Menggambar adalah hobi Wira Winata. Sejak usia prasekolah, dia kerap menggambar tokoh terkenal seperti Superman dan Batman. Tapi jika hobinya diseriusi apalagi dijadikan profesi, dia harus berpikir tujuh kali. Semua orang saat itu mengatakan kepadanya, “Mau makan apa kamu kalau jadi seniman?”

Karena itu pula dia memutuskan masuk Engineering di Nanyang Polytechnic Singapura pada 1994. Kendati mengambil jurusan teknik, Wira tidak meninggalkan hobi menggambarnya. Hingga buku teks pelajaran menjadi sasarannya. Beragam corat-coret pun memenuhi buku-buku Wira. Hingga kebiasaan itu terendus oleh seorang dosennya. Mengetahui siswanya suka seni dan teknik, sang guru menyarankan Wira untuk mengambil jurusan industrial atau desain produk.
Peanuts movie (foto : entertainment weekly)

Atas saran itu, pada 1997, Wira terbang ke Pasadena, Amerika Serikat, untuk kuliah desain produk di Art Center College of Design. “Saya merasa berutang petunjuk hidup padanya. Sayang, saya lemah dalam mengingat nama orang,” kata Wira.

Di Art Center College of Design, memang tidak ada jurusan animasi. Tetapi Wira bertemu dengan rekan-rekan yang memiliki kesukaan yang sama: animasi. Untuk mencurahkan minat mereka, Wira dan beberapa temannya memutuskan membuat proyek animasi di tahun terakhir kuliah. Modal mereka untuk membuat film animasi cuma satu: nekat. Wira dkk tidak pernah belajar animasi. Informasi soal pembuatan animasi saat itu pun masih minim. Kondisinya sungguh berbeda dengan sekarang, di mana internet dan YouTube menyediakan segala hal soal animasi.

Upaya Wira dkk membuat film animasi berjalan mulus. Lewat perkenalan antar teman, Wira dkk mendapat bantuan dari orang-orang yang sudah bekerja di sejumlah studio animasi. Tidak tanggung-tanggung, para pekerja seni dari Disney, Dreamworks, dan Blizzard ikut mengulurkan tangan.

Menurut Wira, itu pula yang menarik dari industri animasi. Artis-artis yang sudah punya nama tidak takut membagi ilmu mereka. Karena piawai, mereka tidak khawatir berkompetisi. Namun justru senang melihat artis-artis baru yang melebihi mereka. Malah keberadaan seniman-seniman anyar membuat mereka terlecut untuk terus mengasah kemampuan.
Wira dan sang anak (foto: Astralife.co.id)

Dari proyek Wira dan empat rekannya, lahirlah film The Little Red Plane pada 2001. Berawal dari keisengan, mereka bertemu seminggu dua kali untuk mematangkan film tersebut. Idenya berasal dari percakapan antara mereka soal masa kecil masing-masing. Salah seorang di antara rekan Wira adalah Howard Kouo, bekas tentara di Amerika Serikat. Kouo yang menulis rancangan pertama naskah The Little Red Plane. Film ini bercerita tentang Mikey yang kangen karena kehilangan ayahnya. Ayah Mikey merupakan pilot yang pergi perang.

Setelah rampung, The Little Red Plane dipertontonkan ke anak-anak kelas 1-2 sekolah dasar di Pasadena. Setelahnya, para siswa diberi kesempatan untuk menulis surat ke Wira dkk mengenai film tersebut. Satu di antaranya surat dari seorang siswi. Di dalam suratnya, siswi tersebut menulis, “Saya tahu bagaimana perasaan Mikey. Karena saya juga kehilangan ayah.”

Meski sederhana, surat tersebut menyentuh hati Wira. “Itulah momen yang membuat saya yakin ini adalah hal yang harus saya geluti,” kata dia. “Sayang film itu tidak bisa masuk ke Indonesia.”

Mulai saat itu, Wira membangun mimpinya membuat film animasi. Karena sadar anggaran film animasi cukup besar, dia berupaya mengumpulkan dana. Caranya dengan menggarap berbagai proyek iklan dan video games. Dia juga mendapat tawaran menggarap film-film animasi Hollywood. Di antaranya Peanuts,film tentang Snoopy yang akan tayang di akhir tahun ini.

