Melepas Sore di Batas Tidore

Written by Akhyari Hananto Member at GNFI
Share this
0 shares
Comments
1 replies

by Akhyari Hananto

Gam Malamo Ahu Sirete

Gam Kokini Yo Dadi Ngolo

Waje Lila Oti Se Gura

Ni Tomoi No Waje Mega

 

 

Itulah sedikit penggalan dari lagu tradisional Tidore berjudul “Kangela”. Lagu tersebut menceritakan seorang kelahiran Tidore yang merantau di seberang, dan selalu ingin pulang karena rindu kampung halaman.

Siapa yang tidak merindukan Tidore? Siapa yang tak rindu pada keindahan alam, keagungan budaya,  kebesaran nama, dan kebanggaan akan sejarah pulau kecil ini?

Saya berkesempatan mengunjungi Tidore untuk pertama kalinya. Meski saya memang sering ke Ternate (dari Ternate, naik boat ke Tidore hanya 15 menit), dan alasan saya selama ini belum mengunjungi Tidore, tetangganya di selatan, hanya karena asumsi saya bahwa Tidore kurang lebih sama dengan Ternate. Asumsi yang amat salah. Tidore tidak sama.

Seperti juga Ternate, pulau Tidore adalah sebuah pulau (yg dulunya) vulkanis yang terletak di sebelah barat pulau besar Halmahera.

Sebelum era kolonial, Kesultanan Tidore adalah sebuah kesultanan yang populer dan kuat, yang menguasai sebagian besar kepulauan di Halmahera selatan, dan konon kekuasaannya hingga mencapai pulau Buru, Ambon, dan pulau pulau kecil yang kini menjadi wilayah Papua Barat. Sejak lama sebelum era kolonial, kesultanan ini bersaing dengan Ternate dalam memperebutkan jalur perdagangan rempah-rempah. Hingga bangsa Eropa datang..

Tidore, dan pulau pulau di kepulauan Maluku dulunya disebut sebagai “mysterious spice islands (kepulauan rempah-rempah yang misterius)” oleh bangsa Eropa. Pada abad ke-16, rempah-rempah berharga sangat tinggi di Eropa, bukan karena rasanya, tapi karena fungsinya yang bisa mengawetkan daging. Sebelum para penjelajah Eropa mengarungi lautan dunia, rempah-rempah ini dibawa ke Eropa setelah melalui proses panjang, yakni lewat pedagang Jawa, lalu dibawa oleh pedagang besar dari Arab ke Eropa, dan dipasarkan  oleh distributor-distributor Venezia ke seluruh Eropa Barat.

FullSizeRender 6

Orang-orang Eropa tak pernah tahu, dimana letak pulau rempah-rempah yang diceritakan turun-temurun oleh orang-orang tua mereka. Yang mereka tahu, pulau-pulau tersebut terletak sangat jauh dari Eropa. Bangsa Eropa memulai penjelajahan lautan untuk mencari sendiri pulau rempah-rempah tersebut, setelah kekaisaran Ottoman di Turkey melarang pemasaran rempah-rempah ke Eropa karena alasan politik.

Pelaut-pelaut Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda mulai meninggalkan daratan Eropa dalam upaya pencarian bersejarah tersebut. Christoper Columbus dan John Cabot gagal mencapai tujuannya, dan justru mendarat di benua lain. Beberapa berhasil mencapai Nusantara…dan menemukan kepulauan misterius tersebut.

Di titik inilah, sejarah besar dunia terbentuk, dan kelak mengubah tatanan dunia secara drastis.

Tidore, Ternate, dan pulau pulau lain di kepulauan Maluku menjadi saksi bisu pertentangan, persaingan, dan peperangan antara kekuatan-kekuatan besar dunia waktu itu, dalam memperebutkan monopoli jalur perdagangan rempah-rempah. Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris saling berlomba menanamkan pengaruhnya di kepulauan rempah-rempah ini, sekaligus menggunakan kekuatan bersenjata dalam mencapainya.

Dan akibatnya mudah ditebak. Rakyat nusantara lah yang menderita hebat karenanya. Mereka yang selama ini dengan bebas berkebun, berdagang dengan pedagang manapun dari seluruh dunia, harus dipaksa tunduk pada bangsa-bangsa yang bahkan tak pernah mereka dengar. Perlawanan pun terjadi di mana-mana..termasuk dari anak-anak negeri Tidore. Salah satu yang paling kita kenal adalah Muhammad Amiruddin, atau lebih kita kenal sebagai Sultan Nuku. Beliau adalah sultan dari Kesultanan Tidore yang mempimpin dari 1797 hingga 1805.

Benteng Tahula (foto: Avivah Yamani)

Batu-batu di benteng Taluha yang tegak di atas bukit, pohon-pohon kelapa dan Pulau Hiri yang kecil menjadi saksi, betapa Sultan Nuku selama hampir 25 tahun, bergumul dengan peperangan untuk mempertahankan tanah air dan rakyatnya. Dari satu daerah, Nuku berpindah ke daerah lain, dari perairan yang satu menerobos ke perairan yang lain, berdiplomasi dan mengorganisasi kekuatan-kekuatan lain, mengatur strategi dan taktik serta terjun ke medan perang. Semuanya dilakukan hanya dengan tekad dan tujuan yaitu membebaskan rakyat kepulauan Maluku terutama Maluku Utara (Maloko Kie Raha) dari penjajah bangsa asing.

Inilah salah satu pahlawan nasional yang mampu berperang di darat dan di laut, bertempur frontal maupun bergerilya, dan juga berdiplomasi. Saya tak kuasa menahan haru saat mengunjungi makamnya, dan mengunjungi pulau yang beliau pertahankan dengan keringat dan darah, 300 tahun lalu.

FullSizeRender 5

Sore itu, tumpahlah kebanggaan dan keharuan saya, di tanah Tidore. Saya meninggalkan pulau itu menuju Ternate, saat matahari mulai tenggelam di balik pulau Hiri. Di atas kapal itu, saya terus melihat ke belakang, memandang Gunung Kie Marubu yang menjulang memaku pulau Tidore ke bumi, dan hamparan pohon-pohon nyiur yang memayungi pantai Dufa-Dufa. Saya hanya sebentar di Tidore, hanya satu penggal sore. Sore yang terlepas, yang akan menggelayut lama di batin saya.

Dan seperti lagu tradisional “Kangela” di atas, siapa yang tak merindukan kebesaran Tidore.

Pasti saya akan kembali lagi.

 

Sumber: Historical Dictionary of European Imperialism | Wikipedia |

 
1 comments
  Livefyre
  • Get Livefyre
  • FAQ