Hebat! Perempuan Nganjuk ini Dedikasikan Diri untuk Satwa Liar Indonesia

Written by Bagus Ramadhan Member at GNFI
Share this
0 shares
Comments
0 replies

Biodiversitas Indonesia yang merupakan salah satu terkaya di dunia merupakan sebuah karunia yang tidak ternilai. Namun juga dapat mendatangkan bencana bila ekosistem untuk kehidupan flora fauna di Indonesia tidak dijaga. Terlebih bila hewan-hewan asli Indonesia mengalami kepunahan, bisa jadi keseimbangan alam akan terganggu. Sehingga harus sekuat tenaga dipelihara dan jangan sampai punah. Hal tersebut dipahami benar oleh seorang Perempuan asal Nganjuk yang rela untuk mengabdikan dirinya untuk Satwa Liar di Indonesia.

Erni Suyanti Musabine namanya, perempuan yang lahir pada 14 Semptember 1975 ini sudah bertahun-tahun keluar masuk belantara di Indonesia untuk menangani berbagai macam kasus terkait satwa liar. Tak jarang dirinya harus memberanikan diri untuk menantang maut untuk berada di garis depan penyelamatan satwa langka.

Erni Suyanti Musabine (Foto: Harry Siswoyo / VivaNews)

Erni Suyanti Musabine (Foto: Harry Siswoyo / VivaNews)

Perempuan yang akrab dipanggil Yanti ini adalah sosok dokter hewan sekaligus ahli konservasi spesialis hewan langka seperti harimau, gajah, ataupun orangutan. Sampai saat ini dirinya masih tercatat sebagai dokter honorer di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Yanti mengaku sangat menikmati profesinya ini, meski harus siap kapanpun tidak mengenal waktu medan dan cuaca.

“Mungkin bagi sebagian orang, saya ini aneh, mau masuk ke hutan cuma untuk menolong hewan buas. Tapi bagi saya ini justru menyenangkan,” kata alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga tahun 2002 ini.

Perempuan yang sempat mengenyam kursus Clinical Rotation di Perth, Australia Barat pada tahun 2007, dan pendidikan Physical and Chemical Restraint of Wildlife di Zimbabwe, Afrika tahun 2008 ini menuturkan, sejak kepindahannya ke Bengkulu pada 2004 yang lalu, banyak hal telah dilaluinya. Seolah ada panggilan hati, ia lebih memilih untuk menetap di dalam kawasan Pusat Konservasi Gajah (PKG) yang berada jauh di hutan dan hidup berdampingan dengan satwa liar.

Keterbatasan finansial karena hanya menjadi tenaga honorer sejatinya bisa dia hindari. Sebab dirinya pernah mendapat banyak tawaran lembaga non pemerintah asing yang ingin merekrutnya dengan penghasilan yang lebih besar termasuk fasilitas yang lengkap. Namun dirinya menolak sebab merasa Indonesia lebih membutuhkannya.

Di BKSDA dia cuma dibayar Rp300 ribu per bulan. Tinggal di hutan dengan bertugas di PKG Sebelat, Bengkulu Utara, yang jauh dari kehidupan kota. Sebab hanya dengan sarana dan prasarana yang terbatas, ia harus betah dan hidup berdampingan di barak bersama sekitar 37 pawang gajah dan polisi kehutanan. Semuanya laki-laki. “Saya waktu itu cuma berpikir, BKSDA lebih membutuhkan tenaga saya,” ungkap Yanti.

PKG yang saat ini memiliki luas kurang lebih 7.000 hektare ini bisa ditempuh 5 jam perjalanan darat dari ibu kota Provinsi Bengkulu. Ini merupakan rumah bagi seratusan gajah, harimau sumatera, beruang madu, tapirm, orangutan, dan beragam jenis binatang lainnya.

Kesiapannya dilapangan pernah diuji ketika sekitar bulan April 2007, Yanti mendapatkan panggilan menangani penyelamatan harimau yang terjerat di dalam hutan. Berbekal peralatan medis yang terbatas, Yanti didampingi tim Perlindungan Harimau Sumatera dan sejumlah aparat keamanan langsung menuju lokasi.

Setibanya, dia melihat harimau terjerat kawat hingga kaki depan nyaris putus. “Tapi kami tak punya alat tembak bius, sehingga kami harus memutar otak” katanya. Syukurlah kemudian harimau itu dapat diselamatkan.

harimau sumatera

Meski pekerjaannya sangat tidak mudah, Yanti mengaku akan tetap mengabdikan diri menyelamatkan satwa langka.

Padahal sebagaimana pengakuan Yanti pada Viva.co.id, menjadi dokter hewan bukan pilihan hatinya sejak menamatkan pendidikan di SMAN 3 Nganjuk ditahun 1993. Sebab ujar anak ketiga dari empat bersaudara ini, sejak kecil dirinya lebih menyukai kegiatan yang terkait dengan arsitektur disamping juga gemar menonton dokumenter tentang satwa. Sehingga setelah lulus SMA dia memilih perguruan tinggi yang menawarkan jurusan arsitektur. Namun, keinginannya itu tidak dapat terpenuhi dan harus memutuskan untuk menerima jurusan yang menerimanya yakni Jurusan Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

Berkuliah dengan bidang yang dekat dengan satwa liar, ibarat mengembalikan impian masa kecilnya. Perempuan yang memiliki hobi berpetualang seperti Caving, Rafting, dan naik Gunung itu akhirnya memutuskan untuk mendedikasikan diri pada satwa liar.

Pekerjaan ini menurutnya adalah sebuah pekerjaan impian sebagaimana masa kecilnya yang sempat gemar menonton film-film dokumenter tentang alam liar. Sebagaimana dikutip dari Femina, Yanti merasa terkesan dengan kerja orang-orang di Afrika dan Australia saat melakukan konservasi satwa liar di film-film itu. “Tanpa saya duga, setelah dewasa saya bekerja seperti orang-orang di film dokumenter yang saya lihat dulu,” ujarnya bangga.

Fokusnya pada kedokteran hewan membulatkan tekadnya untuk menggeluti bidang konservasi. Apalagi, setelah ia menggabungkan diri dalam kegiatan salah satu NGO Konservasi Satwa Bagi Kehidupan (KSBK) yang saat ini sudah berganti nama menjadi Pro Fauna Indonesia. “Bermula dari itulah ketertarikan saya terhadap satwa Indonesia makin kuat,” katanya.

Erni Suyanti Musabine

Kini, selain menjadi tenaga medis satwa liar, Yanti juga mulai banyak menyosialisasikan dan mengedukasi perihal pentingnya konservasi satwa liar dan habitatnya pada anak-anak sekolah dan masyarakat sekitar kawasan hutan. “Mereka juga memegang kunci utama pelestarian satwa liar,” ujarnya.

Yanti mengaku bangga dengan pekerjaannya yang cukup berbahaya dan tidak biasa ini. Namun dirinya menuturkan ini demi Indonesia.

“Saya bahagia dengan pekerjaan saya karena saya bisa berbuat sesuatu untuk membantu upaya konservasi satwa liar di Indonesia yang tergolong critically endangered species,” pungkasnya.

 
0 comments
  Livefyre
  • Get Livefyre
  • FAQ