Merajut Keberagaman di Kampung Pancasila

Written by Faizal Bhima Member at GNFI
Share this
0 shares
Comments
0 replies

Kampung Pancasila adalah sebuah julukan yang diberikan oleh masyarakat seiring dengan suasana harmoni dan sikap toleransi beragama yang dilakukan warga Desa Balun, Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Desa Balun yang hanya berjarak selemparan batu dari pusat kota ini merupakan salah satu desa tua yang syarat dengan berbagai nilai sejarah, termasuk tentang penyebaran Islam oleh para santri murid Walisongo dan masih terkait dengan sejarah hari jadi Kota Lamongan.

Harmoni kerukunan antarumat beragama di Desa Balun sudah ada sejak lama dan terus terpelihara hingga saat ini. Kepala Desa Balun, Sudarjo mengatakan, pada tahun 1990-an, saat gencarnya penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), Desa Balun menjadi percontohan untuk pelaksanaan program pemerintah itu. Dan sejak saat itulah Desa Balun dikenal dengan julukan Kampung Pancasila.

Desa Balun yang memiliki wilayah seluas 621,103 hektar itu berpenduduk 4.730 jiwa dari 1.234 keluarga. Hingga saat ini penduduk Desa Balun tercatat terdiri dari 3.780 pemeluk Islam, 688 beragama Kristen, dan 282 penganut Hindu. Dalam kehidupan sehari-hari, warga Balun tidak tinggal secara berkelompok berdasarkan agama, tetapi bercampur menjadi satu.

Di Desa Balun tiga agama yang berkembang, Islam, Kristen, dan Hindu memiliki tempat ibadah yang saling berdekatan satu sama lain. Di sebelah barat lapangan desa berdiri Masjid Miftahul Huda berasitektur Timur Tengah dengan nuansa hijau dan kuning. Di selatan masjid terdapat Pura Sweta Maha Suci yang berasitektur Bali. Dan sekitar 70 meter di depan Masjid Miftahul Huda atau di timur lapangan desa terdapat Greja Kristen Jawi Wetan. Meskipun tempat ibadah berada dalam satu area namun warga Balun saling menghargai agama yang dianut masing-masing warga. 

Kerukunan tidak hanya tergambar dalam bangunan rumah ibadah yang bertetangga. Kegiatan yang melibatkan seluruh anggota masyarakat seperti kerja bakti dan peringatan hari besar nasional juga dilakukan bersama tanpa membedakan aliran kepercayaan. Demikian juga saat ada aktivitas di salah satu tempat ibadah. Ketika Ramadhan umat Islam yang tadarus membaca Al Quran di Masjid dengan pengeras suara hanya sampai pukul 22.00 agar tidak mengganggu umat lain. Umat Hindu tanpa diminta mengubah sendiri jadwal sembahyangnya. Kalau biasanya dilakukan sekitar pukul 19.00, selama bulan puasa jadwalnya diubah sebelum maghrib. Saat umat muslim Sholat Ied, umat lain ikut membantu mengatur parkir dan menjaga ketenangan. Ketika natal, banser ikut membantu polisi bersama umat Hindu menjaga keamanan. Dan saat Nyepi, umat lain tidak berisik saat keluar rumah dan hanya keluar seperlunya.

Harmoni kerukunan antar umat ini bermula saat suasana desa Balun mencekam akibat pengaruh G 30 S/PKI pada tahun 1965. Kemudian datanglah seorang prajurit Angkatan Darat bernama pak Bathi yang mencoba untuk menetralkan suasana Desa Balun dan akhirnya berhasil. Berkat usahanya tersebut, Pak Bathi diangkat menjadi kepala desa Balun pada masa itu . Pak Bathi adalah seseorang pemeluk agama Kristen Protestan sehingga secara tidak langsung sebagian warga di Desa Balun perlahan mengikuti agama yang dianutnya tersebut. Dan pada tahun yang sama yakni 1967 juga masuk pembawa agama Hindu yang datang dari Desa Plosowayuh yang terletak berdekatan dengan Desa Balun. 

Sebagai agama pendatang di Desa Balun, Kristen dan Hindu berkembang secara perlahan-lahan. Mulai melakukan sembahyang  di rumah tokoh-tokoh agama mereka, kemudian adanya pertambahan pemeluk baru dan dengan semangat swadaya yang tinggi, umat Kristen dan Hindu mulai membangun tempat ibadah sederhana dan setelah melewati tahap-tahap perkembangan sampai akhirnya berdirilah Gereja dan Pura yang megah.

Warga Desa Balun yang merasakan nyamannya hidup dengan kerukunan antar umat beragama pun berusaha menjaga kedamaian tersebut. Hal ini dibuktikan dengan adanya kesepakatan yang di deklarasikan pada tanggal 17 Juni 1998 antar warga di Desa Balun. Kesepakatan ini bertujuan agar seluruh warga Desa Balun mampu menjaga dan mengembangkan kerukunan serta toleransi antar umat beragama.

Written by Faizal Bhima Member at GNFI

Known as butiran koya

More post by Faizal Bhima
     
    0 comments
      Livefyre
    • Get Livefyre
    • FAQ