131259762

By Akhyari Hananto

Saya diminta oleh teman saya, seorang di salah satu universitas ternama di Jogja, untuk menggantikan dia mengisi kelas Ekonomi Internasional selama beberapa sesi. Waktu itu dia ditugaskan di Belanda selama 2 bulan. Saya tidak punya banyak waktu untuk mempersiapkan diri, mahasiswa-mahasiswa yang akan saya ajar, tentunya adalah mahasiswa-mahasiswa yang punya kelebihan, karena fakultas mereka adalah salah satu fakultas paling favorit di universitas tersebut.

Praktis, hari pertama mengisi klas, saya gunakan untuk tanya jawab. Dan benar saja, pertanyaan para mahasiswa sungguh tajam luar biasa. Ada beberapa pertanyaan yang masih saya ingat dengan baik.

“Apa benar, Indonesia tertinggal dari negara-negara lain karena kita dijajah Belanda dan mereka dijajah Inggris? Saya rasa itu excuse yang tidak berdasar.”

Saya tidak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu.

“Ada benarnya. Ketika Inggris menguasai Hongkong, Malaysia, Brunei, Singapura, mereka membangun infrastruktur fisik, jalan, jembatan, gedung-gedung, sekolah, rumah sakit, dan non fisik, seperti pendidikan, kesehatan, pelayanan publik lain. Mereka meng-edukasi masyarakat lokal, karena Inggris menganggap mereka sebagai wilayah penting untuk barang-barangnya, juga untuk pengaruh global. Seperti bahasa, sistem politik, dan lain-lain.

Sementara Belanda, benar-benar menjajah dalam arti menguasai, dan mengambil paksa apa saja yang ada di Indonesia, tanpa punya niat mengembalikannya dalam bentuk layanan pendidikan, dll. Kalaupun ada orang-orang Indonesia yang mengenyam pendidikan, mereka adalah para priyayi, atau kalangan kaya. “

“Melihat kondisi yang carut-marut seperti ini, rasanya tidak mungkin Indonesia mengejar Singapura dan Malaysia dalam ketertinggalan ekonomi. Bagaimana menurut Anda?

“Ada 2 hal yang perlu ditekankan. Indonesia memang belum sempurna, namun dibalik segala “carut-marut” yang anda bilang, ekonomi Indonesia tetap tumbuh, ekspor tumbuh, jumlah wisman naik, devisa naik, perbankan tumbuh, kredit perbankan tumbuh, inflasi terkendali, pasar saham bergairah. Hal-hal yang bahkan orang-orang Eropa dan Amerika pun, dalam kondisi sekarang, tak berani bermimpi.

Kedua, kita perlu melihat jernih, Malaysia dan Singapura, adalah 2 negara dengan populasi kecil. Bayangkan penduduk Malaysia adalah sekitar 27 juta, hanya (hampir) sama dengan penduduk Jabodetabekjur, namun mendiami wilayah seluas Pulau Sumatera, dengan kekayaan alamnya yang luar biasa. Membandingkan ekonomi Indonesia dengan Malaysia sangat tidak adil, sama tidak adilnya membandingkan ekonomi Malaysia dengan Singapura.

Sementara Singapura sudah berlenggang kangkung di surga, Indonesia akan sulit mengejar Singapura dalam bidang pendapatan per kapita. Namun Indonesia, dengan pertumbuhan yang lebih cepat dari Malaysia, akan dapat melewati per kapita Malaysia sekitar tahun 2018, itu itung-itungan kasar saya.”

“Apa gunanya pertumbuhan ekonomi tanpa pemerataan? Non sense saja!”

“Ekonomi Indonesia harus tetap tumbuh, sementara semua pihak, tidak hanya pemerintah, harus membantu memeratakan ekonomi. Wilayah Indonesia yang terpisah-pisah oleh lautan, selain menjadikan bangsa ini begitu kaya akan keragaman budaya, juga menjadi penghambat pemerataan pembangunan. Namun sekali lagi, ekonomi harus terus tumbuh, paling tidak 3x lipat pertumbuhan penduduk. Jangan sampai, sudah tidak merata, gak tumbuh pula.

Otonomi daerah, meski tertatih-tatih, ternyata membawa dampak baik bagi pemerataan. Sekarang, daerah berlomba membangun masing-masing, tidak mau kalah dari daerah lain. Memang belum sempurna, namun arah ke situ sudah mulai terlihat.”

“Tapi kenapa saya masih pesimis terus ya?”

“Pada masa penjajahan Belanda, mungkin hanya segelintir orang yang percaya bahwa suatu saat Indonesia akan memenangkan perang dan menjadi negara merdeka. Pada tahun 1990, berapa orang yang punya pikiran bahwa Indonesia akan menjadi salah satu negara paling demokratis di dunia? Ternyata, orang-orang dengan harapan tinggi dan optimisme besar lah yang mengubah semuanya. Mereka yang memerdekakan Indonesia, dan menurunkan otoriterisme, bekerja bukan untuk mereka sendiri. Mereka bekerja untuk bangsa. Larger than life. Merekalah generasi-generasi terbaik yang pernah kita miliki.

Sekarang, pilihan ada di tangan kalian, mahasiswa-mahasiswa Indonesia. Mau ikut menjadi mesin dan lokomotif perubahan, atau berdiam diri dan termakan perubahan?”

Saya merasakan hawa dingin menusuk relung hati saya, ruang kelas yang besar itu tiba-tiba terdiam cukup lama…