Jalan yang Tak Lagi Sepi

"The Greatest Danger to Our Future is Apathy".
Hmmm..
Tahun 2013.
Suatu pagi, saya dikejutkan oleh telepon yang berbunyi bertalu-talu. Saya sedang tidak memegang handphone. Jam 5 pagi! Saya lihat, sudah ada 6 x miscall dari nomor yang tak saya kenal. Ketika saya telepon balik, ternyata beliau adalah sang dosen dari kampus ternama di Jawa Timur yang saya temui 2 tahun sebelumnya.
"Mas, jam 10 nanti, mohon datang ke kampus saya. Ngisi kuliah umum untuk para mahasiswa baru. Mohon usahakan datang. Ada pak menteri" katanya singkat. Rupanya dia telpon pagi-pagi sekali agar saya tak membuat jadwal lain hari itu.
Sebelum saya sempat menjawab apapun, dia segera menyahut "Harus, mas. Tolong datang, kami benar-benar mengharapkan kedatangannya. Mahasiwa pasti akan senang mendengar hal yang akan mas Arry sampaikan". Saya putuskan untuk tidak ngantor hari itu, dan pergi ke kampusnya.
Ketika saya datang ke kampus tersebut, sedang terjadi diskusi menarik di berbagai ruangan fakultas tersebut. Tak hanya jalannya diskusi, tapi topiknya sendiri...sangat menarik. "Membangkitkan Indonesia". Framing yang sebenarnya sederhana tersebut menjadi menarik karena berbagai ide-ide segar mahasiswa-mahasiswa yang (mohon diingat) baru lulus tingkat SMA tersebut. Indonesia yang punya banyak kendala dan tantangan, dihadap-hadapkan dengan Indonesia yang juga penuh potensi. Di sebuah ruangan saya menemukan seorang mahasiswi yang berujar "Kita tak banyak tahu tentang Indonesia. Informasi yang datang ke kita, banyak yang negatif-negatif saja. Saya rasa, itulah mengapa banyak dari anak-anak muda yang apatis, bahkan pesimis akan masa depan negeri kita" (begitu kira-kira).
Saya dibuat tercenung. Saya benar-benar terlambat menyadari bahwa,.banyak yang sudah berubah dari sekitar saya. Perubahan-perubahan mendasar yang tidak saya prediksi begitu cepat terjadi. Saya memang melihat banyak gerakan-gerakan positif di sosial media, yang memilih untuk 'menyalakan lilin, daripada mencaci kegelapan', namun saya tak menyadari bahwa di 'dunia nyata', virus positifisme dan optimisme mulai tersebar luas, bahkan di kalangan anak-anak muda seperti mereka.
Bertahun sejak saya pertama kali menulis tentang pengalaman saya di Solomon Islands (awal mula berdirinya Good News From Indonesia yang webnya sedang anda baca ini), mulai banyak usaha-usaha untuk mengangkat sisi positif Indonesia yang membanggakan, melalui tulisan-tulisan, acara TV, atau sekedar berbagi cerita optimisme. Siapa yang sangka, kini bahkan Good News From Indonesia yang kecil ini 'dibuatkan' 2 program di 2 TV nasional, dan menyusul 1 lagi dalam waktu dekat. Siapa sangka, GNFI kini diisi puluhan anak-anak muda yang begitu optimis, enerjik, dan mau bekerja keras untuk Indonesia.
Saya bertemu dengan seorang anak muda luar biasa dari Bontang, yang punya gerakan Bontang Bisa yang bertagline "Deliver Optimism". Gerakan ini kini sudah berhasil masuk ke berbagai ceruk-ceruk sosial kemasyarakan di kota Bontang, dan menjadi salah satu wajah tak terpisahkan dari kota paling kaya di Indonesia tersebut. Ketika saya tanya, apa yang membuatnya mendirikan Bontang Bisa, yang tentu saja menyita pikiran dan waktunya, sekaligus membesarkannya, dia dengan ringan berujar "Saya termotivasi oleh satu tweet GNFI tentang Bontang bertahun lalu". Percayalah, saya tak bisa menggambarkan perasaan saya saat mengetahui hal tersebut. Campur aduk. Mungkin kita takkan pernah tahu, berapa banyak orang-orang seperti mas Anjar ini di Indonesia, yang merelakan waktu, fikiran, tenaga, dan sumber dayanya..untuk disumbangkan untuk lingkungannya, untuk masyarakatnya, untuk Indonesia. Yang jelas, rasanya...jumlahnya kini tak sedikit. Siang tadi, saya mendapatkan SMS dari dosen yang saya ceritakan di awal tadi. "Mas Arry, selamat tahun baru 2016. Semoga tetap istiqomah di jalan yang mas tempuh. Jalan mas Arry kini tak lagi sepi"