Negara Jawa di Tanah Amerika Selatan

Written by Akhmad Hamdan Member at GNFI
Share this
0 shares
Comments
0 replies

Apa yang terbesit dalam benak kamu jika mendengar kata Suriname? Bagi travelers yang familiar, pasti yang kamu ingat adalah Jawa. Lho, kok? Ya, negara bekas jajahan Belanda ini memang kental dengan suku Jawa-nya. Kenapa bisa ya?

Republik Suriname, dulu bernama Guyana Belanda atau Guiana Belanda adalah sebuah negara di Amerika Selatan dan merupakan bekas jajahan Belanda. Negara ini berbatasan dengan Guyana Prancis di timur dan Guyana di barat. Di selatan berbatasan dengan Brasil dan di utara dengan Samudera Atlantik.

Bendera Resmi Suriname

Berdasarkan sensus tahun 2004, sebanyak 16,4 persen berasal dari pulau Jawa. Sementara keturunan Hindu masih mendominasi masyarakat Suriname (27,4%), diikuti Kreol (17,7%), Bushnengro dan Marun (14,7%) dan kelompok lain seperti Cina, India, Lebanon dan Brasil.

Lalu, bagaimana suku Jawa bisa jauh-jauh menetap di Suriname?

Keberadaan suku Jawa di Suriname diyakini sudah ada sejak akhir abad ke-19, yang angkatan pertamanya dibawa oleh kolonis Belanda dari Indonesia. Sebagian keturunan mereka kini ada yang nenetap di Belanda, namun sampai sekarang bahasa Jawa tidak pernah hilang.

Penduduk Jawa tiba di Suriname

Berakhirnya sistem perbudakan di Belanda pada 1863 membawa konsekuensi hilangnya sebagian besar pekerja pada perkebunan-perkebunan di wilayah jajahannya. Guna mengatasi masalah ini, pemerintah Belanda memboyong kuli-kuli angkut bergaji sangat murah dari wilayah jajahannya yang lain, termasuk dari Pulau Jawa untuk di bawa ke wilayah jajahan lainnya di Suriname. Prins Willem II adalah kapal pertama yang diberangkatkan ke Suriname dengan mengangkut 44 orang Jawa dan tiba pada pada 9 Agustus 1890.

Setelah Indonesia merdeka, banyak orang Jawa di Suriname kembali ke Tanah Air, tapi tidak sedikit pula yang memilih tetap di sana.

Kemudian, pada tahun 1975 saat Suriname merdeka dari Belanda, orang-orang yang termasuk orang Jawa diberi pilihan, tetap di Suriname atau ikut pindah ke Belanda. Banyak orang Jawa akhirnya pindah ke Belanda, dan lainnya tetap di Suriname.

Foto Klasik Keluarga Jawa di Suriname

Terdapat keunikan dari orang Jawa Suriname ini. Mereka dilarang menikah dengan anak cucu orang sekapal atau satu kerabat. Orang sekapal yang dibawa ke Suriname sudah dianggap seperti saudara sendiri dan anak cucunya dilarang saling menikah. Oleh karena banyak orang Jawa yang menetap di Suriname, kebudayaan yang ada pun tak jauh dari kebudayaan Jawa. Misalnya saja penggunaan nama jalan yang menggunakan nama Jawa, seperti Wagiran Weg (weg artinya jalan), Sastroredjo Weg, Purwodadi Weg, Sidodadi Weg yang semuanya merujuk pada nama orang maupun tempat di Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Terdapat pula masakan Jawa dengan nama Jawa yang tidak diubah, misalnya saja Petjel (pecel), Saoto (soto), Tjenil (cenil, yakni salah satu jenis jajanan pasar), Lontong Djangan (lontong sayur), Bami (bakmi), Ketan, Guleh (gule).Satu hal unik yang masih ada di Suriname adalah penggunaan nama belakang Jawa. Meskipun nama depan mereka menggunakan nama barat, namaun nama belakang yang digunakan masih sangat kental dengan nama-nama Jawa, misalnya saja Soeroto, Somohardjo, Sonomedjo, Kartoredjo, Wirjo, dan masih banyak yang lainnya. Uniknya lagi, nama-nama Jawa tersebut masih ditulis dengan menggunakan EYD lama. Baik orang dewasa maupun remaja, masih menggunakan nama Jawa tersebut. Berikut nama-nama orang Suriname yang telah penulis temukan melalui pencarian di media social Facebook.


Nah, itu sekilas sejarah tentang Suriname, travelers. Jadi kalau nanti kamu berkesempatan mengunjungi Suriname, jangan kaget kalau masyarakatnya tampak seperti orang Indonesia, khususnya Jawa.

Written by Akhmad Hamdan Member at GNFI

Saya ingin membuat Indonesia berjaya di Luar Negeri

 
0 comments
  Livefyre
  • Get Livefyre
  • FAQ