Bambu dikenal sebagai salah satu tumbuhan yang serba guna. Meski saat ini banyak produk sintetis pabrikan lebih populer, namun bambu masih tetap tidak dapat terpisahkan dari kegiatan sehari-hari masyarakat di Indonesia. Apalagi di kabupaten yang satu ini, sebab kabupaten ini dikenal sebagai tanah sejuta bambu yang di seluruh daerahnya banyak ditumbuhi bambu-bambu liar. Sehingga masyarakat di daerah ini memanfaatkan bambu dalam berbagai macam bentuk.
 
Kabupaten tersebut adalah Kabupaten Ngada, Flores Nusa Tenggara Timur (NTT). Kabupaten Ngada terkenal sebagai wilayah yang kaya dengan tumbuhan Bambu liar. Bahkan sejak dahulu bambu-bambu tersebut dimanfaatkan untuk membangun rumah, tiang konstruksi, dinding hingga atap rumah. Rumah serba bambu tersebut saat ini masih banyak ditemui di Ngada. Ketersediaan material yang melimpah membuat bambu menjadi pilihan yang ekonomis untuk membangun rumah bagi masyarakat di sana.

Sebagaimana dirilis Mongabay.com umumnya masyarakat Ngada menggunakan bambu yang digunakan berasal dari jenis bambu betung (Dendrocalamus asper) atau yang disebut oleh masyarakat Ngada dan Nagekeo sebagai bambu bheto. Sebab bambu ini memiliki ukuran lingkar batang yang cukup besar, dan biasanya tumbuh secara alami tanpa ditanam oleh masyarakat. Jenis bambu ini dapat tumbuh hingga mencapai panjang 25 meter dengan diameter maksimal hingga 13-16 centimeter.

Jika ingin melakukan perhitungan bandingan antara pembangunan rumah konvensional bertembok batu dengan rumah berbahan bambu, biayanya cukup terpaut jauh. Untuk satu rumah tembok, biaya yang dikeluarkan berkisar antara 50 sampai 100 juta rupiah, sedangkan untuk rumah bambu, masyarakat ngada hanya membutuhkan uang 1 sampai 2 juta rupiah saja. Itu sudah termasuk "tenaga" pembangunan yang umumnya dilakukan bergotong royong dengan warga lainnya. 

Memang, rumah bambu tidak mampu bertahan selama rumah tembok meskipun bambu dapat digunakan sebagai material pengganti besi cor yang harus dicampur dengan semen. Namun secara umum rumah yang terbuat dari bambu dapat bertahan hingga 10 tahun, sementara untuk atap bambu bisa bertahan sampai 5 tahun. Namun bila melihat biayanya yang rendah, rumah bambu cukup dapat diandalkan. 

“Kalau tiang cor nya memakai bambu biasanya lebih kuat. Selain itu kalau harus beli besi lagi tentu butuh uang sehingga lebih baik dimanfaatkan bambu yang sudah tersedia di sekitar rumah,“ ujar Paulus Monga, warga Dusun Woga, Desa Ratogesa, Kecamatan Golewa seperti dikutip dari Mongabay.com

Menurut penuturan Paulus, zaman dahulu hampir seluruh warga di Kabupaten Ngada menggunakan bambu bheto untuk konstruksi rumahya. Selain atap, bambu bheto juga digunakan sebagai tiang bangunan, rangka atap, dan juga dibelah untuk dinding rumah.

Menurut kepercayaan masyarakat, bambu yang dipotong pada saat memasuki periode waktu fase malam bulan gelap akan lebih baik kualitasnya, karena tidak cepat rusak dimakan rayap atau anai-anai. Batang bambu yang dipotong umumnya yang paling tua yang dapat dilihat dari warnanya yang kecoklatan.

Untuk membangun sebuah rumah ukuran standar, dibutuhkan sekitar 50 sampai 100 batang bambu bheto. Sementara untuk atap dibutuhkan sekitar 20 hingga 30 batang bambu.

Dalam penggunaan bahan baku bambu, pangkal bambu biasanya dijadikan tiang rumah, bagian tengah kerap dijadikan atap, sementara bagian ujung bambu umumnya dibelah untuk dijadikan dinding rumah.

