Selamat Datang Pirelli

Telah 140 tahun Pirelli, perusahaan ban asal Italia, beroperasi melalui jaringan penjualan yang luas di lebih 160 negara di seluruh dunia. Tak terkecuali tahun 2012 ini, Pirelli mulai mengejawantahkan sahamnya di Indonesia guna meningkatkan eksistensi pasar ban di Asia Pasifik.
Pada tahun 2010, penjualannya di Asia Pasifik mencapai 6%. Jadi wajar saja jika menteri luar negeri Italia Giulio Terzi, menteri perindustrian Indonesia MS Hidayat, menteri perdagangan Indonesia Gita Wirjawan dan duta besar Italia untuk Indonesia Federico Failla dengan senang hati menandatangani perjanjian kerjasama untuk produksi ban sepeda motor konvensional ini.

Perjanjian itu menghasilkan kesepakatan Pirelli akan memegang posisi mayoritas dengan 60% dari modal dan Astra akan memegang 40% sisanya. Usaha patungan ini akan menginvestasikan total 120 juta dolar antara tahun 2012 dan 2014 untuk pembangunan pabrik baru.

Fasilitas baru ini akan memungkinkan Pirelli tidak hanya memperkuat kapasitas produksi –yang menurut perkiraan dari rencana industri akan tumbuh menjadi 16 juta lembar pada tahun 2015 dari 13 juta lembar pada tahun 2011 – tetapi juga memiliki kehadiran langsung di wilayah ASEAN dengan perekonomian terbesar di mana dari 250 juta sepeda motor adalah pasar sepeda motor terbesar di dunia. Dari jumlah ini, 68 juta berada di Indonesia. Dengan kata lain, pasar tumbuh lebih dari 10% setahun. Kapasitas produksi di dalam negeri juga akan bebas tugas ekspor ke pasar Asean dan mengurangi biaya berkat pasokan bahan baku untuk kehadiran lokal yang kuat dari produsen karet alam.

Pabrik baru ini diharapkan mulai beroperasi dari paruh kedua tahun 2013, dengan perkiraan produksi sekitar 2 juta ban moto konvensional pada tahun 2014 yang ketika beroperasi penuh pada tahun 2016, bisa mencapai 7 juta lembar. Dari jumlah tersebut, 3 juta akan dijual sebagai merek Astra, sedangkan sisanya 4 juta – sama dengan sekitar 25% dari produksi moto semua Pirelli di dunia – akan membawa Pirelli merek (Pirelli atau Metzeler). Dalam konteks kelompok lokal untuk lokal strategi, 20-25% dari produksi merek Pirelli dibuat di pabrik Indonesia akan melayani peralatan asli dan pasar penggantian kawasan Asia Pasifik, di mana pasar moto diperkirakan tumbuh pada tingkat tahunan rata-rata 3,5% tahun 2011-2014. Output yang tersisa akan melayani semua pasar di mana Pirelli beroperasi, kecuali Amerika Selatan.

Sumber : http://www.pirelli.com/corporate/en/press/2012/04/24/pirelli-and-pt-astra-otoparts-tbk-establish-a-joint-venture-60-pirelli-40-pt-astra-otoparts-to-build-new-moto-tyre-factory-in-indonesia/

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis/12/04/24/m2z5yx-pirelli-segera-bangun-pabrik-pertama-di-indonesia

Sumber gambar: www.pirelli.com

Rio Haryanto, Gigih Berjuang di Tengah Krisis

Pada saat konferensi pers di babak kualifikasi yang diadakan 10 September 2011, diakhir pernyataannya Rio Haryanto berharap untuk berada di podium akan tetapi yang jelas menjadi juara (juara 1) itu akan lebih baik. Race pertama yang dilakukan 10 September pada pukul 17.20 waktu setempat (Monza, Italia) Rio Haryanto berada di posisi ke-3.

 

Dan kemarin, 11 September 2011 Rio Haryanto membuktikan bahwa dirinya bisa untuk berada di podium meski hanya menjadi juara ke-2. Hanya selisih 0,7 detik dengan Felix Da Costa. Hal ini memang lebih baik daripada balapan yang dilakukan Rio Haryanto bulan lalu, pada Race 1 dan 2 Rio Haryanto berada di posisi ke-12 dan 9.

Balapan yang diadakan di Monza, Italia, sekaligus sebagai penutup dari rangkaian lomba GP3 Series. Dan saat ini Rio telah mengumpulkan sebanyak 31 poin. Jika dilihat dari pengumpulan poin ini, maka Rio masih berada di sepuluh besar GP3 Series.

