Anak-anak Bangsa dibalik Penemuan “Partikel Tuhan”

Written by Bagus Ramadhan Member at GNFI
Share this
0 shares
Comments
1 replies

Penemuan “partikel Tuhan” yang diumumkan di tahun 2012 yang lalu sempat menjadi topik pembicaraan hangat di berbagai penjuru dunia. Sebab, penemuan partikel tersebut sudah lama ditunggu oleh para ilmuwan yang rela menunggu lebih dari 20 tahun dan melibatkan 3.000 ilmuwan dari 40 negara untuk menyelesaikannya. Kisah perjalanan para ilmuwan tersebut mencari partikel ini kemudian terekam pada sebuah film dokumenter yang menghabiskan waktu 4 tahun untuk diselesaikan dengan judul ParticleFever.

Perjuangan keras ilmuwan-ilmuwan fisika teoretik dan eksperimental tersebut dianggap setimpal. Sebab penemuan partikel baru tersebut telah mengubah penjelasan sederhana tentang komposisi atom dan juga alam semesta. Sebuah atom selama ini diketahui memiliki komposisi yang terdiri atas proton (bermuatan positif), elektron (negatif), dan neutron (netral). Tapi, kini ada lagi tambahan: higgs-boson.

Partikel higgs-boson adalah sebuah partikel yang disebut-sebut sebagai “Partikel Tuhan”. Partikel ini dianggap bertanggung jawab memberikan massa terhadap setiap materi. Bisa dibilang, partikel itu adalah kunci yang membuka misteri dunia, yakni bagaimana materi menyatu untuk membentuk galaksi, bintang, planet, bahkan manusia. Kehadiran partikel ini juga menjadi penentu perdebatan antara teori supersymetry atau multiverse di alam semesta.

higgs boson

Soal penamaan partikel Tuhan, pencetus keberadaan partikel higgs-boson, Peter Higgs, menyatakan, partikel ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan penyebutan Tuhan. Dia mengisahkan, ada cerita unik di balik sejarah penamaan partikel Tuhan. Istilah “partikel Tuhan” dikenal sejak 1993 dari buku berjudul The God Particle: If the Universe is the Answer, What is the Question” Buku tersebut karya penerima hadiah Nobel bidang fisika Leon M. Lederman.

Menurut Higgs, awalnya sang penulis memberi nama partikel itu “Goddamn Particle” alias “partikel terkutuk”. Sebab, partikel tersebut sangat sulit ditemukan. Namun, konon, editor buku itu tak berkenan dengan istilah itu dan mengubah penyebutan Goddamn Particle menjadi “God Particle” alias partikel Tuhan. Berkat istilah itu, proyek pencarian partikel yang menghabiskan dana sangat besar mendapat perhatian dunia.

Menariknya, tiga ilmuwan Indonesia ikut berperan dalam penemuan luar biasa ini. Mereka adalah Rahmat Rahmat, Suharyo Sumowidagdo dan Romulus Godang. Suharyo berasal dari Florida State University, Rahmat berasal dari University of Oregon, dan Romulus Godang berasal dari University of South Alabama.

Romulus Godang Ph.D

Romulus Godang Ph.D

“Partikel ini memberi jawaban bagaimana partikel-partikel lain memiliki massa. Menemukan partikel ini seperti halnya kita menemukan harta karun yang terpendam. Di masa depan, partikel ini akan sangat berguna untuk memahami alam semesta,” jelas Rahmat.

Menurutnya, upaya menemukan partikel baru tersebut menghadapi banyak tantangan dan hambatan, khususnya masalah teknis. Untuk itu, dibutuhkan kesabaran dan ketelitian luar biasa. Bahkan menghabiskan biaya mencapai $10 juta untuk membangun infrastruktur penelitannya saja.

