Memaknai “ditegur” Tuhan

Oleh: Ahmad Cholis Hamzah, MSc

Alumni University of London dan Universitas Airlangga Surabaya, sekarang dosen di PERBANAS dan STIESIA Surabaya.

Pada hari Jum’at baru-baru ini penulis dan saudara Akhyari Hananto penggagas situs Goodnewsfromindonesia ini sama –sama pergi ke Mesjid untuk melakukan ibadah sholat Jum’at di Surabaya. Chotib pada sholat Jum’at ini menjelaskan panjang lebar tentang bencana banjir di Jakarta dan beberapa bencana lainnya di tanah air kita. Inti dari khotbah beliau ini adalah bahwa segala bencana itu adalah merupakan teguran dari Alloh.

Tentu tidak ada yang salah dari khotbah beliau dari sisi agama, karena memang di dalam kitab suci Al-Qur’an banyak dijelaskan peringatan Alloh bahwa segala kerusakan di muka bumi ini adalah karena ulah manusia sendiri. Dan firman Alloh ini tentu benar. Hanya saja setiap kali ada kata-kata “Teguran Alloh” seringkali kita mengartikan sebagai teguran atas dosa-dosa kita misalkan perbuatan maksiat, korupsi, mendholimi manusia dan alam dsb. Tentunya sekali lagi itu tidak salah karena memang akibat-akibat perbuatan dosa seperti itu balasan Alloh akan setimpal, misalnya salah satunya dengan adanya bencana-bencana alam dimana-mana.

Hanya saja, jarang sekali kata-kata “Teguran Alloh” itu juga dimaknai sebagai teguran kepada kita karena kita lemah dalam mengelola alam ini, kita lemah sebagai “Chalifah di Bumi”. Lemah dalam mengelola alam itu harus selayaknya diartikan juga kita lemah dan tertinggal dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Kalau kita menengok negara-negara yang sudah maju, kita bisa melihat penguasaan teknologi yang maju dalam mengelola persoalan-persoalan kota atau dalam menghadapi bencana; meskipun kita tidak menafikan bahwa negara-negara maju itu juga kadangkala kewalahan menghadapi marahnya “Mother Nature” itu. Namun setidak-tidaknya ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai dalam rangka me ménage persoalan-persoalan itu dengan baik sehingga bisa mengurangi jumlah korban. Tsunami di Jepang baru-baru ini bagus dipakai contoh dimana Negara dengan pengatahuan dan teknologi yang maju berhasil mengurangi jumlah korban; karena negeri matahari terbit ini punya teknologi early warning system yang canggih, memiliki manajemen penanganan korban secara cepat dan terukur, memiliki manajemen logistic yang baik, memiliki banyak shelter yang siap digunakan sewaktu waktu dsb.

Banjir di Jakarta baru-baru ini, tentu kita bisa melihat sebagai akibat dari ulah manusia sendiri, misalnya membuang sampah sembarangan di suangai dan disaluran air, pembangunan gedung-gedung pencakar langit yang tidak terencana, lahan-lahan serapan air disulap (karena uang) menjadi gedung-gedung mall. Dan akibatnya kita ditegur Alloh karena perbuatan kita tadi dengan bencana. Akan tetapi sebenarnya Alloh juga menegur kita semua akan ketertinggalan kita dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengelola alam ini. Kebodohan dan kemiskinan adalah musuh dalam agama, dan malahan kemiskinan itu akan berujung pada kekufuran. Tapi kemiskinan juga tidak boleh hanya kita terjemahkan sebagai kemiskinan dengan berbagai indicator ekonomi, misalnya pendapatan perkapita dalam ukuran dolar atau rumah yang tidak berlantai dsb. Kemiskinan bisa juga berarti miskin akan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sudah disediakan Alloh untuk ummat manusia.

Alloh juga menegur kita kenapa kita tidak aktif melakukan penelitian berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi, kenapa anggaran Negara kita dialokasikan sedikit untuk bidang-bidang seperti itu dibanding dengan alokasi untuk proyek-proyek yang bersifat mercu suar seperti Hambalang. Alloh menegur kita kenapa tidak ada apresiasi yang tinggi terhadap hasil-hasil karya anak bangsa yang cemerlang.

Dan akhirnya Alloh juga menegur kita kenapa kita selalu menafsirkan sempit kata-kata “Teguran Alloh” itu.

About author
Comments

No comments yet.

Be first to leave your comment!

Nickname:

E-mail:

Homepage:

Your comment:

Add your comment