Tumpeng Sewu, Tradisi Unik Menjelang Idul Adha di Banyuwangi

Written by Farah Fitriani Member at GNFI
Share this
0 shares
Comments
0 replies

Masayarakat Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, mempunyai tradisi Tumpeng Sewu yang dilaksanakan seminggu menjelang Idul Adha. Setiap keluarga yang tinggal di desa wisata tersebut membuat tumpeng pecel pitik lalu disajikan di tepi jalan dan dinikmati bersama dengan para pengunjung Kamis (17/9/2015) malam.

1300062tumpeng-sewu-12-780x390

Menurut Juhadi Timbul, tokoh adat Desa Kemiren, tradisi Tumpeng Sewu berasal dari Mbah Ramisin, warga desa setempat yang kesurupan dan mengaku sebagai Buyut Cili, sesepuh masyarakat setempat. Melalui perantara Mbah Ramisin, Buyut Cili meminta warga Desa Kemiren melakukan selamatan tolak bala menggunakan pecel pitik.

“Pada saat selamatan itu warga berdoa bersama agar dijauhkan dari bencana dan penyakit. Tradisi itu dilakukan secara turun temurun sampai sekarang,” jelas Juhadi.

Acara yang digelar setelah sholat magrib tersebut diawali dengan arak-arakan barong sepanjang jalan di Desa Kemiren. Di depan arak-arakan barong ada beberapa pemuda yang bertugas menyalakan obor yang diletakkan berjajar sepanjang jalan. Obor bambu berkaki empat tersebut dikenal dengan sebutan oncor ajug ajug.

Setelah obor menyala, doa bersama dimulai dipimpin oleh pemuka agama dengan menggunakan pengeras suara dari masjid yang berada di tengah desa. Tidak lama kemudian acara makan bersama pun berlangsung.

Semua warga dan pengunjung memenuhi sepanjang jalan Desa Kemiren untuk menikmati menu tumpeng pecel pitik yang telah disediakan di atas tikar yang digelar di pinggir jalan “Makan sini saja bareng-bareng lesehan. Nggak usah sungkan,” kata Siti Mutiah, warga Kemiren kepada rombongan anak muda yang melintas di halaman rumahnya.

Ia mengaku menyiapkan 3 tumpeng yang dimasak bersama dengan keluarganya. “Satu tumpeng untuk keluarga sendiri yang dua untuk pengunjung sini,” katanya.

Sejak dua tahun terakhir, tradisi tumpeng sewu sengaja diangkat ke dalam agenda pariwisata daerah bertajuk Banyuwangi Festival. Tujuannya untuk melestarikan kearifan lokal Banyuwangi sekaligus mengenalkan tradisi dan budaya daerah ke tingkat yang lebih luas.

“Tradisi Tumpeng Sewu ini bagian dari upaya merawat tradisi dan kearifan lokal. Tradisi ini juga menggambarkan keterbukaan dan keramahan Suku Using yang ingin kita kenalkan ke khalayak luas,” jelas Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas kepada KompasTravel, Kamis (17/9/2015).

Melengkapi tradisi Tumpeng Sewu, pada siang hari, warga desa melakukan ritual menjemur kasur secara massal. Uniknya, semua kasur yang dijemur berwarna hitam dan merah. Warga Suku Using beranggapan bahwa sumber penyakit datangnya dari tempat tidur, sehingga mereka menjemur kasur di halaman rumah masing-masing agar terhindar dari segala jenis penyakit. Penjemuran kasur ini bisa ditemui di sepanjang jalan Desa Kemiren, mulai pagi hingga sore.

disadur dari

KOMPAS.

Written by Farah Fitriani Member at GNFI

A happy wife full of spirit in making a better Indonesia. Besides posting good news article, she freelances as an english teacher, translator, and Japanese interpreter. Even though she's a little careless, her major is actually economic law from Padjajaran University and College of Business from Rikkyo University. She loves working in the legal field, but that's why she enjoyed her Legal consultant job. You can find her by her online nickname: @farafit.

 
1 comments
  Livefyre
  • Get Livefyre
  • FAQ
meicha_putriana
meicha_putriana

@GNFI bantu aku dong say:) klik dan join game di B88.in/1/ atau bospoker.com/1