Sebuah prestasi yang patut dibanggakan, dan Indonesia pantas berjumawa dengan hal ini. Namun siapa sangka Rio Haryanto yang memiliki bakat sangat tinggi ini dan beberapa kali telah menjuarai GP3, merasa harus berpasrah diri karena tidak adanya sokongan dana yang cukup. Bisa saja tahun depan nanti semoga Rio bisa naik ke GP2, kemudian F1, seperti impiannya.

Siapa pula yang tidak bangga jika memiliki kesempatan untuk mengendarai mesin jet darat di ajang sekaliber Formula 1? Akan tetapi tidak semua pembalap memiliki kesempatan tersebut, karena hal ini tergantung seberapa kuat dan dahsyatnya dukungan sponsor. Memang dukungan sponsor hanyalah syarat nomor dua setelah syarat betapa berprestasinya seorang pembalap tersebut. Dan syarat ketiga, mampu bersaing di F1 yang sangat ketat.

Syarat pertama, Rio Haryanto sudah tidak perlu diragukan lagi kemampuannya. Syarat ketiga pun, saya yakin Rio mampu menjalani proses persaingan selama di F1 nanti dengan baik. Nah, sebelum melangkah jauh untuk berlaga di F1, ada sebuah masa yang bernama GP2 yang harus dilalui dulu oleh Rio. Dan permasalahan utamanya adalah sponsorship! Kalau Indonesia mau menyokong dengan dana yang sangat besar, atau ada sponsor lokal baru yang bersedia memberikan jumlah yang tidak sedikit, maka dapat dipastikan Rio Haryanto menjadi pembalap F1 pertama dari Indonesia beberapa tahun lagi.

Memang hanya masalah waktu untuk mewujudkan impian Rio Haryanto mencapai F1. Namun, yang menjadi pertanyaan penting adalah seberapa besar peduli perusahaan besar Indonesia untuk mendukung putra bangsa seperti Rio Haryanto melebarkan sayapnya di dunia internasional?

Atau apakah sebenarnya ada perusahaan Indonesia yang mau mensponsori Rio Haryanto tetapi terkendala dengan besaran jumlah yang harus dikeluarkan mereka untuk mengikuti ajang GP2 apalagi F1?

Keep fighting, Rio!

 

Credits: www.gp3series.com

Indonesia Dalam Lensa Elisabeth Hetty

Di suatu malam yang cerah ceria, 2 Juli 2010 di Bentara Budaya Bali (BBB) pada sebuah pameran foto oleh seorang fotografer jurnalistik KOMPAS terkenal, Julian Sihombing, untuk pertama kalinya saya [RA] bertemu dengan Elisabeth Hetty [EH]. Memang masih belum banyak yang tahu siapa seorang Elisabeth Hetty, tapi di Bali, perempuan ramah, murah senyum dan rendah hati ini cukup dikenal. Dan beberapa hari terakhir saya baru mendengar kabarnya karena sebuah pameran foto yang diselenggarakan Hotel Harris untuk Elisabeth Hetty selama tiga bulan.

Tentu saya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. ini pertama kali saya bertemu dengannya sekaligus melihat langsung karya – karyanya berupa foto-fototentang keeksotisan Indonesia. Memang banyak fotografer dengan tema serupa, tapi sangat jarang dapat ditemui fotografer sekaligus pelukis. Bisa dibilang Elisabeth Hetty ini adalah orang kedua yang saya temui dalam hidup saya setelah paman saya sendiri, yang memahami fotografi sekaligus melukis! Berikut petikan wawancaranya:

 

RA : Apa kesibukannya sekarang?

EH : Sejak hamil aku keluar dari Bali Artemedia, terus kerja dari rumah aja. Editing buku fashion, terus sekarang lagi ngerjain pracetak untuk buku masak terbitan Gramedia Pustaka Utama.

RA : Sebetulnya cita-cita dari kecil ingin jadi apa?

EH : hmm… kalo cita-cita sih gonta-ganti. Waktu kecil  kalo ditanya orang, aku selalu jawab jadi guru. Terus pas udah SMA aku pengen banget jadi sekretaris. Jadilah aku kuliah sekretaris di Palembang. Akhirnya kesampaian jadi sekretaris redaksi di PT Gramedia Pustaka Utama selama 5 tahun. Nah saat aku jadi sekretaris itulah, aku seneng motret-motret. Trus berawal dari sekedar hobi, aku kumpulin uang untuk lengkapin peralatan fotografi. Nah pas udah sering terima order motret wedding dan motret model, aku berhenti jadi sekretaris dan memutuskan untuk serius di fotografi.  Akhirnya aku kuliah di IKJ untuk mengasah ‘sense of art’. Aku masuk jurusan seni murni-lukis. Sebenarnya aku awalnya milih DKV (Desain Komunikasi Visual) tapi dosen yang menyarankan bilang ‘garis’ ku beda. Menurut pertimbangan mereka, desain grafis bisa dipelajari kapan saja Terus aku ikutin aja saran para dosen. Eh ternyata aku menikmati juga di jurusan itu. Kata mereka sih, aku lebih cocok di seni murni, punya garis ciri khas (mungkin tekanannya atau apa) untuk jadi pelukis.

