Hubungan Masa Lalu Pelaut Bugis – Makassar dengan Suku Aborigin (Australia)

Written by Akhyari Hananto Administrator at GNFI
Share this
0 shares
Comments
0 replies

Hubungan antara orang Indonesia dan orang Aborijin Australia telah dimulai jauh sebelum adanya penghuni Eropa.

Para pelaut dari Makasar dan Bugis mengunjungi pantai utara Australia setiap tahun setidaknya sejak tahun 1720-an sampai 1906 untuk mencari ikan teripang.

Mereka memperdagangkan ikan teripang itu dengan pedagang Cina. Armada kapal laut yang jumlahnya antara 30 sampai 60 perahu, dan masing-masing memuat 30 orang, dulu biasa datang setiap musim. Ada lukisan Aborijin mengenai perahu-perahu ini, sebagaimana tampak pada gambar ini.

Orang Indonesia dan orang Aborijin mungkin saling bertukar pendapat. Harpun (garpu besar penangkap ikan) dan perahu kano ternyata dijumpai di daerah pantai utara Australia dan juga di Indonesia. Ada peninggalan orang Indonesia dalam bentuk pohon-pohon asam, kaca, dan logam.

Seorang dari Aborigin memperlihatkan lukisannya tentang perahu yang dipakai pelaut Makassar Bugis

Kita dapat menjumpai beberapa kata bahasa Melayu, Bugis, dan Makasar dalam bahasa orang Aborijin di Australia Utara. Misalnya, kata-kata berikut dijumpai dalam bahasa Enindiljaugwa, yang digunakan oleh orang Wanindiljaugwa dari Groote Elyandt, di Teluk Carpentaria.

 

Enindiljaugwa
ajira air Mel
Balanda Belanda Mel
bara barat Mel
bula buluh Mel
jara jara Mel
libaliba lepa-lepa Mak&Bug
rupiah uang Mel
umbakumba ombak-ombak Mel

(Mel=Melayu; Mak=Makasar; Bug=Bugis)

Dari sumber lain (kompas):

Suku Aborigin yang merupakan penduduk asli benua Australia mungkin sudah melakukan interaksi begitu lama dengan para pelayar Bugis atau Makasan dari Makassar. Hal tersebut dapat dilihat dari lukisan cadas yang baru-baru ini ditemukan di Australia utara.

Lukisan tersebut bisa jadi mengubah sejarah nasional Australia yang banyak menejadi referensi selama ini. Suku Aborigin umumnya diyakini terisolasi dengan kebudayaan luar sebelum pendatang kulit putih mendiami benua tersebut. Namun, penduduk asli di utara ternyata telah berhubungan dengan orang Makassar. Mungkin ratusan tahun lebih dulu daripada orang-orang Eropa yang datang ke sana tahun 1700-an.

Orang-orang Avorigin bahkan kemungkinan pernah berlayar ke Makassar. Ini dapat dilihat dari lukisan monyet di atas pohon yang hanya dapat dilihat di Pulau Sulawesi. Gambar rumah-rumah adat Makassar dan perahu phinisi juga tampak di antara ribuan lukisan cadas yang dinding gua dan batuan yang tersebar di kawasan adat Aborigin, Arnhem Land. Lukisan lain menggambarkan tentara-tentara perang dunia II, satwa yang kini telah punah, termasuk barang-barang modern seperti sepeda, pesawat, dan mobil. Lukisan-lukisan tersebut berusia antara 15.000 tahun hingga 50 tahun.

Lukisan batu bergambar monyet, hewan yang tak ada di Australia. Aborigin mungkin pernah berkunjung ke Sulawesi

“Satu kawasan yang sebelumnya belum pernah didokumentasikan ini merupakan situs lukisan paling besar di Australia,” ujar Paul Tacon, profesor antropologi dari Universitas Griffith, Queensland, Australia. Situs yang disebut Djulirri itu dilaporkan pertama kali tahun 1970-an oleh pakar batuan George Chaloupka namun belum pernah diteliti. Tacon baru melakukan ekspedisi ke sana pada Agustus 2008 bersama tetua Suku Aborigin, Ronald Lamilami.

Suku Aborigin kental dengan budaya lisan. Namun, mereka suka menggambar di batuan cadas sebagai gambaran kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dilakukan turun-temurun dan tekniknya terus berubah dari generasi ke generasi. Pada beberapa situs, lukisan sampai 17 lapisan. Saat ini, hanya orang-orang tua yang memiliki hak menggmabar di cadas.

 
0 comments
  Livefyre
  • Get Livefyre
  • FAQ