Layak Kita Tunggu

Written by Akhyari Hananto Member at GNFI
Share this
0 shares
Comments
0 replies

by Akhyari Hananto

“Bandara ini hebat sekali. Nyaris sempurna” kata seorang kawan saya dari Detroit yang menemani saya ke Bali akhir tahun lalu. Dia yang baru saya kembali dari Melbourne dan Sydney di Australia mengatakan bahwa bandara-bandara di Australia sudah mulai ‘kalah’ dari Bandara Ngurah Rai yang baru itu.

Bandara baru Balikpapan, Kalimantan Timur

Saya kemudian bertanya “Why ‘almost’?”. Dia terkekeh, dan menyahut “Oke, Arry. You win, this is perfect!” . Hahahaa…sudah meladeni ‘paksaan’ saya. Saya sangat suka segala tentang dunia penerbangan, mulai dari maskapainya, teknologinya, airportnya, hingga desain-desain livery pesawat, dan lain-lain. Dan airport Bali, menurut saya selain desainnya yang chic dan sangat mencerminkan Bali, juga mempunyai kesan ‘berbeda’ dengan bandara manapun di dunia. Di bandara ini, wangi sesajen khas Bali menyeruak begitu kita ada di gedung terminal. Siapapun tentu akan merasa bahwa ..”oke, saya di pulau Dewata”.

Salah satu sudut Ngurah Rai Airport, Bali

Sebenarnya, tak hanya Bali yang punya airport baru, besar, dan bagus. Balikpapan, Medan (Kuala Namu), Makassar pun tak kalah cantiknya. Semuanya dikerjakan sendiri oleh putera-puteri Indonesia. Saya belum sempat ke bandara Sepinggan (Balikpapan) yang baru, namun saya akan ke sana sebelum akhir tahun ini. Namun, dari awal pengerjaan hingga beroperasi penuh sekarang ini, saya punya foto-fotonya.

 

Yang saya tunggu-tunggu sebenarnya adalah bandara baru Soekarno Hatta di Jakarta (Tangerang). Saya tahu terminal baru ini akan jadi paling cepat 1.5 tahun lagi, setiap saya ke Jakarta, saya melewati pembangunan bandara ini. Cukup besar…dan rasanya akan menjadi pembeda. Soekarno-Hatta airport memang sudah tak bisa optimal lagi. Kapasitas maksimalnya sudah terlewati setidaknya 5 tahun lalu. Bandara ini sudah begitu padatnya, sudah begitu sesaknya, dan terminal baru yang clean, rapi, teratur, harus segera diwujudkan. Saya bertemu dengan ibu Heera, seorang pengusaha garmen dari Bandung, yang mengeluh karena kekurangteraturan bandara, terutama terminal I. Saya yakin, banyak pembaca yang mengalami hal yang sama. Mulai dari antrian panjang saat masuk, saat checkin, saat masuk ruang tunggu, asap rokok, taksi gelap, dan belum lagi gate yang berubah-ubah.

Desain bandara Soekarno Hatta. Jadi tahun 2017

Satu lagi. Sudah lama sekali (sejak meninggalkan Jakarta 12 tahun lalu), saya tidak menginjak lahan parkir bandara tersebut, hingga bulan lalu saat saya dijemput panitia tempat saya memberikan seminar keesokan harinya. Saya tak menyangka, kawasan parkir itu begitu padat, susah masuk, susah dapat tempat kosong, dan susah keluar.

Tak heran sebenarnya. Bandara ini adalah bandara tersibuk di belahan bumi bagian selatan (southern hemisphere) dan tersibuk ke-8 di dunia, dengan melayani lebih dari 60 juta penumpang setiap tahun. Sulit membayangkan, sebuah bandara yang melayani penumpang 2 x lipat dari kapasitas maksimalnya (38 juta). Bayangkan, bandara Changi di Singapura yang punya 3 terminal (terminal ke-4 sedang dibangun) yang luas dan besar itu, ‘hanya’ melayani kurang lebih 54 juta penumpang setiap tahunnya.

Bu Heera membandingkan Soekarno-Hatta dengan Changi. “Saya ingin Soekarno-Hatta Airport itu kayak Changi. Begitu sampai, masuk terminal, langsung terasa adem, nyaman, menyenangkan. Mau transit 12 jam pun, saya mau di airport (seperti) itu”.

Layak ditunggu, seperti apa bandara baru yang sedang di bangun di sebelah Terminal 3 Soekarno-Hatta tersebut, tentu saja kita berharap bahwa bandara tersebut menjadi benchmark bandara-bandara lain, bukan hanya bandara yang nanggung dan akhirnya hanya akan menjadi ikon yang sama sekali tidak membanggakan.

Siapa yang tidak berharap, bandara terbesar dan tersibuk di Indonesia tersebut menjadi salah satu bandara terbaik di dunia?

Sekali lagi, layak kita tunggu.

 

 

 
0 comments
  Livefyre
  • Get Livefyre
  • FAQ