Meninggalkan Raksasa-raksasa Angkasa

by Akhyari Hananto

Sepagian ini saya tak berhenti mencari di internet, sebenarnya berapa jumlah total maskapai komersial di seluruh dunia. Ternyata bukan hal mudah mendapatkan jumlah seluruh maskapai yang beroperasi di seluruh dunia saat ini, karena maskapai datang dan pergi dalam hitungan bulan. Namun setidaknya, di airlinehistory.co.uk, saya menemukan angka yang menurut saya paling mendekati ketepatan, yakni setidaknya per tanggal 8 Juni 2013 di seluruh dunia ada sekitar 2163 maskapai penerbangan yang aktif!

Sama sekali bukan jumlah yang sedikit.

Jumlah sebanyak 2163 adalah jumlah perusahaan penerbangan yang menerbangkan puluhan, bahkan hingga ratusan pesawat setiap hari ke angkasa, dengan segala hal yang terkait dengan pelayanan, keamanan, keramahan, hiburan, kenyamanan, dan lain-lain.  Dan di sisi-sisi inilah, selalu menarik mencermati usaha-usaha masing-masing maskapai untuk menjadi yang terbaik, paling nyaman, paling ramah,makanannya paling enak, dan lain-lain. Berbagai strategi dan milyaran dollar dipergunakan oleh perusahaan-perusahaan maskapai dunia untuk memberikan yang terbaik, dan mendapat penghargaan sebagai yang terbaik di tingkat global.

Artinya, setidaknya bagi saya, masuk dalam daftar 100 maskapai terbaik dunia pun, sebenarnya sudah sangat baik, dan perlu dibanggakan.

Namun ternyata, maskapai penerbangan Garuda Indonesia punya cerita lain. Sejak, setidaknya, tahun 2009 maskapai yang dulu dianggap pemain amatir di Asia Tenggara itupun berubah secara dramatis dan mengesankan, dan meluncurkan program Quantum Leap atau Lompatan Besar, yang dipercaya akan (sebenarnya telah) mengubah Garuda Indonesia menjadi maskapai yang memiliki reputasi terbaik di pertarungan global.

Saya merasakan sendiri perubahan tersebut.

Saya lupa bulannya, tapi awal 2009, saya ingat terbang dari Jakarta ke Yogyakarta naik Garuda Indonesia dengan pesawat tua Boeing 737-300. Meskipun penerbangan take off dan landing (sangat) tepat waktu, tapi saya benar-benar tidak merasakan naik penerbangan kelas dunia, beda sekali dengan saat saya terbang dengan Air France, atau Emirates, atau bahkan KLM. Kursi terlihat kusam, makanan seadanya, pramugari tidak impressif, dan lain-lain. Meskipun tidak buruk, tapi saya mengakui saat itu saya tak mungkin menghadapkan Garuda Indonesai head to head dengan, misalnya, Korean Air.

Setelahnya saya tinggal di luar negeri selama hampir setahun, dan baru terbang lagi dengan Garuda pada akhir 2010 dari Surabaya ke Jakarta pulang-pergi. A totally different experience. Pesawatnya masih sangat baru (bau pesawat baru juga masih ada), logonya baru, seragam pramugari juga, baru, inflilght magazine Garuda juga baru, penyajian makanan di udara pun juga baru. Belum lagi ada layar video untuk hiburan di setiap tempat duduk. Tak semua yang baru berarti lebih baik, namun saat itu, mungkin karena sangking bahagianya, “kebaruan” itu terasa sempurna.

Tingkat kecepatan Garuda Indonesia ‘membalikkan’ keadaan sebenarnya sangat diluar dugaan. Betapa tidak, pada 2007-2009, Garuda Indonesia memulai pekerjaannya bukan hanya dari titik nol, tapi justru dari titik minus;  karena masuk daftar maskapai-maskapai yang dilarang terbang ke wilayah udara Eropa. Sebuah moment yang tidak hanya merugikan reputasi Garuda, tapi juga reputasi Indonesia. Berkat usaha dan kerja keras Garuda Indonesia untuk memperbaiki standar keamanannya, membuahkan hasil ketika otoritas penerbangan Eropa mencabut larangan terbang tersebut pada Juli 2009. Dan saya katakan bahwa saat itulah Garuda memulai dari titik nol, naik dari minus.

