Mahasiswa UGM berhasil Kembangkan Obat Luka Diabetes Melitus

Written by Bagus Ramadhan Member at GNFI
Share this
0 shares
Comments
20 replies

Diabetes Mellitus merupakan penyakit berisiko tinggi. Pasalnya penyembuhannya memerlukan usaha yang ekstra. Belum lagi bila terjadi luka, yang bagi para penderita diabetes akan sulit untuk mengering. Akibatnya bila tidak ditangani dengan baik pada kasus terburuk luka pada penderita diabetes dapat berujung pada tindakan amputasi.

Hal inilah yang menginspirasi sejumlah mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan dari Fakultas Farmasi UGM, Rahmad Dwi Ardhiansyah, Muhammad Nuriy Nuha Naufal, Muhamad Atabika Farma Nanda, dan Riefky Pradipta Baihaqie dan Kurnia Rahmawati. Para mahasiswa tersebut, mengembangkan obat penyembuh luka diabetes.

diabetes

“Obat yang kami kembangkan untuk menutup luka penderita Diabetes Mellitus. Karena luka ini susah menutup dan butuh waktu yang lama. Melalui penelitian, akhirnya kami kembangkan obat menggunakan bahan baku darah sapi,” kata Rahmad Dwi Ardhiansyah.

Rahmad mengungkapkan, waktu untuk menutup luka diabetes cukup lama. Dengan perlakuan medis standar, luka penderita diabetes mencapai 12 hingga 20 minggu. Sementara obat-obat yang tersedia untuk penyembuhan luka diabetes masih belum efektif menyembuhkan luka, karena tidak dapat meregenerasi kulit secara optimal.

Menurutnya, saat ini Indonesia masuk dalam kategori rawan Diabetes Mellitus. Saat ini Indonesia menduduki peringkat terbesar ke-5 di dunia, yaitu sebanyak 9,1 juta orang. Sehingga pengembangan obat untuk menyembuhkan luka diabetasi yang efektif sangat dibutuhkan. “Karena itu kami terinspirasi untuk membuat penelitian tersebut,” tandasnya.

Pengembangan obat untuk luka Diabetes Mellitus ini melibatkan bimbingan dosen drh. Yuda Heru Fibrianto, MP, Ph.D. Dari hasil penelitian ini, mampu mengembangkan obat luka. Bahkan bahan baku yang digunakan pun tidak susah didapatkan.

“Indonesia memiliki potensi pengembangan obat dari darah sapi yang bisa diperoleh dari rumah potong hewan (RPH) yang selama ini tidak termanfaatkan, dan cenderung mencemari lingkungan,” ungkapnya.

Menurut Rahmad, selama ini limbah darah sapi di RPH hanya dibuang dan mencemari lingkungan. Padahal dalam satu tahun di satu RPH bisa menghasilkan limbah darah sebanyak 88.088 liter. Ini belum dikalikan jumlah RPH yang tersebar di berbagai daerah.

Bahan baku ini yang kemudian dapat diolah dan selalu tersedia. Sehingga limbah darah ini kemudian diproses oleh kelima mahasiswa itu untuk menjadi obat. Darah sapi ini tidak melulu menjadi limbah, namun akan memiliki nilai ekonomi bila diolah dengan tepat.

“Apalagi bisnis potong sapi selalu ada di setiap daerah. Dengan pemanfaatan ini, darah tidak hanya terbuang percuma. Sehingga benar-benar optimal, bahkan dapat berguna bagi manusia,” ungkapnya.

Untuk mengembangkan obat luka Diabetes Mellitus melalui beberapa tahapan. Awalnya memisahkan platelet dari limbah darah sapi. Selanjutnya dari hasil pemisahan tersebut dicampurkan dengan basis cream (krim), sehingga menjadi homogen.

Krim ini, lanjut Kurnia Rahmawati, akan menjadi obat topikal pada kulit. Sifatnya mudah merekat pada luka. Dari perekatan tersebut, platelet akan mempengaruhi kesembuhan luka, sehingga luka akan sembuh secara cepat dan tanpa bekas.

Obat ini pun tetap melalui proses uji laboratorium, yaitu dengan diuji cobakan pada hewan berupa tikus yang mengalami diabetes.

Hasilnya menunjukkan obat yang dibuat dari limbah darah sapi tersebut sangat efektif untuk mengobati luka pada penderita Diabetes Mellitus. Hal itu ditandai dengan tingkat kesembuhan yang baik, dengan tidak adanya bekas pada luka kulit tikus.

“Hewan yang diaplikasikan limbah darah sapi memiliki kesembuhan luka lebih cepat dan tanpa bekas dibanding kelompok lain. Pada hari ke 11, sudah terlihat bahwa luka sudah menutup dan sembuh,” ungkap Kurnia.

Saat ini obat yang mereka kembangkan dalam proses paten. Selain sebagai luka pada penderita diabetes, dikatakan Kurnia, produk ini bisa dimanfaatkan untuk menyembuhkan luka bakar, luka gores, luka bekas bedah, maupun berbagai macam luka pada kulit.

Selain itu, penelitian ini juga mampu mengurangi pencemaran limbah darah sapi. Tak hanya itu, dengan pengembangan obat yang memenfaatkan bahan lokal dapat menekan biaya produksi. Dengan bahan baku yang melimpah sehingga lebih murah dibanding produk sejenis di pasaran.

“Untuk membuat obat luka komersil, Indonesia masih bergantung pada bahan baku obat luka dari luar negeri dan harga masih sangat mahal. Dengan pengembangan obat memanfaatkan bahan lokal dengan jumlah yang melimpah, harapannya bisa mengurangi ketergantungan pada produk impor,” ujarnya.

radarpekalongan.com

 
0 comments
  Livefyre
  • Get Livefyre
  • FAQ