Dalam proyek ini, Wira menjadi satu di antara sekitar 100 animator di film yang diadopsi dari comic stripkarya Charles Schulz tersebut. Ia memperoleh pekerjaan ini dari Nick Bruno, mantan gurunya di sekolah online, Animation Mentor. Kebetulan Bruno merupakan Supervising Animator di Blue Sky Studios untuk Peanuts. Sebab mayoritas pengajar Animation Mentor memang animator yang bekerja di Disney, Dreamworks, Blue Sky, atau Pixar.
Peanuts (foto : entertainment weekly)

Ketika menerima tawaran tersebut di New York, Wira baru dua bulan dikarunia seorang putri. Kendati harus pindah sementara ke New York dari Los Angeles, dia memilih menyambar kesempatan tersebut lantaran animasi Peanuts sangat unik dan menantang. Ditambah lagi penyelia Peanuts adalah Bruno.

Setelah Peanuts rilis, ternyata Blue Sky Studios kepincut dengan hasil karya Wira. Tawaran pun kembali disodorkan. Kali ini untuk proyek film animasi Ice Age 5. Namun Wira memutuskan untuk menolaknya. Bagi dia, itu bukan keputusan mudah. Sebab, Blue Sky Studios merupakan studio besar dengan artis-artis papan atas yang sangat membumi dan membantunya.

Tapi keputusan itu harus ia ambil lantaran ingin fokus pada anaknya yang baru berusia enam bulan. Jika mengambil pekerjaan di Blue Sky, dia khawatir kehilangan waktu dengan putrinya. Bagi Wira, mencintai kehidupan adalah mencintai istri, putri, dan keluarga. “Saya mencintai profesi saya dan sangat antusias dengan animasi serta film. Tetapi, saya lebih menyukainya jika tetap bisa berbagi dengan keluarga saya. Saya ingin berbagi cerita yang bisa dinikmati istri dan putri saya serta membuat mereka tertawa atau terharu. Kalau itu sudah berhasil, baru aku bisa merasa berhasil,” kata Wira.

Wira berharap suatu saat membuat film animasi yang bisa dinikmati putrinya saat besar. Dia juga tengah menjajaki kerja sama dengan sejumlah animator local untuk mengembangkan animasi di Indonesia. “Supaya Indonesia tidak hanya dikenal sebagai ‘tenaga kuli’ animasi luar negeri,” katanya.

Sumber : Astralife.co.id
Advertisement Advertise your own
Ads Telkom Indonesia
0 Komentar
Tambahkan komentar dengan Akun GNFI / Facebook
READ NEXT
BACK TO TOP
Warna-warna Memukau Danau Linow
Warna-warna Memukau Danau Linow
Tak lengkap ke Manado tanpa menyempatkan berkunjung ke Tomohon, kota yang sejuk 1 jam perjalanan dari ibukota Sulawesi Utara tersebut. Topografi Kota Tomohon yang
Udang Super dari Gorontalo yang Melanglang hingga Jepang
Udang Super dari Gorontalo yang Melanglang hingga Jepang
Tidak mudah untuk menembus pasar komoditas perikanan di negara Asia. Namun Gorontalo membuktikan, kalau itu bisa dilakukan dengan membawa kualitas Udang Vaname Gorontalo hingga
Pertama Kalinya di Indonesia, Konferensi Gas Alam
Pertama Kalinya di Indonesia, Konferensi Gas Alam
Indonesia untuk pertama kalinya menjadi tuan rumah Konferensi dan Pameran Gas dan Gas Alam Cair (LNG). Konferensi tersebut diselenggarakan di Hotel Shangri-La, Jakarta, pada tanggal
STARBOX dan Percepatan UMKM Indonesia
STARBOX dan Percepatan UMKM Indonesia
PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) melalui Divisi Business Service (DBS), secara resmi meluncurkan sebuah produk solusi yang ditujukan kepada para pelaku UMKM Indonesia. Produk
Foto-foto Taman Nasional Bunaken. Dari Atas
Foto-foto Taman Nasional Bunaken. Dari Atas
Perlu diakui, Bunaken adalah ikon penting Sulawesi Utara. Dunia lambat laun mulai mengenal negeri Nyiur Melambai ini dengan lokomatif utama bernama Taman Laut Bunaken. Bunaken
Banyuwangi Pastikan Makin Mempesona di Sepanjang 2016
Banyuwangi Pastikan Makin Mempesona di Sepanjang 2016
Ajang wisata sejuta pesona “Banyuwangi Festival” kembali digelar. Tahun ini, puluhan event akan dihelat, dimulai dari event berskala internasional seperti “International Tour de Banyuwangi