Atasi Masalah Suplai Listrik, Desa terpencil ini Gunakan Turbin Angin

Written by Bagus Ramadhan Member at GNFI
Share this
0 shares
Comments
0 replies

Warga desa Sindangkerta, Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, akhirnya merasa gembira. Pasalnya, kini rumah-rumah warga yang berada di lokasi terpencil tersebut sudah teraliri listrik. Warga tidak lagi bergantung pasokan listrik dari PLN yang tidak menentu dan memilih untuk membuat listrik swadaya yang berasal dari pembangkit listrik tenaga angin semilir.

Selama ini warga desa menggunakan kabel sambungan untuk mendapatkan aliran listrik dari PLN. “Kabel sambungan yang bukan standar PLN itu mencemaskan karena bisa putus oleh cuaca dan pepohonan. Selain itu, rawan hubungan pendek arus,” ujar Udong, Kepala Desa Sindangkerta.

Turbin Angin Trengginas

Pembangkit listrik angin semilir alias turbin angin kecepatan rendah (vent turbine low speed generator) yang digunakan oleh warga adalah ciptaan tim dosen Fakultas Rekayasa Industri Telkom University, Bandung, yang diberi nama Turbin Angin Trengginas. Riset pembuatan turbin itu dimulai sekitar lima tahun lalu. Biaya riset hingga turbin itu jadi sebesar Rp 100 juta berasal dari kampus Telkom dan sumbangan satu stasiun televisi swasta.

Bagian tersulit adalah pembuatan generator yang mengubah energi angin menjadi listrik. Menurut Rosad Ma’ali El Hadi, anggota tim, untuk turbin kecepatan angin rendah, belum ada yang membuat dan nihil contoh produknya di pasar Indonesia. Berbeda dengan turbin angin listrik berukuran besar untuk memanen tiupan angin kencang yang sudah banyak tersedia. Walhasil, tim dosen harus membuat turbin dari nol.

Kondisi angin di Indonesia pun bisa jadi kurang menjanjikan. “Hal itu bisa kita lihat dari sejarah, mengapa Belanda tak membangun kincir angin di Indonesia seperti di negaranya,” ujar Rosad.

Namun halangan tersebut bisa terpecahkan. “Turbin ini bisa menghasilkan listrik dengan kecepatan angin sepoi-sepoi, mulai 2 hingga 4 meter per detik,” kata ketua tim, Rohmat Saedudin, yang juga Wakil Dekan Fakultas Rekayasa Industri Telkom University. Kunci rahasianya terletak pada generator yang mereka kembangkan. Lantaran belum dipatenkan, jeroan generator itu tidak mereka publikasikan.

Turbin angin ini berbentuk lingkaran bergaris tengah 75 sentimeter. Beratnya 8-10 kilogram dan ditopang sebatang tiang besi seperti tiang bendera setinggi 8 meter. Di bagian tengah turbin itu dipasang pelek ban sepeda mini. Pada jari-jari pelek ditempelkan potongan plastik mika hitam berbentuk segitiga berjumlah sembilan yang menjadi baling-baling.

Pelek itu dikelilingi generator yang dibungkus rapat cangkang berbahan plastik berwarna putih agar tidak terkena cipratan air hujan. “Pakai velg sepeda supaya ekonomis dan mudah didapat kalau perlu penggantian atau bikin lagi,” ujar Rosad.

Di kedua sisinya diberi sirip seperti kacamata kuda yang berfungsi layaknya kemudi. Turbin akan mengikuti arah datangnya angin lalu mengarahkan lingkaran turbin yang bisa berputar 360 derajat. Jadi, ke mana pun angin berembus, turbin akan selalu berputar.

Putaran pada pelek sepeda yang diembus angin menghasilkan medan magnet di generator hingga muncul arus listrik. Setrum kemudian dialirkan lewat kabel ke inverter yang mengubah arus searah menjadi dua arah. Inverter itu diletakkan di bawah tiang turbin di dalam kotak berbahan baja antikarat.

Dari inverter, setrum dialirkan ke baterai yang juga ditempatkan di dalam kotak. Untuk menyimpan setrum, digunakan baterai dari mobil truk yang dapat menyimpan daya sebesar 500-650 watt. Dari baterai, listrik dialirkan kembali ke inverter. Setelah itu, listrik baru masuk ke rumah lewat kabel dengan tegangan 220 volt.

Agar perangkat itu bisa bertahan lama, Instalasi listrik di rumah warga untuk sementara masih dibatasi untuk empat lampu LED di kamar atau ruangan yang berdaya total 20 watt. “Sesekali kalau ada hajatan, misalnya, boleh dipakai maksimal sampai 650 watt,” ujar Rosad.

tempo.co

 
1 comments
  Livefyre
  • Get Livefyre
  • FAQ