Mengenal Seren Taun di Tanah Pasundan

Written by Bagus Ramadhan Member at GNFI
Share this
0 shares
Comments
0 replies

Menghargai alam adalah nilai kearifan lokal yang sering dihargai oleh adat suku-suku di Indonesia. Sebab, mereka meyakini bahwa kehidupan yang baik seperti panen yang melimpah, banyak dipengaruhi oleh campur tangan alam. Untuk itu banyak komunitas adat di Nusantara yang masih melakukan upacara tradisi dalam rangka berterima kasih kepada alam. Salah satunya adalah upacara Seren Taun

Seren taun adalah upacara adat yang dilakukan setelah panen padi. Upacara ini dilakukan tiap tahun secara rutin dan diikuti seluruh warga desa mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Upacara ini telah menjadi tradisi selama ratusan tahun dan masih dilestarikan sampai saat ini.

seren taun

Seren Taun (Foto: Aditya Herlambang Putra / TEMPO)

Tradisi Upacara Adat Seren Taun ini sebenarnya merupakan salah satu bentuk rasa syukur dari masyarakat Sunda terhadap hasil panen yang telah didapat. Selain itu, upacara ini juga telah menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat sekitar, termasuk wisatawan lokal dan mancanegara. Setiap kali acara ini digelar, selalu banyak wisatawan yang datang berbondong-bondong untuk menyaksikan upacara adat ini.

Saat ini tinggal beberapa desa yang masih tetap menjalankan tradisi Seren Taun ini. Desa-desa yang masih menjalankan tradisi ini antara lain adalah Desa adat Sidang Barang, Desa Kanekes, Kasepuhan Banten Kidul, dan Desa Cigugur.

Upacara Seren Tahun bagi masyarakat adat menjadi sebuah hajatan kampung karena hampir semua warga di desa ini terlibat dan merayakan tradisi yang sudah berlangsung secara turun temurun ini.

Seren Taun berasal dari kata Seren dan Tahun. Dalam bahasa Sunda, Seren memiliki arti menyerahkan. Sedangkan Taun artinya Tahun. Sehingga Seren Taun dapat dimaknai sebagai prosesi serah terima dari panen tahun lalu untuk tahun mendatang. Upacara Adat Seren Taun dalam pandangan budaya Sunda adalah sebagai sarana untuk mengucap syukur kepada Tuhan untuk hasil panen yang telah diperoleh.

Bersyukur, artinya masyarakat di sini juga berkewajiban untuk bekerja keras sekaligus berdoa memohon agar panen di tahun mendatang lebih baik dari saat ini. Prosesi seserahan tersebut disimbolkan sebagai pemindahan padi menuju lumbung padi.

Dalam prosesi upacara adat ini terdapat prosesi mengangkut padi yang disebut dengan ngangkut pare. Prosesi ini, padi dari sawah diangkut ke lumbung padi atau leuit menggunakan pikulan khusus yang dikenal dengan rengkong. Selama padi diangkut menuju ke lumbung, rombongan pengangkut akan diiringi dengan tabuhan musik tradisional.

Setiap desa adat memiliki dua lumbung padi. Lumbung utama terdiri dari leuit sijimat, indung, dan inten. Leuit sendiri artinya adalah lumbung padi. Sementara itu lumbung yang kecil dikenal sebagai leuit leutik. Leuit utama digunakan sebagai tempat penyimpanan padi ibu dan pare bapak. Padi ibu ditutup menggunakan kain putih sedangkan pare babak ditutup dengan kain hitam. Padi yang disimpan ini nantinya akan digunakan oleh warga setempat sebagai benih untuk musim tanam selanjutnya.

Selain itu juga terdapat Leuit pangiring. Leuit ini menjadi lumbung cadangan yang akan menampung padi yang tidak cukup disimpan di Leuit induk.

Di beberapa desa adat, Seren Taun biasanya dimulai dengan mengambil air dari tujuh sumber mata air khusus. Air dari tujuh mata air tersebut kemudian disatukan di dalam satu wadah dan didoakan.

Setelah didoakan, air dicipratkan pada setiap orang hadir dalam dalam upacara. Ritual selanjutnya adalah sedekah kue. Dalam ritual ini warga yang hadir akan diberi kue yang ada di pikulan atau tampah.

Ritual dilanjutkan dengan penyembelihan kerbau. Hasil sembelihan kerbau ini kemudian dibagikan pada warga yang miskin dan dilanjutkan dengan acara penutup yaitu makan tumpeng bersama.

harianterbit.com

 
0 comments
  Livefyre
  • Get Livefyre
  • FAQ