Bergantung pada Panas

Indonesia, negeri dengan jumlah gunung api aktif terbesar di dunia, saat ini sedang gencar berusaha memanfaatkan titik-titik panas itu menjadi sumber energi yang bersih, dan dapat diandalkan dimasa datang.

Indonesia dipercaya mempunyai 40% kandungan energi panas bumi dunia, namun mengkonversinya menjadi energi yang secara ekonomi masuk akal, perlu juga mempertimbangkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan, terlebih ketika negara sedang berat-beratnya mensubsidi BBM. Belum lagi tekanan politik di dalam negeri tentang hal tersebut.

Potensi ‘nganggur’

Di Kawah Kamojang di Jawa Barat, semburan uap ke langit bisa dilihat dari jarak bermil-mil jauhnya, dan di situlah pembangkit tenaga panas bumi pertama Indonesia dibangun. Uap dialirkan melalui pipa ke pembangkit, dimana akan menggerakkan turbin dan menghasilkan tenaga listrik untuk dialirkan ke PLN. Pertaminalah yang melakukannya.

Di banyak tempat di sekitar Kamojang, banyak sekali sumber air panas yang mendidih yang bercampur belerang yang berbau seperti telur busuk, yang menyemburat keluar dari dalam tanah. Bisa dimengerti, Indonesia mempunyai sekira 130 gunung api aktif, yang menjulang di seluruh penjuru negeri. Saat ini, Indonesia baru menggunakan energi panas bumi sekitar 0.5 gigawatt dari potensi yang (konon) mencapai 28 gigawatts, sebuah angka yang setingkat dengan 12 milyar barel minyak. Sungguh potensi luar biasa.

Sampai dengan 1996, Indonesia memproduksi minyak lebih dari yang dikonsumsi, sehingga waktu itu, investasi di bidang panas bumi hanya mendapatkan insentif sedikit dari pemerintah, dan waktu itu, memproduksi listrik dengan BBM dan batubara masih lebih murah.

Return On Investment (ROI)

Slamet Riadi, CEO Pertamina Geothermal, mengatakan bahwa Pertamina hanya akan menginvestasikan uangnya untuk menambah kapasitas energi geothermalnya ketika harganya sesuai, dan menguntungkan. Dikatakannya bahwa mengoperasikan PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Geothermal) sangat murah, namun investasi awal untuk membangun PLTG sangat mahal. Menurutnya, ROI paling tidak harus 10% dan harus mampu mengembalikan uang yang telah ditanamkan.

Pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia saat ini sangat mungkin untuk segera take-off. Pemerintah sedang mengkaji rencana untuk membuat harga energi panas bumi sekompetitif BBM. Kalau seperti itu ceritanya, Pertamina akan melipatgandakan kapasitas PLTG-nya dalam 5 tahun ke depan.

Tahun lalu, investasi di bidang panas bumi mendominasi penanaman modal di Indonesia, dan menurut Pew Charitable Trusts, naik 520% di banding tahun sebelumnya. Tahun ini, pemerintah Indonesia mengumumkan akan menanamkan sekitar Rp. 4 trilyun untuk proyek-proyek geothermal di Indonesia.

Menurut Mike Allen, seorang konsultan energi panas bumi dari Selandia Baru, banyak perusahaan-perusahaan dunia mengantri untuk masuk berinvestasi di sektor panas bumi di Indonesia, yang saat ini masih didominasi pertamina.

Jadi saat ini, yang perlu dilakukan oleh Indonesia adalah mensosialisaikan secara matang energi panas bumi ini ke publik, dan mulai pelan-pelan mengurangi penggunaan BBM untuk menghasilkan tenaga listrik. Perlu digarisbawahi bahwa bangsa ini sudah amat sangat berat mensubsidi BBM, perlu ada revolusi sumber energi. Energi panas bumi adalah salah satu jawabannya.

Dari berbagai sumber


About author
Comments

No comments yet.

Be first to leave your comment!

Nickname:

E-mail:

Homepage:

Your comment:

Add your comment