RA : Kenapa jadi lebih tertarik ke keeksotisan Indonesia yang dijadikan tema dalam dunia fotografi?

EH : Karena dari dulu aku suka ‘nature’ dan ‘ordinary people’. Lewat dua hal itu aku bisa melewati beberapa cobaan berat dalam hidup.

RA : Kota-kota di Indonesia kan banyak, lantas kenapa Bali jadi tujuan?

EH : Karena aku sudah muak di Jakarta. Kota yang terlalu ambisius buatku, hehehehe. Aku memutuskan untuk hidup sendirian (dulu) di Bali. Hmmm.. karena sebelum ke Bali, aku ngerasa kayak ada yang panggil-panggil aku, tapi aku gak tau apa. hahahaha.. Waktu itu sih aku mikirnya, mungkin rejeki. Aku bener-bener gak punya koneksi sama sekali pas ke Bali. Fokus aja, pengen mulai hidup baru, hehehehe. Pernah ke Belitung (tempat shooting Laskar Pelangi) di sana pemandangan bagus banget, tapi aku ngerasa gak ada ‘aura’.

RA : Bisa ceritakan sedikit tentang pameran fotonya di Hotel Harris? Bagaimana ceritanya hingga bisa pameran di Hotel Harris.

EH : Karena ada tawaran dari sana. Jadi mereka ada space khusus untuk pameran foto rutin. Kuratorial juga gak ada. Mereka hanya awasin dan pilih. Kalau foto-foto di pameran itu adalah foto-foto waktu aku ke Yogya, Magelang, Bali dan Sulawesi. Semua ada 18 foto..

RA : Apa ada charity dari hasil pameran ini?

EH: Gak ada, padahal aku pengen gitu tapi mereka gak ada program gitu. Dan pengennya sih pameran di BBB. Hehehe…

RA : Kalo ada charity, ingin mengkhususkan untuk siapa?

EH : Untuk anak-anak terlantar ajah..

RA : Sejauh ini, sudah ada yang “tertarik” ngga?

EH : yang tertarik sih banyak tapi belum ada yang beli. Aku amatin sih pas pameran foto dimanapun emang jarang orang beli, yang dikejar lebih ke assignment, misalnya motret untuk corporate atau apa lah..

RA : Adakah fotografer/pelukis yang menginspirasi Elisabeth Hetty dalam berkarya?

EH : Gak ada. Hahaha beneran ngga ada. Aku langsung terinpirasi sama obyek foto saat motret. Dan aku lebih suka hitam putih, karena bisa lebih luas berimajinasi. Kalau colour, warna daun misalnya, kan terbatas seperti yang tersaji di foto. Tapi kalau B/W kan bisa lebih luas. Tantangan dalam foto hitam putih adalah ketika ngeliat foto itu, pikiran kita langsung membayangkan warnanya.

RA : Setelah pameran selesai, apa target selanjutnya?

EH: Targetnya ada, jujurnya sih biar lebih eksis di Bali. Hehehe.. kalo bisa dibilang sih, lebih mengenalkan Indonesia biar kita lebih cinta Indonesia. Misal seperti di foto Candi Ratu Boko itu, diambil dengan pengambilan yang beda, kayak bukan di Indonesia, heheheh… Jadi pengen nunjukin bahwa itu sebenernya itu ada di sini.

RA : Menurut Anda, perkembangan seni baik fotografi maupun lukis di Indonesia ini seperti apa?

 

EH : hmm… menurutku sih fotografi dan lukis di Indonesia sangat terpengaruh sama perkembangan teknologi. Dalam fotografi, kalau dulu untuk motret sunrise kita bener-bener musti nunggu waktu sampe pas banget dapet sunrisenya. Tapi sekarang, karena ada photoshop jadi bergeser. Kapan aja bisa dapet foto sunrise. Asal jago photoshop. Kurang greget jadinya. Berangkat dari situ, aku lebih milih untuk tetap pake kamera analog untuk memuaskan idealisme dan pake kamera digital utk cari uang, hahaha… Kalo lukisnya, mengamati di Bali nih, ternyata banyak banget pelukis bule yang karyanya bagus-bagus banget dan mereka secara otomatis punya link di luar negeri. mereka gak perlu tenar, tapi mereka kaya dengan ‘menjual’ Bali melalui lukisan.

