Laksmi Pamuntjak dan Amba yang Mendunia

Written by Farah Fitriani Faruq Member at GNFI
Share this
0 shares
Comments
0 replies

PicMonkey Collage
Laksmi Pamuntjak, penulis perempuan Indonesia, menjadi sorotan dunia sastra internasional, khususnya Jerman, setelah novelnya “Amba” yang berlatar belakang peristiwa G-30-S/PKI diterjemahkan ke dalam Bahasa Jerman dalam judul “Alle Farben Rot”.

“Saya bangga sebab buku dan wajah saya terpampang di bus-bus Jerman. Buku saya sudah terbit dari bulan Mei ada waktu panjang untuk perkenalkan buku saya kepada khalayak Jerman. Saya merasa tersanjung, padahal banyak penulis tetapi belum seberuntung seperti saya,” katanya usai berbicara dalam diskusi tentang novelnya di Paviliun Indonesia pada pameran buku Frankfurt Book Fair 2015, Sabtu.

Soal jumlah buku yang sudah terjual, Laksmi mengaku belum mengetahui jumlahnya. Kendati demikian, dia optimistis selama beberapa bulan terakhir melakukan roadshow bukunya ke 12 kota di Jerman.

Mengenai tema novel terkait dengan kisah Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G-30-S/PKI) yang menjadi alasan bukunya banyak diterima warga Jerman, Laksmi mengatakan dalam konteks Jerman juga pernah mengalami masa lalu yang penuh trauma dan bagi mereka jarang berulang.

“Buku saya menjadi komparasi danperhatian lebih dari warga Jerman,” kata dia.

Akan tetapi, menurut Laksmi, buku Amba adalah sebuah novel bukan untuk mengoreksi sejarah.

“Saya hanya ingin mencipta ulang sejarah dengan huruf s kecil, tentang kisah-kisah manusia biasa yang tidak tercatat; tentang mereka yang tidak terlibat, tetapi hidupnya berubah dilimbur arus sejarah,” kata Laksmi.

Amba diterbitkan pertama kali pada 2012 dalam bahasa Inggris dengan judul The Question of Red, kemudian diterbitkan dalam bahasa Indonesia.

Amba telah diterbitkan ke dalam bahasa Belanda dengan judul “Of de Kleur van Rood”.

Berbagai media internasional bergantian mewawancarainya atas karyanya itu. Amba memang novel pertama Laksmi.

Tokoh yang ditonjolkan Laksmi dalam novelnya ini adalah Bisma, seorang dokter muda yang memilih tinggal di Pulau Buru untuk alasan kemanusiaan. Pertemuannya dengan Gerard membuat dia belajar banyak tentang paham kiri.

Pada 2006, Amba datang ke Pulau Buru untuk mencari Bhisma, yang merupakan ayah dari anak di luar nikah.

Sebelumnya, telah ada beberapa penulis Indonesia yang menulis cerita dengan latar peristiwa 1965.

Secara keseluruhan, Indonesia mengirimkan 79 orang penulis untuk mengikuti Frankfurt Book fair 2015 ini, di antaranya Sapardi Djoko Damono, Ayu Utami, Eka Kurniawan, Laksmi Pamuntjak, Sisca Soewitomo, A. Fuadi, Okky Madasari, Ahmad Tohari, Linda Christanty, Ratih Kumala, Leila S. Chudori, Yoris Sebastian, dan Suwati Kartiwa.

disadur dari ANTARANEWS

Written by Farah Fitriani Faruq Member at GNFI

A happy wife full of spirit in making a better Indonesia. Besides posting good news article, she freelances as an english teacher, translator, and Japanese interpreter. the Batam based woman worked as a legal consultant before deciding to fully work from home. You can find her by her online nickname: @farafit.

 
0 comments
  Livefyre
  • Get Livefyre
  • FAQ

Trackbacks

  1. Berantas Buta Aksara Dengan Menggunakan Aplikasi Buatan Anak Bangsa - Isi Good Isi Good says:

    […] Sumber: goodnewsfromindonesia.org […]