Banyuwangi Ethno Carnival: Jembatan Tradisi dan Modernitas

Written by Farah Fitriani Faruq Member at GNFI
Share this
0 shares
Comments
0 replies

446465_620
Karnaval Orang-orang Banyuwangi atau dikenal juga dengan Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) telah menjadi jembatan budaya antara tradisi dengan modernitas, kata Bupati Banyuwangi, Jawa Timur, Abdullah Azwar Anas.

“Awal ide bergulirnya BEC ini ditentang sejumlah budayawan karena dianggap akan memberangus budaya lokal,” ujarnya di ajang BEC, Sabtu, 17 Oktober 2015.

Ia pun menimpali, “Setelah diskusi panjang dengan para budayawan dan seniman, akhirnya disepakati ide ini jalan. BEC akhirnya menjadi jembatan yang menghubungkan budaya lokal dengan modernitas.”

BEC berlangsung meriah dengan kegiatan parade busana yang diikuti ratusan peragawan dan peragawati membawakan busana pengantin khas Banyuwangi, yakni Suku Using dalam balutan kostum modern.

BEC tahun ini mengangkat tema “The Usingnese Royal Wedding”, yang mengetengahkan aneka busana khas pengantin di kabupaten paling timur Pulau Jawa itu.

“Kami terus konsisten mengeksplorasi budaya kami. Banyuwangi Ethno Carnival pun kami gelar dengan tema khusus tiap tahunnya karena budaya lokal kami memang sangat kaya,” ujarnya.

Ia mengemukakan, “Setelah tahun-tahun sebelumnya sempat mengangkat gandrung dan barong using, tahun ini yang kami persembahkan adalah tradisi pengantin Suku Using.”

Untuk itu, menurut dia, pemilihan tema yang akan diangkat dalam setiap kegiatan akbar budaya Banyuwangi merupakan hasil diskusi dengan sejumlah budayawan dan seniman Banyuwangi.

Hal itu, dikemukakannya, karena masyarakat setempat dinilai memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih tentang tradisi serta budaya yang berkembang di Banyuwangi.

“Dalam penyusunan temanya kami selalu melibatkan budayawan serta seniman. Selain mereka memiliki pengetahuan lebih, pelibatan mereka ini untuk menjaga norma serta pakem-pakem tradisi setiap atraksi budaya yang akan kami tampilkan,” ujarnya.

Selain itu, dikatakannya, “Saat daerah lain getol membawa tema global dalam event budaya lokal, kami justru memperkenalkan budaya lokal ke publik global.”

Karnaval yang memadukan modernitas dengan seni tradisional ini dibagi tiga subtema, yaitu Sembur Kemuning, Mupus Braen Blambangan, dan Sekar Kedaton Wetan.

Sembur Kemuning merupakan upacara adat pengantin masyarakat pesisiran di Banyuwangi. Peraga yang berperan menjadi pengantin mengenakan kostum dominasi warna kuning, orange dan ungu.

Adapun Mupus Braen Blambangan yang didominasi warna merah, hitam dan emas merupakan upacara adat pengantin masyarakat kelas menengah.

Kemudian, Sekar Kedaton Wetan merupakan upacara adat untuk pengantin kaum bangsawan yang nantinya akan diperagakan penampil dengan kostum dominasi warna hijau dan perak.

Pergelaran karnaval ini diawali tari gandrung kolosal. Setelahnya, disambung prosesi ritual adat kemanten Using, yakni perang bangkat. Sebuah ritus adat yang dilakukan dalam acara pernikahan apabila kedua mempelainya adalah anak terakhir atau anak “munjilan”.

disadur dari TEMPO

Written by Farah Fitriani Faruq Member at GNFI

A happy wife full of spirit in making a better Indonesia. Besides posting good news article, she freelances as an english teacher, translator, and Japanese interpreter. the Batam based woman worked as a legal consultant before deciding to fully work from home. You can find her by her online nickname: @farafit.

 
0 comments
  Livefyre
  • Get Livefyre
  • FAQ