RA : Dan apa pelukis lokal malah tenggelam?

EH : Tenggelam sih enggak, tapi kurang ‘lincah’ melihat peluang. Waktu di Jakarta, yang aku tau di Bali banyak pelukis lokal ternyata, nah banyak juga seniman dadakan dari luar negeri yang melayani pemesanan besar-besaran keluar negeri. Di sini banyak seniman bule yang hidup mewah karena mereka kirim karyanya ke luar negeri dan mahal-mahal pula. Jadi prihatin aja dengan pelukis lokal, hehehehe… Suamiku aja, dia pinter melukis, otodidak pula, eh sekali seminggu dia kerja di tempat bule, melukis di sana dan dibayar mahal. Si bule itu punya semacam home industri gitu lah. Bikin lukisan dari mozaik kaca-kaca gitu.

RA : Dan apa yang seharusnya dilakukan pelukis lokal?

EH : hmm…. mustinya sih pelukis di Indonesia lebih bisa melihat peluang. Jadi bisa lebih cepat kaya, hahahaha…

RA: Selain dari nature dan orang-orang Indonesia yang dipotret, apa juga ingin berusaha memunculkan kritik sosialnya?

EH : hmm… kritik sosial sih gak ada, tapi kehidupan sosial ada. Lebih ke ‘menyentuh’ bukan ‘kritik’. Misalnya kesetiaan orang jawa untuk membatik meski pendapatan mereka dari membatik itu gak seberapa..

RA: Bicara tentang lukisan, aliran lukisannya termasuk apa nih?

EH : Aliran lukisanku abstraksi, abstrak tapi masih keliatan bentuknya. Yah selanjutnya bisa diliat di blogku: exogallery.wordpress.com Ada beberapa lukisanku di situ.

RA : Pertanyaan terakhir nih, adakah tips-tips khusus bagi yang ingin berkarya seperti Anda?

EH : hmmm… apa ya? Saat motret atau melukis, harus selalu pake ‘hati’. Kamera dan kuas atau alat lain cuma alat. Karya tanpa pake hati pas buat, akan terasa ‘kosong’ pas ngeliat karya itu. Misalnya, pas motret pengemis, jangan cuma dijadikan obyek. Ajak ngomong, kalo perlu duduk ikut ngemis juga, rasain suasana di situ. Trus abis motret pengemis itu, beliin dia makanan. Hehehe.. Tipsnya itu aja selalu pake hati. Pas motret pemandangan bagus, pake hati juga, biar alam itu memuculkan auranya, hehehehe… fotonya pasti lebih bagus!

 

Bagi yang berkesempatan pergi ke Bali dalam waktu dekat ini, silahkan kunjungi pameran foto Elisabeth Hetty di lobby Hotel Harris. Buruan, hanya sampai September!

Dan teruslah berkarya, Elisabeth Hetty! :-)

Interview and posted on Good News From Indonesia by Riefka Aulia

Photo source: exogallery.wordpress.com

Rio Haryanto Menang GP3

Bagi penggemar balap mobil, pasti tidak asing dengan nama yang satu ini, Rio Haryanto. Pemuda asal Solo ini berhasil menjadi yang terdepan pada race kedua kelas GP3 yang berlangsung hari Minggu kemarin di sirkuit Hungaroring, Hungaria.

Pemuda yang juga sebagai Duta Komodo pada tahun 2010 ini mengaku beruntung dengan turunnya hujan, karena begitu safety car pertama masuk akibat Lewis Williamson mengalami spin dan keluar dari balapan, Rio memanfaatkan momentum ini hingga berhasil meraih di posisi ketiga saat harus kembali restart. Kemudian tak lama setelah itu, safety car kembali masuk trek saat Thomas Hylkema mengalami crash. Rio kembali memanfaatkan situasi ini dan mampu menyalip Markel, setelah berhasil melewatinya Rio mampu mempertahankan posisinya hingga bendera berkibar pertanda finish. Tercatat beda 1.344 waktunya dengan Markel.

Riuh tepuk tangan dan sorak sorai kegembiraan terdengar. Sang pembalap mengacungkan kedua tangan ke udara, bersorak gembira dan penuh syukur. Dan lagu kebangsaan Indonesia Raya pun terdengar di podium GP3 international.

Walaupun sebelumnya Rio hanya mampu finish diurutan ke sepuluh tapi setidaknya kali ini Rio membuktikan pencapaian yang baik dan menambah championship poin sebanyak 5.

Rio Haryanto, selamat ! *toast*

 

sources: www.gp3series.com

Written for Good News From Indonesia by Riefka Aulia