“Bisa diibaratkan kita mencari sebuah jarum di tumpukan jerami. Partikel ini hanya dapat ditemukan dengan akselerator yang memiliki energi yang sangat besar. Untuk membangun akselerator yang dinamakan Large Hadron Collider (LHC) dibutuhkan dukungan dana yang besar,” urainya.

Keterlibatan Rahmat dengan penelitian ini bermula saat mengikut eksperimen Compact Muon Solenoid (CMS) Genewa, Swiss. CMS merupakan salah satu detektor LHC yang menemukan partikel Tuhan. Rahmat mulai bergabung dengan CMS pada Juli 2008.

“Saya terlibat di CMS saat menempuh program postdoctoral di University of Mississippi, AS,” ujar Rahmat.

Rahmat memaparkan, dirinya berhasil mengembangkan teknik simulasi detektor (HFGFlash) untuk kolaborasi CMS. Simulasi temuan tersebut merupakan yang tercepat di dunia untuk electromagnetic shower di daerah Forward CMS (ujung detektor CMS).

CERN

“Simulasi yang saya buat berdasarkan pameterisasi dapat bekerja 10-1.000 kali lebih cepat daripada simulasi standar detektor (Geant4). Saya yakin, selain untuk CMS, simulasi saya akan sangat berguna untuk semua eksperimen fisika sekarang dan masa depan,” jelasnya.

Keterlibatannya dalam penemuan partikel Tuhan tersebut, lanjut Rahmat, membawa perkembangan besar bagi karirnya sebagai fisikawan. Dia menjelaskan, sejak partikel tersebut ditemukan, banyak respons dari berbagai pihak. Bahkan, dia mendapat beberapa tawaran interview untuk menjadi profesor fisika atau astronomi di Amerika Serikat.

“Yang jelas, penemuan ini benar-benar mendorong karir para fisikawan yang terlibat” urainya.

Sebagai fisikawan, bisa dibilang Rahmat cukup sukses berkarir di negeri Paman Sam. Sebelum bergabung dengan CERN, alumnus S-2 jurusan fisika di University of Oregon itu mencicipi karir di sejumlah perusahaan ternama di Amerika Serikat. Di antaranya Apple Computer, PayPal, hingga eBay.

Namun, kesuksesan yang diraih Rahmat tentu tidak instan. Apalagi, Rahmat tidak dibesarkan dalam keluarga yang berkecukupan. Rahmat yang tumbuh di ibu kota itu mengisahkan bahwa keluarganya sangat miskin saat dirinya masih kecil. Bahkan, mereka sekeluarga harus tidur hanya beralas kertas koran.

“Ayah saya tidak punya uang untuk membiayai sekolah saya. Tapi, beliau tetap berusaha membiayai pendidikan anak-anaknya dengan berjualan permen jahe tanpa kenal lelah. Saya sungguh berutang jasa atas perjuangan beliau untuk menyekolahkan saya,” kenangnya.

Rahmat Rahmat Ph.D

Rahmat Rahmat Ph.D

Rahmat menaruh perhatian pada dunia fisika sejak kecil. Anak kedua dari tiga bersaudara itu mengungkapkan, saat masih duduk di SD, dirinya pernah bermimpi untuk bisa membalikkan arah waktu.

“Ya, seperti time traveler gitu. Saya ingin melihat dunia di masa depan atau masa lalu. Itulah sebabnya, saya menyukai fisika sejak kecil. Saya benar-benar jatuh cinta pada fisika setelah saya melihat keindahan fisika,” ungkapnya.

Karena itu, Rahmat tidak ragu memilih jurusan fisika di Universitas Indonesia. Perjalanan karir Rahmat pun dimulai dari situ. Begitu lulus, dia melanjutkan S-2 jurusan fisika di University of Oregon. Rahmat juga tidak menemui kesulitan dalam melanjutkan program S-3 di universitas yang sama. Hebatnya, selama menempuh program S-2 dan S-3, dia tidak mengeluarkan biaya untuk membayar kuliah.

