Mbah Ladino dan Wayang Kulitnya

Written by Akhyari Hananto Member at GNFI
Share this
0 shares
Comments
0 replies

By Rahmadi Shafa

Namanya Ladino Ringgono. Masyarakat di Desa Braja Yekti, Kecamatan Braja Slebah, Kabupaten
Lampung Timur, Lampung, lebih akrab memanggilnya Mbah Ladino. Panggilan jamak yang
diberikan kepada orang tua di desa ini, desa terdekat di Taman Nasional Way Kambas.
Agustus lalu, lelaki kelahiran Wonogiri, Solo, ini merayakan ulang tahunnya yang ke-73. Namun,
jauhkan pandangan sepuh darinya. Sampai sekarang, ini terus berkarya. Memperkenalkan seni
tradisional Indonesia yang pada eranya begitu dikenal dan dianggap asing oleh generasi muda
masa kini. Wayang kulit.

Wayang kulit (Foto by Karmaimages)

Sejak 1960, Ladino cinta mati akan wayang kulit. Sudah 280 karakter wayang yang ia buat.
Sebagian besar dijual dan sebagian lagi dipergunakan saat dirinya berubah wujud menjadi dalang.
Di Lampung, wayang-wayang buatan Ladino beredar luas.
Untuk membuat satu wayang yang bahan bakunya dari kulit lembu atau kerbau, dibutuhkan waktu satu minggu pengerjaan. “Namun, untuk ukuran lebih besar, sekitar satu meter, diperlukan waktu 15 hari, karena lebih ekstra melakukannya,” ujar Ladino, saat ditemui di rumah kerjanya,
pertengahan Desember 2015.

Screen Shot 2015-12-25 at 11.03.07 AM
Ladino (Foto by Rahmadi Shafa)
Kemampuan Ladino membuat wayang diperolehnya saat masih menetap di Solo. Keinginan
memperdalam dunia wayang, ia tekuni begitu selesai mengenyam ilmu memahat, sekitar 1958.
Perlahan dan pan pasti, ia belajar bagaimana cara membuat wayang, sesuai lekuk sang tokoh.
Perjalanan hidup Ladino berlanjut. Tahun 1967, ia merantau ke Lampung, coba mencari
peruntungan. Merasa kerasan, Ladino muda tak malu mengembangkan ilmu wayangnya di tempat barunya itu. Bahkan, untuk melengkapi kemampuannya, ia belajar juga cara mendalang yang baik dan disukai penonton. “Dari 1969 hingga 1985, saya selalu ngedalang. Kapan saja siap, mau siang atau malam, gak masalah. Terutama di daerah Metro, Lampung,” ujarnya.
Sekarang, karena faktor usia juga, saya sudah tidak kuat, apalagi begadang. “Malu kan kalau lagi
beraksi tiba-tiba batuk. “Karena itu, saya lebih fokus membuat wayang meski sesekali ngedalang
bila diminta mengisi acara desa.”

Perlambang manusia

Sejatinya, wayang merupakan perlambang sifat manusia. Wayang dibuat untuk mewakili karakter
baik dan buruk manusia. Arjuna misalnya, selalu sabar dalam menghadapi permasalahan. “Ini
seperti karakter Presiden Jokowi yang penyabar dan pemaaf. Saya senang sekali,” ujar Ladino.
Bagaimana tokoh lainnya? Ladino pun memperlihatkan koleksinya. Sebut saja tokoh-tokoh
Pandawa Lima selain Arjuna seperti Yudistira, Bima, Nakula, dan Sadewa. Ada juga Kaumbakarna
dan saudaranya Rahwana, serta Dorowati dan Semar yang digambarkan sebagai pengayom
manusia.

Wayang kulit (foto by Laksanahtl)

Dari semua karakter yang ditunjukkan itu, saya sempat menebak, Mbah Ladino pastinya nge-fans
berat pada Arjuna yang sosoknya kalem. Ini berdasarkan penuturannya yang sering menyebut
namanya sebagai panutan hidupnya. Nyatanya meleset. “Saya mewakili Bima, karena masih suka
marah meski sudah kepala tujuh,” ujarnya tanpa ragu.

 
0 comments
  Livefyre
  • Get Livefyre
  • FAQ