Bentuk atap rumah bambu masyarakat Ngada, biasanya dibedakan menjadi atap dua air, yaitu bentuk atap rumah berbentuk segitiga dengan dua penampang kemiringan. Serta atap empat air, yaitu atap berbentuk piramida dengan empat penampang kemiringan.

“Kalau untuk rumah bisanya menggunakan konstruksi dua air yang lebih mudah dibuat, sementara kalau bangunan kantor atau rumah adat bisa empat air. Panjang bambu disesuaikan dengan panjang atapnya,“ jelas Paulus. Panjang bambu untuk atap biasanya berkisar antara 2,5-4 meter tergantung dari panjang atap.

Agar mampu mengalirkan air hujan, atap bambu akan dibuat menjadi terbuka dan diletakan menghadap ke atas yang difungsikan sebagai tempat aliran air hujan. Kemudian di sisi sebelah kiri kanannya disusun bambu belah dengan bagian terbuka menghadap ke bawah sehingga tidak ada celah bagi air hujan merembes. Dalam konstruksi dua air, bagian ujung atap tepatnya di sambungan umumnya dipasang seng atau rumput ilalang sebagai penguat.

Dari segi kepraktisan, atap bambu memang cukup sulit untuk dibangun. Namun bila dibandingkan dengan atap seng, atap bambu dinilai lebih sejuk. 

Bambu yang berlimpah di Ngada membuat peradaban masyarakat tidak terlepas dari Bambu. Selain digunakan untuk pembangunan rumah, bambu di ngada juga terkenal digunakan untuk alat musik tradisional yang dikenal sebagai bombardom. 

Alat musik Bombardom terdiri dari dua elemen yaitu bambu ukuran diameter besar dan bambu kecil, dimana bambu kecil digunakan untuk meniupkan udara ke bambu besar. Bombardom biasanya mengiringi alat musik bambu lainnya seperti seruling khas Ngada yang disebut Foi Doa (seruling ganda) yang dimainkan pada saat pesta adat atau penerimaan tamu. 

Beberapa waktu lalu, festival Bombardom sempat digelar dan mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Saat itu bombardom dimainkan serentak oleh ratusan warga Ngada. 

Sumber :  Mongabay
Sumber Gambar Featured: 
Ebed de Rosary / Mongabay.co.id

Advertisement Advertise your own
Ads Telkom Indonesia
0 Komentar
Tambahkan komentar dengan Akun GNFI / Facebook
READ NEXT
BACK TO TOP
Sejarah Hotel Berbintang Pertama di Indonesia
Sejarah Hotel Berbintang Pertama di Indonesia
Hotel Indonesia adalah hotel berbintang pertama yang dibangun di Jakarta, Indonesia. Hotel ini diresmikan pada tanggal 5 Agustus 1962 oleh Presiden RI Pertama, Soekarno
Tari Udang Windu: “Rancak, Energik, dan Dinamis...”
Tari Udang Windu: “Rancak, Energik, dan Dinamis...”
Saat saya masih SD saya ingat sering ada sebuah pertunjukkan seni untuk memeriahkan hari-hari penting seperti Hari Jadi Sidoarjo dan Hari Kemerdekaan Indonesia. Jenis
Anggrek Kasut Hijau, Asli Indonesia
Anggrek Kasut Hijau, Asli Indonesia
Anggrek Kasut Hijau kerap disebut juga sebagai Anggrek Paphiopedilum Jawa (Java Paphiopedilum). Anggrek spesies asli Indonesia yang terbatas hidup di Jawa, Bali,
Indonesia Fishery Products In International Cruises
Indonesia Fishery Products In International Cruises
As a nation which borders the sea and dependent on its use for majority of the following state activities, Indonesia is one of the
Merintis Jejak Karir di Amerika
Merintis Jejak Karir di Amerika
Dunia VFX atau Visual Effect rasanya masih  asing di telinga masyarakat Indonesia, mengetahuinya saja belum apalagi bergelut di dunia itu dan tentunya hanya segelintir
Canopy Bridge Kedua di Asia dari Bukit Bengkirai
Canopy Bridge Kedua di Asia dari Bukit Bengkirai
Pemandangan yang indah. Udara yang sejuk. Alam yang indah. Tentu ketiga hal tersebut masuk dalam katagori liburan yang anda inginkan. Di Kalimantan Timur, terdapat