Mengenal Spesies Burung Baru Sulawesi

Written by Bagus Ramadhan Member at GNFI
Share this
0 shares
Comments
0 replies

Indonesia memang dikenal dengan negara yang menjadi rumah bagi banyak spesies burung. Berdasarkan data Burung Indonesia, Indonesia adalah rumah bagi seribu lima ratus lebih spesies burung. Angka itu berpotensi dapat bertambah bila alam Indonesia masih dapat terus terjaga kelestariannya. Sebab masih banyak wilayah hutan di Indonesia yang belum di eksplorasi untuk mencari spesies baru.

Seperti kelompok ahli ornitologi internasional dari Indonesia dan Amerika Serikat yang dipimpin oleh Dr. Berton Harris dari Princenton University yang telah menjelaskan secara rinci spesies baru Sikatan yang berasal dari Indonesia, Pulau Sulawesi. Sehingga spesies ini dapat dinyatakan sebagai spesies baru secara resmi pada akhir tahun 2014 yang lalu.

Sikatan Sulawesi, Muscicapa sodhii (Gambar: Teo Nam Siang)

Sikatan Sulawesi, Muscicapa sodhii (Gambar: Teo Nam Siang)

Spesies baru itu, bernama Sikatan Sulawesi (Muscicapa Sodhii), sudah menunggu deskripsi saintifik formal sejak 1997, yang saat itu ditemukan di Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah oleh wisatawan.

Awalnya, ketika pertama kali terlihat tahun 1997, jenis ini dianggap sebagai jenis sikatan yang telah dikenal sebelumnya yaitu sikatan bubik (Muscicapa griseisticta) sebab kedua burung ini (Sikatan Sulawesi dan Sikatan Bubik) memiliki ciri yang tidak jauh berbeda, yaitu memiliki ukuran tubuh mungil antara 12-14 cm serta warna bulu tubuh yang coklat keabu-abuan bagian atas dan bagian tubuh bawahnya berwarna putih dengan coretan abu-abu juga.

Wilayah persebarannya juga berada di kawasan Wallacea, namun tidak ditemukan di Nusa Tenggara Barat. Sementara habitatnya, berada di tepi hutan yang telah terbuka dan padang rumput. Umumnya, keberadaannya di Sulawesi terlihat mulai dari dataran rendah hingga ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut.

Dr. Harris dan para koleganya pergi ke Sulawesi tengah saat musim panas tahun 2011 dan 2012 untuk mengamati dan membuktikan bahwa burung yang ditemukan di sana sebenarnya adalah spesies baru.

Setelah berminggu-minggu tinggal di tenda dekat kota Baku Bakulu, akhirnya mereka menemukan burung itu di lokasi yang sama, di musim panas 2012 yang lalu dan menemukan beberapa ekor.

Pemeriksaan menyeluruh dilakukan pada burung ini, ukuran fisik, genetik, bulu, dan suaranya. Hasil yang didapatkan adalah dibandingkan dengan burung sikatan sejenis, burung ini memiliki sayap yang lebih pendek, paruhnya lebih melengkung seperti kait dan berbuntut lebih pendek.

Motif bulunya ternyata juga berbeda. Bulu diwajahnya yang lebih polos dan leher yang bergaris.

DNA spesies baru ini menunjukkan bahwa burung ini berkaitan erat dengan Sikatan Garis Abu-abu, dan lebih mirip dengan Sikatan Coklat Asia (Muscicapa dauurica siamensis) yang ada di Thailand.

Ketika bernyanyi, suara burung ini sedikit mirip seperti spesies burung Asia lainnya, bersiul, bercuit dan berceletuk, namun lebih tinggi suaranya dan memiliki nada yang lebih rendah.

“Kami beruntung dapat mendapatkan rekaman dari suara burung ini,” kata Dr. Pam Rasmussen, seorang penulis tentang burung ini yang karya ilmiahnya dipublikasikan di PLoS ONE berasal dari Michigan State University.

Meskipun Sikatan bergaris Sulawesi tidak membutuhkan hutan hujan yang lebat, namun sepertinya burung ini bergantung pada pohon-pohon tinggi di hutan.

“Pada saat ini, spesies ini tidak beresiko punah. Walaupun, masih ada kemungkinan perubahan bila pertanian diintensifkan di wilayah ini,” kata Dr. Rasmussen.

Nama latin yang diberikan para ilmuwan untuk burung ini berasal dari nama ahli ekologi dan ornitologi Dr. Navjot Sodhi yang merupakan Professor di National University of Singapore. Beberapa spesies hewan telah diberi nama dengan nama Prof. Sodhi, diantaranya seekor siput, seekor ikan dan setu genus baru dan spesies kepiting.

“Pemberian nama yang banyak menghormati Prof. Sodhi menunjukkan betapa pentingnya dia untuk para mahasiswanya dan kolaborator lainnya. Dia mungkin akan senang dengan temuan burung yang kami lakukan meskipun dirinya adalah ahli ornitologi, dan saat ini tinggal sedikit burung yang masih bisa ditemukan,” ujar Dr. Harris, seorang penulis utama dari karya ilmiah PLoS ONE.

sci-news.com

 
1 comments
  Livefyre
  • Get Livefyre
  • FAQ