“Saya beruntung mendapat tunjangan dari University of Oregon dalam bentuk kuliah sambil mengajar. Artinya, saya dapat kuliah pascasarjana gratis dan tunjangan hidup. Namun, saya wajib memberikan kuliah fisika dasar dan mengajar laboratorium untuk mahasiswa tingkat satu dan tingkat dua,” urainya.

“Di sini saya meng-upgrade photomultiplier (PMT) untuk CMS detektor di awal 2013. Sebab, PMT yang saya pasang memiliki kinerja yang lebih baik daripada PMT sebelumnya. Selain itu, kami berpartisipasi untuk CMS upgrade pada 2018 mendatang sehingga LHC akan meningkatkan kemampuannya,” jelas Rahmat.

Ketika ditanya soal masa depan fisikawan Indonesia, Rahmat memaparkan bahwa sebenarnya fisikawan tanah air memiliki keuntungan besar. Sebab, materi yang diajarkan di sekolah Indonesia lebih berbobot daripada materi yang diajarkan di sekolah-sekolah luar negeri. Namun, budaya malu bertanya masih kuat di Indonesia.

Suharyo Sumowidagdo Ph.D

Suharyo Sumowidagdo Ph.D

“Peneliti asing lebih aktif bertanya. Mereka tidak ragu untuk mempertanyakan teori yang diungkapkan atasannya. Bahkan, jika mereka melihat Tuhan, mereka akan mengejar-Nya. Istilahnya seperti itu,” guraunya.

Kisah lain dari penemuan ini juga diungkapkan oleh Suharyo Sumowidagdo yang tahun 2015 lalu mendapatkan Penghargaan Achmad Bakrie (PAB) ke-XIII tahun 2015 sebagai peneliti muda berprestasi setelah menimba pengalaman hampir selama 5 tahun melakukan penelitian di CERN.

Setelah Rahmat bergabung di bulan Juli 2008, Suharyo menyusul beberapa saat kemudian. Kala itu dirinya bekerja sebagai staf peneliti di Departemen Fisika dan Astronomi, University of California, Riverside.

“Sudah banyak orang Indonesia yang menekuni fisika partikel teori, namun sangat sedikit yang menekuni fisika partikel eksperimen,” ujar Haryo.

Fisika partikel, terutama bagi Indonesia yang masih berkutat dengan pembangunan ekonomi, ternyata dianggap tidak aplikatif. Menurut Haryo, pandangan tersebut sebenarnya salah.

“Mengatakan fisika partikel tidak aplikatif bagi saya adalah seperti tidak perlu meneliti tentang listrik magnet yang diperlukan untuk menciptakan bohlam listrik karena kita cukup menggunakan lilin saja untuk penerangan!” tegasnya.

CERN

Padahal teknologi-teknologi yang dikembangkan oleh CERN selama ini telah banyak mempengaruhi kehidupan di bumi. Penemuan internet misalnya, yang awalnya hanya digunakan sebagai alat komunikasi internal antar sesama peneliti CERN, kini telah menjadi teknologi informasi yang mempengaruhi milyaran orang. Maka bukan tidak mungkin hasil seupa akan didapatkan dari penelitian terkait Higgs-Bosson ini.

Meski penelitian fisika partikel dianggap memiliki manfaat kedua peneliti ini sepakat bahwa anggaran penelitian di Indonesia memang masih minim. Sehingga agaknya masih sulit untuk kembali ke Indonesia dan melanjutkan penelitian mereka di tanah air. Namun mereka berujar bahwa ilmuwan Indonesia tidak bisa menunggu orang lain hanya untuk melakukan sesuatu yang seharusnya bisa dilakukan. Lebih-lebih menunggu pemerintah untuk memberikan bantuan.

 
1 comments
  Livefyre
  • Get Livefyre
  • FAQ
Rajesky
Rajesky

@GNFI jadi inti artikelnya ini soal alat agar nelayan Indonesia tidak melanggar wilayah tetangga kan min