Belajarlah dari Indonesia

Jumat siang itu saya sedang membaca kolom di sebuah koran dengan judul yang menyinggung tentang pluralisme di Indonesia, ternyata kolom itu merupakan hasil tulisan dari seorang warga Amerika Serikat yang tinggal di Michigan. Sepanjang tulisan itu saya perhatikan sepertinya ia mengagumi Indonesia yang bisa bersatu dengan segala keragaman yang ada. Saya setuju dengan tulisannya yang kurang lebih menyatakan jika Indonesia sudah lebih bisa memahami dan menjalani pluralisme terlebih dahulu, bahkan jauh dari sebelum kemerdekaan.

Saya jadi teringat ketika saat itu Amerika sempat beberapa kali mengatakan indonesia harus lebih demokratis, indonesia harus lebih bisa menghargai hak asasi manusia dan masih banyak lagi. Menurut saya, Indonesia sudah tidak perlu lagi diajari masalah pluralisme dan demokrasi. Indonesia sudah jauh lebih demokratis dari negara yang disebut sebagai pelopor demokrasi, Amerika Serikat. mengapa?

Amerika serikat baru membolehkan wanita untuk mengikuti pemilu pada tahun 1920, setelah sebelumnya wanita tidak boleh mengikuti pemilu. Sedangkan indonesia tidak pernah ada masalah wanita yang terdiskriminasi tidak bisa mengkuti pemilu, bahkan wanita bisa berpartisipasi sejak pemilu pertama di Indonesia. Bahkan warga Afro-Amerika pun baru bisa mendapat kesetaraan setelah beberapa tahun kematian Martin Luther King yang berarti lama setelah Indonesia merdeka.

Selain itu, Indonesia sebagai negara mayoritas muslim terbesar di dunia dapat menerima Megawati Soekarnoputri sebagai presiden wanita pertama di Indonesia, sedangkan Barrack Obama, merupakan presiden kulit hitam pertama bagi Amerika. Indonesia tidak membutuhkan waktu lama untuk bisa menjalankan semua prinsip demokrasi itu. Selain itu Jerman pun memilih belajar dari Indonesia tentang pluralitas dan agama, mengingat masyarakat Jerman yang semakin beragam dengan warga pendatang dari Turki.

Bahkan selain itu, prinsip demokrasi dan pluralis pun sudah terpampang jelas melalui lambang garuda Indonesia. Lambang bintang menggambarkan ketuhanan, bermacam-macam agama tapi tetap satu Indonesia. Lambang pohon beringin sebagai persatuan Indonesia. Lambang banteng sebagai lambang demokrasi, lambang dari sila keempat. Padi dan Kapas sebagai lambang keadilan bagi seluruh rakyat indonesia. Sedangkan rantai melambangkan kemanusiaan yang adil dan beradab. Semua itu terikat dalam satu “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “meskipun berbeda tetap satu jua.”

About author

mrusydan

Gooner | Former Editor-in-Chief BUMHI | GNFI Contributor | Communication and External Partnership IFL | Media Relations Jakarta MUN 2012 | UIN IR 08

View all posts by mrusydan

Comments
  1. Budi Satari

    12 / 19 / 2011 5:28 am

    Sebetulnya semboyan Amerika “E Pluribus Unum” kurang lebih sama artinya dengan “Bhinekka Tunggal Ika”

    Reply

  2. fuad hasan

    12 / 20 / 2011 11:41 am

    lah bukannya di amrik “right or wrong is my country”

    Reply

  3. ana

    12 / 20 / 2011 9:43 pm

    senada dengan tulisan di sini http://dzikrina22.blogspot.com/2011/12/melihat-indonesia.html

    Reply

  4. Dita

    8 / 10 / 2012 6:06 pm

    Wah baru baca nih artikel ini. Saya setuju sama saudara mrusydan. Seharusnya Amerika tidak usah ‘sok’ mengatur Indonesia

    Reply

Nickname:

E-mail:

Homepage:

Your comment:

Add your comment