Titik nol adalah saat di mana Garuda Indonesia mempunyai kesempatan yang sama dengan maskapai-maskapai lain untuk berkompetisi secara fair dan profesional. Bukan hal mudah. Saya sendiri selalu terpana melihat gagahnya Singapore Airlines, Emirates, Japan Airlines, Qantas, Swiss Air, British Airways, Air France, dan brand-brand dunia lain. Mereka lah yang harus dihadapi Garuda. Untuk menyodok jauh ke atas, Garuda harus menembus hegemoni dan dominasi raksasa-raksasa gagah yang saya sebutkan tadi.

Garuda Indonesia melawan dunia, against all odd!

Dan yang pertama dilakukan Garuda Indonesia adalah mengganti pesawat-pesawat Boeing 737 classic ke 737-800 New Generation yang baru dan modern, termasuk memesan pesawat jarak jauh Boeing 777-300 ERs, Airbus A300-200/300, juga jet canggih Bombardier CRJ1000. Setelah itu, dilakukan penyegaran logo, seragam awak pesawat, dan livery pesawat. Hub penerbangan tak lagi hanya di Jakarta, tapi juga dibuka di Medan, Makassar, dan Surabaya. Dan pada Februari 2011, Garuda Indonesia masuk bursa efek Jakarta. Gak tanggung-tanggung, mimpi besarpun dibuat. Garuda harus menjadi 5-star airline pada 2015.

Mimpi besar yang hampir menjadi kenyataan. Bukan main-main ketika Garuda naik ke jajaran maskapai kelas dunia dengan begitu cepat, mengikuti gelombang era keemasan maskapai-maskapai di Asia Pasifik dan Timur Tengah yang terus meraih penghargaan sebagai maskapai-maskapai terbaik dunia. Moment itu dimulai pada 2010 ketika Center for Asia-Pacific Aviation (CAPA) in 2010 menobatkan Garuda sebagai Asia’s Leading Service Quality Airline, pengakuan atas kualitas pelayanan Garuda Indonesia, dan “World’s Most Improved Airline” dari lembaga bergengsi Skytrax. Kemudian setelah itu berturut-turut penghargaan-penghargaan kelas dunia lain menyusul, dan inilah moment ketika bahkan Garuda Indonesia meninggalkan sang raksasa-raksasa dunia penerbangan. Pada 2012, lembaga riset global Roy Morgan menempatkan Garuda sebagai “Best International Airline“ maskapai terbaik dalam bidang pelayanan, yang mengalahkan Singapore Airlines, Emirates, Cathay, dan lain-lain. Bahkan tahun 2013, Garuda dinobatkan sebagai “Best Economy Class 2013” dan masuk peringkat 8 “World Best Airlines 2013” versi Skytrax. Urutannya adalah  Emirates, Qatar Airways, Singapore Airlines,  ANA (Jepang), Asiana (Korea Selatan), Cathay Pacific, Etihad  Airways, Garuda Indonesia,  Turkish Airways, Qantas. Sepuluh maskapai terbaik dunia 2013, tidak ada Luftansa di situ, atau British Airways, atau Swiss Air, atau Japan Airlines, atau Delta. Bukan main.

Keberhasilan Garuda Indonesia sebenarnya berawal dari dua hal penting. optimisme, dan percaya diri. Optimis bisa menjadi yang terbaik meski dengan segala keterbatasan dan kekurangan, dan percaya diri meskipun berhadapan dengan maskapai-maskapai lain yang selalu kita pandang tinggi. Inilah yang bisa kita petik, bahwa dengan segala masalah yang carut-marut negara kita saat ini, kita tidak boleh kehilangan optimisme dan kepercayaan diri. Karena dengan keduanya, kita bisa bermimpi, dan bekerja keras membangun mimpi tersebut.

Garuda Indonesia tak hanya mengajarkannya pada kita, mereka memberi contoh sempurna.

 

About author
Comments

No comments yet.

Be first to leave your comment!

Nickname:

E-mail:

Homepage:

Your comment:

Add your comment