KRI Irian Kapal Perang terbesar di Asia yang pernah dimiliki Indonesia

Written by Bagus Ramadhan Member at GNFI
Share this
0 shares
Comments
0 replies

Kekuatan maritim bagi negara kepulauan seperti Indonesia adalah sebuah kemutlakan yang harus terus dijaga. Salah satunya adalah dengan memiliki kapal perang yang tanggung. Bila tahun depan Indonesia akan kedatangan 3 kapal selam baru, di masa lalu ternyata Indonesia sudah memiliki kekuatan laut yang tanggung dengan memiliki sebuah kapal perang terbesar yang pernah ada di Asia pada masa-masa perebutan kembali Irian Barat.

Kapal perang dengan jenis kapal penjelajah ringan (light cruiser class) ini diberi nama KRI Irian dengan nomor lambung 201. Dahulu kapal tersebut menjadi andalan Angkatan Laut Republik Indonesia untuk mengamankan kawasan laut Irian Barat.

Data tentang KRI Irian ditulis oleh Alexander Pavlov berjudul Cruisher of Indonesia dan ditulis dalam Sejarah Pengembangan dan Penggunaan Penjelajah Kelas Sverdlov. Dijelaskan bahwa kapal yang dibeli dari Uni Soviet ini kapal penjelajah ordzhonikidze dari armada Baltik angkatan laut Soviet.

KRI Irian 3

Pembelian KRI ini berawal dari modernisasi alutsista TNI AL (dahulu ALRI) yang dirintis oleh Mayjen A.H. Nasution (Alm) yang menjadi Menko Hankam/Kasab sejak 1957. Tim dari ALRI saat itu menyambangi Amerika Serikat mengajukan pinjaman untuk pembelian alutsista, tapi tidak ditanggapi. Sehingga pembelian di arahkan ke Moskow. Nikita Kruschev yang saat itu menjadi Perdana Menteri menyetujui proposal yang diajukan oleh ALRI, pembelian unit kapal disetujui dengan klausa kredit jangka panjang.

Kemudian pada tanggal 11 Januari 1961, pemerintah Soviet mulai menginstruksikan kepada Central Design Bureau untuk memodifikasi ordzhonikidze agar dapat digunakan di daerah tropis. Selanjutnya di tanggal 14 Februari 1961 kapal tiba di Sevastopol dan pada 5 April 1962 memulai uji coba lautnya. Saat itu, kru Indonesia sudah terbentuk. Mekanik kapal ini, Yathizan, kemudian hari menjadi Kepala Departemen Teknik ALRI.

Akhirnya Ordzhonikidze datang ke Surabaya pada 5 Agustus 1962, kapal ini dinyatakan keluar dari kedinasan AL Soviet pada 24 Januari 1963. Kapal perang besar dengan 12 meriam kaliber 6 inchi memiliki total berat 16,640 Ton ini dioperasikan oleh 1270 krew dengan 60 perwira.

KRI Irian 4

Uniknya jika melihat sejarah militer Soviet, mereka tidak pernah menjual kapal besar kepada negara lain kecuali kepada Indonesia. KRI Irian dipercaya merupakan salah satu kapal paling berbahaya di dunia dan memiliki kekuatan yang jauh lebih unggul dari kapal perang milik Belanda Hr. Ms. Evertsen.

Kehadiran kapal ini memberikan efek psikologis bagi Kapal perang AL Belanda, terutama Kapal Induk Belanda, Kareel Doorman. Kehadiran KRI Irian juga membuat AL Belanda mengurangi kehadirannya di perairan Irian Barat.

Pada 1964 Kapal Penjelajah ini mulai tidak efisiensi dan diputuskan untuk mengirim KRI Irian ke Galangan Kapal Vladivostok untuk perbaikan. Pada Maret 1964 KRI Irian sampai di Pabrik Dalzavod. Kemudian perbaikan kapal selesai pada Agustus 1964, kapal menuju Surabaya dengan dikawal destroyer AL Soviet. Namun pada tahun 1972 KRI Irian akhirnya dibebastugaskan di Taiwan.

Sejarah KRI Irian sejatinya membuktikan bahwa Republik Indonesia memang memiliki DNA maritim sejak kelahirannya. Maka sebuah keniscayaan bila Indonesia saat ini berusaha untuk kembali memperkuat kekuatan maritimnya diantara negara-negara superpower, karena Nenek moyangku adalah seorang pelaut.

*ditulis ulang dari artikel almarhum kontributor GNFI Reza Arroisi yang meninggal di Kairo, Mesir awal Agustus yang lalu.

 
0 comments
  Livefyre
  • Get Livefyre
  • FAQ