Wanita Batak ini Merupakan Konservator Museum Yahudi Terbesar di Eropa

Written by Fahmiranti Widazulfia Member at GNFI
Share this
0 shares
Comments
0 replies

Dia mempunyai keahlian yang tak dimiliki semua orang: konservasi kertas dan kulit. Anna Sembiring sehari-hari menjabat konservator senior Museum Polin, museum sejarah Yahudi di Polandia. Museum Polin, yang baru diresmikan setahun lalu, merupakan museum sejarah Yahudi terbesar di Eropa. Di sini tak hanya tersimpan manuskrip dan benda-benda budaya bangsa Yahudi yang berumur ratusan tahun, tapi juga jejak perjalanan bangsa itu, terutama di Polandia. Dan tugas Anna menjaga semua benda itu.

Anna Sembiring, Petugas konservasi POLIN Museum of The History of Polish Jews. TEMPO/ L.R. Baskoro

Anna Sembiring, Petugas konservasi POLIN Museum of The History of Polish Jews. TEMPO/ L.R. Baskoro

Dari kamarnya di lantai dua, perempuan yang lahir dari ibu berwarganegaraan Polandia dan ayah bersuku Batak Karo itu memantau “isi perut” Museum Polin, yang terletak di jantung Kota Warsawa, Polandia. Kamar yang juga berfungsi sebagai ruang kerja tersebut cukup luas, seukuran hampir separuh lapangan bulu tangkis. Sebuah meja besar, terbuat dari kayu cukup tebal, terbentang di tengah ruangan.

Yang menyedot perhatian di ruangan itu adalah beberapa perangkat untuk mengkonservasi koleksi museum, yang biasa disebut “eksponat”. Itulah perangkat vital yang digunakan Anna meneliti dan memperbaiki benda-benda bernilai historis untuk kemudian dipamerkan di Museum Polin.

“Ini untuk menghilangkan dan menyedot racun kimia yang mungkin menempel di eksponat,” kata perempuan 36 tahun tersebut. Alat yang ditunjuk Anna berbentuk kotak, dilengkapi semacam tabung di atasnya.

Menjabat konservator senior di museum yang didirikan Kementerian Kebudayaan dan The Association of the Jewish Historical Institute of Poland, tugas Anna terhitung berat. Dialah yang senantiasa memeriksa semua eksponat, terutama yang terbuat dari kertas dan kulit.

Benda-benda itu diletakkan di tempat khusus yang bahannya tidak terbuat dari material sembarangan. Kotak kaca, misalnya, mesti dilengkapi dengan filter ultraviolet, karena radiasi ultraviolet sangat berbahaya untuk tekstil dan kertas. Selain itu, mesti ada silika gel, yang berfungsi mengurangi kelembapan.

Sejumlah perangkat teknologi canggih—siang-malam—juga menjaga koleksi Museum Polin yang berjumlah sekitar 10 ribu benda. “Begitu pengunjung meningkat, suhu harus disesuaikan, supaya sirkulasi udara tetap terjaga,” ujarnya. “Jika tidak, koleksi museum yang ada di ruangan rusak.” Kata “rusak” tentu saja hal yang sangat tidak diinginkan orang-orang seperti Anna.

 

(L.R. BASKORO/tempo.co)