Jaring Listrik Anti Hama Bawa Anak Bangsa Juarai Festival Engineering di Korsel

Written by Bagus Ramadhan Member at GNFI
Share this
0 shares
Comments
0 replies

Karya-karya anak bangsa kembali mengharumkan Indonesia. Kali ini prestasi disumbangkan tujuh mahasiswa dari Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) yang berhasil membawa pulang medali emas dari Korea Selatan.

EXPRO

Ketujuh mahasiswa yang tergabung dalam tim EXPRO tersebut merancang sebuah alat pembasmi hama yang ramah lingkungan dan aman untuk digunakan. Ide dari alat tersebut tercetus dari keluhan petani dari kampung halaman salah seorang anggota tim, kabupaten Tuban.

Tim yang beranggotakan Iffandya Popy Wulandari, Miftakhul Anwar Nurmuslim, Ahmad Najih Fiddaraini, Muhammad Samsul Ma’arif, Naili Husna Dewi, Mochamad Surya Nurichsan dan Ricky Alanto ini berasal dari berbagai jurusan dan angkatan. Bahkan tim tersebut baru terbentuk dalam waktu satu bulan. Meski begitu komunikasi diantara mereka tampak sangat baik sehingga mampu menghasilkan alat yang mampu menyelesaikan permasalahan di lingkungan petani.

Iffandya Popy Wulandari atau lebih akrab dipanggil dengan Popy mengatakan bahwa rekan-rekan satu timnya mayoritas sudah pernah bekerja sama pada sebuah proyek bernama Project Bee yang merupakan proyek pengabdian sosial hasil kerja sama antara PENS dan Pusan National University (PNU).

Berkat informasi dari dosen pembimbing Project Bee, Dwi Kurnia Basuki mereka mendengar tentang ajang festival tingkat Internasional bertajuk E2Festa (Engineering Enducation Festival) tersebut. Mereka pun sangat tertarik.

“Waktu itu, sebagian dari kami merasa tertarik, wahhh ke Korea”, ujar Popy saat diwawancarai GNFI.

Bermodal ketertarikan tersebut mereka memutuskan untuk mengembangkan alat bernama ELTERNATOR (Electric Leafhooper Exterminator ) yang sebelumnya ternyata juga pernah dilombakan di tingkat lokal seperti LCEN dan INAICTA.

ELTERNATOR merupakan alat pembasmi serangga yang ramah lingkungan. Ide awal teknologi ini berasal dari keluhan petani di Tuban yang terganggu dengan hama yang menyerang sawah mereka. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut kemudian dikembangkanlah alat ini yang dianggap sangat ramah lingkungan karena tidak menggunakan pestisida.

ELTERNATOR (Electric Leafhooper Exterminator)

ELTERNATOR (Electric Leafhooper Exterminator)

Alat ini bisa digunakan untuk luas lahan pertanian kurang lebih 1 hektar dengan radius 50m. Untuk alat ini bisa digunakan dengan life time sekitar 5 tahun dengan perawatan pada baterai dan komponen elektriknya.

Popy pun menjelaskan cara kerja alat ini pada GNFI. Konsep kerja ELTERNATOR adalah dengan menarik perhatian hama dengan memasang lampu di dalam net penjebak yang telah dialiri listrik sebesar 700V.

“Hama itu menyukai cahaya, sehingga ketika hama mendekat jaring yang sudah disiapkan akan dialiri listrik untuk menyengat hama,” jelasnya.

Uniknya inovasi ini bekerja secara otomatis ketika malam hari tiba berkat Ligth Dependent Resistor atau sensor cahaya. Selain itu tenaga pembangkit listriknya adalah menggunakan tenaga surya yang dilengkapi dengan baterai. Biaya yang dibutuhkan untuk membuat alat ini pun relatif murah yakni sekitar 2 Juta Rupiah.

“Jadi saat malam hari dan hama tersebut datang, maka net listrik akan aktif dan hama yang datang akan mati terkena sengatan net listrik. Alat ini dilengkapi dengan PIR (passive Infrared ) yaitu sensor yang dapat mendeteksi manusia melalui suhu ubuh. Jadi saat petani ataupun orang mendekati alat tersebut, alat tersebut bisa mati secara otomatis. Sehingga alat tersebut aman untuk digunakan,” imbuh Popy.

Emas E2Festa

Perjuangan tim EXPRO diajang ini terbilang cukup mendebarkan sebab selain waktu yang sempit, juga sempat terjadi “ketiduran” oleh salah satu anggota tim saat menjelang penerbangan di Bandara Juanda, Sidoarjo.

“Samsul ditelepon berulangkali dan akhirnya menjawab panggilan dan mengatakan bahwa dia tertidur. Tentu semua jadi panik. Singkat cerita dia memutuskan untuk ke Juanda naik Gojek. Dan dengan Gojek yang super tersebut, dia sampai di Juanda saat kami sedang Check-in. Alhamdulillah sekali,” ujar Popy merasa lega.

Ajang E2Festa sendiri terdiri dari dua kompetisi yakni sesi lokal yang hanya bisa diikui oleh peserta dari Korea Selatan, kemudian sesi Internasional yang saat itu diikuti berbagai negara seperti Jepang, Malaysia, Singapura, Hong Kong, Portugal, Amerika Serikat, dan tentu saja Indonesia. Lomba ini diadakan pada tanggal 18-19 November 2015 di EXCO, Daegu, Korea Selatan.

Selama 2 hari tersebut, para peserta harus menunjukkan bahwa inovasi mereka mampu membuat impresi baik dihadapan para juri yang terdiri dari para Profesor dari berbagai negara di dunia. Baik dengan melakukan pameran alat maupun dengan presentasi.

“Selama tahap presentasi, booth banyak didatangi pengunjung terutama dari kalangan pelajar, mahasiswa, dosen serta profesor sampai kalangan umum,” katanya.

Pada hari kedua lah penentuannya terjadi. Saat itulah para juri mengumumkan siapa pemenang dalam festival tersebut.

“Alhamdulillah tim kami mendapat Gold prize untuk kategori international session. Dari kampus kami, ada 2 tim yang mengikuti ajang teknologi ini dan tim ke dua juga mendapat silver prize! Sedangkan untuk bronze prize diraih oleh ITB (Institut Teknologi Bandung -red), Korea serta dari USA. Kami sangat senang dan merasa bangga bisa menang, dan mengharumkan nama Indonesia serta kampus di tingkat internasional. ” ucapnya bahagia.

EXPRO

Berkat pengalaman ini Popy berharap bahwa dirinya akan bisa melanjutkan studi di Korea Selatan. Menurutnya bila melanjutkan studi di negeri gingseng tersebut tidak akan sulit beradaptasi karena sudah pernah tinggal di sana meski sebentar.

Popy juga berpesan pada generasi muda Indonesia untuk tetap terus berkarya dan percaya bahwa sebenarnya mereka berpotensi dan mampu bersaing dengan negara-negara maju. 3 penghargaan yang diraih Indonesia di ajang E2Festa adalah buktinya.

“Jadi sebagai generasi muda, jangan hanya terpaku pada buku, coba lihat diluar sana permasalahan yang ada di Masyarakat. Dari permasalahan itu coba cari solusi, kesempatan dan peluang untuk mengatasinya. Sebuah permasalahan pasti ada tinggal kita sebagai generasi muda mau melakukan aksi atau tidak. Orang pintar itu banyak, tapi tidak banyak yang mau berfikir inovatif,” pungkas Popy.

 
0 comments
  Livefyre
  • Get Livefyre
  • FAQ