Pria Pekalongan, Inovator Alat Pengering Sperma Termurah di Dunia

Written by Bagus Ramadhan Member at GNFI
Share this
0 shares
Comments
0 replies

Keterbatasan seharusnya tidak menghalangi seseorang untuk berkarya maupun berprestasi. Prinsip inilah yang kemudian menggugah seorang anak bangsa penemu sistem pengeringan sperma super murah. Berkat inovasi ini dia mendapatkan penghargaan tingkat dunia

Anak bangsa itu adalah Mulyoto Pangestu, Ph.D. Pria kelahiran Pekalongan 11 November 1963 ini telah mengubah paradigma ilmu pengetahuan dalam hal teknologi penyimpanan sperma yang mahal, menjadi sangat murah. Metode yang dirancangnya telah membuat penanganan khusus dan biaya tinggi menjadi terasa ketinggalan zaman, karena berkat invensinya, sperma hasil pengeringan kemudian dapat disimpan dalam temperatur ruang dan tetap berkualitas untuk digunakan pada pembuahan buatan.

Mulyoto Pengestu (Foto: Ika Krismantari / JAKARTA POST)

Mulyoto Pengestu (Foto: Ika Krismantari / JAKARTA POST)

Meski lahir di Pekalongan Mulyoto Pangestu menghabiskan Masa TK sampai SMA dihabiskan di Tegal, Jawa Tengah. Dirinya adalah alumnus SMA Negeri 1 Tegal. Saat ini dirinya mengajar di Departemen Obstetri & Ginekologi Monash University serta sejumlah universitas lain di Indonesia, seperti Universitas Diponegoro, UNPAD dan UGM. Selain itu, ia juga dikenal melalui penelitian kolaboratifnya di bidang fertilitas dan teknologi reproduksi bersama Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, Universitas Udayana dan University of Melbourne.

Cerita penemuan pria yang terdaftar sebagai dosen Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman (UNSOED), Purwokerto ini berawal ketika dirinya tertarik untuk mengembangkan penelitian Wakayama & Yanagimachi dari Universitas Hawai tentang pembuahan mencit dari sperma kering dan beku. Sayangnya di kampus tempatnya menempuh jenjang Master dan Doktoral, di Australia mengalami keterbatasan dana untuk menyediakan mesin pembekuan. Keterbatasan ini kemudian membuat Dr. Mulyoto harus mencari cara untuk dapat melakukan pengeringan sperma dengan biaya yang murah.

Cold storage atau yang juga disebut dengan gudang pendigin biasanya digunakan untuk menyimpan materi organis yang membutuhkan nitrogen cair sebagai bahan pendingin (coolant). Biaya per tangkinya yang mahal, membutuhkan ruang yang cukup banyak dan nitrogen cair sangat berbahaya membuat teknik penyimpanan ini tidak lagi efisien dan praktis.

Pria yang menyelesaikan gelar masternya di School of Agricultural & Forestry di University of Melbourne dan doktoral di Monash University, Australia ini menjelaskan bahwa penemuannya tersebut dikenal sebagai evaporative drying. Inovasinya terletak pada bagaimana kemasan penyimpan tersebut dapat mengeringkan sperma dan membekukannya tanpa perlakuan khusus dan tetap dapat digunakan meski telah tersimpang bertahun-tahun.

Inovasi Mulyoto dianggap suatu terobosan spektakuler karena ia telah menemukan cara murah dan tidak beresiko untuk menyimpan sperma menggunakan bahan yang mudah dijumpai seperti sedotan plastik dan kantong aluminium foil. Bahan yang dipakai adalah dua lapis tabung plastik mini (ukuran 0,250 ml dan 0,500 ml) yang disegel dengan panas (heat-sealed), kemudian dibungkus lagi dengan aluminium foil. Metode ini hanya membutuhkan biaya 25 sen AS atau sekitar 3000 rupiah.

Memang, sperma hewan yang telah dikeringkan dengan cara ini tidak lagi mampu bergerak (immotile), dan berdasarkan pemeriksaan menggunakan bahan pewarna, diketahui bahwa sperma itu “mati”. Sehingga untuk bisa membuahi sel telur, sel sperma harus langsung disuntikkan ke dalam sel telur. Teknik ini dikenal dengan nama Intracytoplasmic Sperm Injection (ICSI) dan sudah banyak digunakan pada pembuatan bayi tabung manusia.

Mulyoto sendiri sama sekali tidak menguji metodenya tersebut dengan sperma manusia karena etika penelitian (ethics permit) yang dimilikinya hanya untuk hewan. Sperma yang sudah dikeringkannya berasal dari mencit (mice), marmoset (sejenis kera), dan juga wombat (binatang asli Australia). Temuan Mulyoto ini dipatenkan di Australia dan menjadi miliki Monash University, namun Mulyoto masih akan tercatat sebagai penemunya. Pencapaian juga telah membuat karir Mulyoto meroket di Australia.

Berbagai penghargaan juga di terima oleh Mulyoto. Risetnya tentang upaya pembekuan sperma hewan dengan cara sederhana dan murah tersebut telah mengantarnya meraih penghargaan tertinggi (Gold Award) dalam kompetisi Young Inventors Awards Far Eastern Economic Review & Hewlett Packard Asia Pacific di tahun tahun 2000.

Mulyoto Pangestu bersama Istri (Foto: Djaka Dwiandi / ozip.com.au)

Mulyoto Pangestu bersama Istri (Foto: Djaka Dwiandi / ozip.com.au)

Saat ini dirinya lebih banyak berada di Australia. Dirinya adalah diaspora yang meyakini bahwa untuk mengabdi pada bangsa dapat juga dilakukan di luar negeri. Sebab dirinya harus mempertimbangkan keluarganya, terutama istrinya Lies Lestari Pangestu yang mengalami Spinal Muscular Atrophy (SMA) sehingga mengalami kelumpuhan dan harus menggunakan kursi roda.

“Berkursi roda di Indonesia itu cukup sulit. Di sini (Australia), istri saya bisa menikmati hidupnya, berkeliling sendirian dan hidup mandiri,” kata Mulyoto yang juga memboyong anaknya, Galih ke Melbourne.

Meski banyak berada di Australia, Mulyoto masih banyak terlibat dalam projek-projek In Vitro Fertilization (IVF) di Indonesia. IVF sendiri adalah metode pembuahan telur yang dilakukan diluar tubuh menggunakan teknologi. Dirinya juga banyak melakukan penelitian tentang IVF ke berbagai negara di dunia termasuk dampak ekonomi dari kemandulan dan membagikan pengetahuannya di Indonesia melalui berbagai seminar dan kuliah.

Tampaknya hati Mulyoto memang tetap berada di Indonesia. Sebagai seorang Permanent Resident di Australia, dirinya tetap mengingatkan rekan Indonesia lain yang ingin ke luar negeri khususnya Australia. Dirinya mengatakan bahwa para diaspora adalah “duta” bagi Indonesia. Apa yang dilakukan selama di Australia, sedikit banyak, akan mempengaruhi citra Indonesia di mata para pendatang lain. Citra pribadi yang baik, tentu akan membuat citra Indonesia yang baik pula.

Thejakartapost.com ; Ozip.com.au

 
0 comments
  Livefyre
  • Get Livefyre
  • FAQ