Manusia Pasir

Written by Muhammad Qosyim Ayyubi Member at GNFI
Share this
0 shares
Comments
0 replies

Relaksasi : warga bercengkrama di atas pasir sembari melepaskan penat setelah seharian bekerja.

Kabupaten Sumenep terletak diujung timur pulau Madura yang dikenal memiliki sejarah keraton, ahli dalam pembuatan keris dan mempunyai deretan pulau-pulau kecil beserta keunikan adat dan budaya di dalamnya.

Salah satu keunikannya adalah perilaku “Manusia Pasir”. Pembaca jangan membayangkan istilah tersebut seperti tokoh fiksi manusia pasir dengan segala kemampuannya dalam film Spiderman, istilah ini muncul disebabkan kebiasaan masyarakat pesisir yang memanfaatkan pasir sebagai media interaksi sosial dan sarana kebutuhan hidup seperti tempat memasak, tempat makan, tempat tidur dan sebagai tempat terapi kesehatan.

“Badan terasa panas dan pegal-pegal bila tidur di atas kasur, lebih nyaman tidur di pasir” menurut Muhammad warga setempat yang berprofesi sebagai nelayan.

Bila di hotel bintang lima atau di vila mewah selalu dilengkapi dengan sarana kolam renang, maka di Kabupaten ini rumah-rumah warga juga dihiasi dengan kolam-kolam pasir baik yang ada di depan halaman rumah atau di dalam kamar tidur. Penulis menyebut kolam pasir karena biasanya tempat pasir ini diberi pembatas dari kayu atau beton yang berbentuk kotak atau persegi panjang.

Kebiasaan unik ini tidak menyebar merata di wilayah pesisir Sumenep namun umumnya hanya dapat dijumpai di dua daerah, yaitu di Desa Legung dan pulau Masalembu. Di Legung tekstur pasirnya sangat halus, berwarna kecoklatan dan terdapat kilauan seperti kristal kaca, sedangkan di Pulau Masalembu tekstur pasirnya agak kasar dan berwarna putih.

Pasir bagai candu bagi sebagian masyarakat pesisir karena sejak dini mereka sudah diperkenalkan serta dibiasakan tidur dan bermain di atas pasir, sehingga sebagian mereka tidak bisa jauh-jauh dari pasir. Saking candunya ada masyarakat yang membawa pasir saat bepergian jauh bahkan saat bekerja sekalipun seperti ketika melaut misalnya. Kedengarannya memang sedikit aneh dan mengerikan bagi yang belum terbiasa, pasir bisa menempel dimana-mana bahkan masuk ke dalam mata atau telinga tetapi bila sudah terbiasa semuanya bukan suatu kendala namun sensasi keseruan dan keakraban yang akan dirasakan.

Terlepas dari semuanya itu, warga pesisir tersebut tidak semuanya memiliki ketergantungan terhadap pasir hanya sebagian kecil saja. Pembaca sewaktu-waktu bisa mengunjungi dua daerah tersebut sebagai salah satu alternatif kunjungan wisata untuk mengetahui lebih dekat dari perilaku manusia pasir yang masih lestari sampai saat ini.

Senyum : Pasir menjadi media bermain anak-anak

Written by Muhammad Qosyim Ayyubi Member at GNFI

Menulis bukan seleraku, tapi karena Indonesia menulis menjadi kebutuhanku

More post by Muhammad Qosyim Ayyubi