Agam) – Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kemenkes

Boy Rafli Amar (Koto Gadang, Agam) – Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri

Chalid Salim (Koto Gadang, Agam) – Pejuang kemerdekaan Indonesia, wartawan

Djohan Sjahroezah (Koto Gadang, Agam) – Pejuang kemerdekaan Indonesia, politisi

Felia Salim (Koto Gadang, Agam) – Wakil Direktur Utama Bank Negara Indonesia

Ferdy Salim (Koto Gadang, Agam) – Duta Besar Indonesia, pejuang kemerdekaan

Jasril Jakub (Koto Gadang, Agam) – Sekretaris Militer Presiden RI, Komandan Paspampres

O.B. Sjaaf (Koto Gadang, Agam) – Presiden Seskoal pertama

Rais Abin (Koto Gadang, Agam) – Panglima Pasukan Keamanan PBB, Sekjen KTT Non Blok

Syaiful Sulun (Koto Gadang, Agam) – Wakil Ketua MPR RI, Kassospol ABRI

Nama Rumah Sakit di Indonesia yang mengambil Nama Putra Koto Gadang:

Rumah Sakit Dr. Sjaiful Anwar, RSUP Malang, Jawa Timur

Rumah Sakit Tentara Dr. Asmir, RST Salatiga, Jawa Tengah

Rumah Sakit Tentara Dr. Nusmir, RST Baturaja, Sumatera Selatan

Rumah Sakit Jiwa Dr. Marzuki Mahdi, RSJ Cilendek, Bogor, Jawa Barat

Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Azhar Zahir, Manokwari, Papua

Koto Gadang merupakan sebuah contoh wilayah dan masyarakat yang mampu melakukan pergerakan untuk sebuah oerubahan sehingga menjadikan daerahnya menjadi daerah yang memiliki intelektualitas yang tinggi sehingga banyak menghasilkan tokoh – tokoh pergerakan perubahan hingga ke kancah Internasional.

Daerah ini memberikan teladan akan sejarah panjang dalam nagari dan sistem pemerintahan diKabupaten Agam khususnya dan Sumatera Barat serta Indonesia umumnya. Dari daerah ini banyak dilahirkan tokoh – tokoh lokal maupun Nasional yang terkenal. Baik dalam bidang politik, pemerintahan maupun sosial dan budaya. Koto Gadang juga mampu menjaga sistem pemerintahan, kehidupan bernagari, jiwa kekerabatan, dan kekeluargaannya yang masih tinggi. Juga mampu menjaga adat istiadatnya yang spesifik ditengah perubahan pola masyarakat Koto Gadang yang terjadi di Masa itu.

Mungkin ada benarnya kalimat berikut “Entah karena penakutnya, karena tajam pikirannya atau karena halus pandangannya maka Datuak Niniak Mamak orang Koto Gadang dari dahulu masa Kompeni Belanda mula – mula beramah – ramahan dengan orang Minangkabau. Orang Koto Gadang telah menunjukkan taat dan yakin kepada wakil – wakil pemerintahan Belanda” Ucap Yahya Datuak Kayo dalam sebuah Rapat Studiefonds Koto Gadang yang dihadiri oleh petinggi – petinggi kolonial dan petinggi – petinggi dari daerah lainnya di Minangkabau. Sangat sesuai bahwa nenek moyang orang Koto Gadang sangat ramah karena penakutnya, tajam pikirannya sehingga terbuka dan jauh pandangannya serta halus pandangannya menjadi sebuah kolaborasi strategi yang membuat Koto Gadang maju dan melakukan sebuah perubahan yang besar.

Berkaca pada Koto Gadang pada masa Kolonial. Berkaca pada tentang perubahan dan pembelajaran pemerintahan dan kemasyarakatan.

Para mereka yang sukses berasal dari Koto Gadang. Yang hampir semua berada di Rantau. Koto Gadang mereka titipkan pada Gunung Singgalang dan Marapi. Mereka mencari hidup dan penghidupan dirantau orang sejak dahulu kala dan sejak Koto Gadang semakin maju, seperti halnya Prof.Dr.Emil Salim yang lahir dan besar diperantauan, namun berdarah asli Koto Gadang. Namun tetap pulang terutama dalam momen idul fitri kekampung halamannya Koto Gadang sebagai tanah leluhur. Semua perantau intelektual pulang kampung.

Dan satu menarik bagi saya sebagai orang Minangkabau sendiri, bahwa masyarakat disekitaran kaki Gunung Singgalang dan Kaki Gunung Marapi terutama Ke Arah dan di Luhak Agam yaitu Kabupaten Agam dan Bukittinggi merupakan daerah di Minangkabau / Sumatera Barat yang banyak melahirkan tokoh – tokoh intelektual baik ditingkat lokal, nasional dan Internasional. Terutamanya Koto Gadang yang dahulu merupakan Ibu Nagari dari kesatuan federasai empat Nagari di sekitaran Ngarai Sianok yaitu Nagari Koto Gadang, Nagari Sianok, Nagari Guguak, Nagari Tabek Sarojo yang juga banyak melahirkan tokoh – tokoh intelektual hingga saat ini.

Koto Gadang, Nagari yang tidak terkalahkan oleh desa mana saja di dunia. Desa para Intelektual, Desa para perubahan.

Kata Kunci : Nagari, Koto Gadang, Minangkabau, Sumatera Barat, Intelektual

Glosarium :

1. Nagari : Desa

Referensi Data :

1. Buku Koto Gadang Masa Kolonialisme oleh Azizah Etek, Mursjid A.M dan Arfan Baidullah Razif

2. https://id.wikipedia.org/wiki/Koto_Gadang,_IV_Koto,_Agam

3. https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_tokoh_Agam_dan_Bukittinggi

Sumber Foto :

1. http://rezkiputera.blogspot.co.id/2014_12_01_archive.html

2. naribungo.wordpress.com

3. http://travel.detik.com/readfoto/2015/03/02/174000/2844377/1026/1/aneka-kuliner-maknyus-di-ngarai-sianok-bukittinggi

4. udauniagam.blogspot.com

 
0 comments
  Livefyre
  • Get Livefyre
  • FAQ