Finlandia, Maret 1940: Kekuatan Cinta pada Bangsa

Published by Akhyari Hananto Administrator at GNFI
Share this
0 shares
Comments
1 replies

by Akhyari Hananto

Bagi anda yang suka membaca sejarah, tentu tak akan melewatkan satu episode sejarah yang secara tragis mengubah wajah dunia selamanya. Yakni World War II, atau Perang Dunia II, sebuah tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah umat manusia, yang melibatkan atau setidaknya mempengaruhi hampir semua negara, dan menghilangkan sekitar 80 juta jiwa dalam rentang yang tak terlalu lama, yakni hanya 6 tahun, yakni dari 1939 hingga 1945.

Dalam episode Perang Dunia II yang sebenarnya relatif pendek tersebut, kita tentu mengenal beberapa kejadian penting yang diyakini begitu mengubah jalannya peperangan besar tersebut, mulai dari serangan pertama Nazi, jatuhnya Prancis, Battle of Britain, Operasi Barbarossa, pendaratan Normandy, atau pertempuran seperti Battle of the Bulge yang tak begitu berpengaruh pada jalannya perang. Namun ada satu hal penting yang tak banyak diingat orang, bahkan sering disebut the forgotten war, atau peperangan yang terlupakan.

Itulah Winter War (Perang Musim Dingin), peperangan yang brutal antara raksasa Uni Soviet melawan  si kecil Finlandia yang memang dimulai pada musim dingin di November 1939. Perang ini dilatarbelakangi oleh permintaan Stalin, pemimpin Soviet waktu itu, kepada Finlandia untuk menyerahkan pulau Hanko, Koivisto, dan beberapa pulau lain seperti Lavansari, Tyrtaersaari, Seiskari, dan semua pulau-pulau di Teluk Finlandia. Di samping ini Stalin menuntut penyerahan sebagian dari semenanjung dekat Petsamo, di sebelah utara Finlandia, Rybachi. Lebih jauh Soviet supaya perbatasannya di Isthmus Karelia yang letaknya berdekatan dengan Leningrad digeser. Dan sebagai imbalannya, Soviet menawarkan sebagian wilayahnya untuk ditukar, wilayah yang tidak begitu strategis.

Wilayah-wilayah yang diminta Soviet tersebut memang sangat berarti bagi kepentingan strategisnya. Finlandia yang lebih bersimpati pada Jerman daripada Soviet memilih untuk bersikap netral selama awal Perang Dunia II. Karena beranggapan Jerman letaknya sangat jauh sedangkan batas Soviet hanya beberapa puluh kilometer saja, maka tak ada pilihan lain bagi Finlandia untuk bersikap netral.  Tetapi netralitas Finlandia tidak bisa diterima Stalin. Finlandia terletak hanya 32 kilometer dari Leningrad, artinya tidak ada rintangan berarti jika Jerman kelak menyerbu dari jurusan Finlandia ke arah Leningrad,  kota paling penting di bagian barat Soviet. Karena alasan itu, Stalin memberi tuntutan yang sulit dipenuhi oleh Finlandia.

Dan permintaan itupun memang tak bisa dipenuhi. Dan inilah yang menjadi justifikasi sang raksasa Sovyet mengerahkan kekuatan besar untuk ‘menggilas’ tetangga kecilnya di sebelah barat tersebut.

Dan di pagi buta yang dingin pada 30 November 1939, tanpa menyatakan perang, tentara Soviet yang begitu besar menyerbu dengan gelombang tiga kali lipat lebih besar dari pendaratan Sekutu di Normandy. Waktu itu, Finlandia adalah negara yang tak sedang bersiap perang, pun tak menyangka akan menghadapi perang besar melawan negara dengan reputasi militer yang menggetarkan. Negara itu baru 22 menikmati udara kemerdekaan setelah lama dijajah Russia (yg kemudian masuk dalam Uni Soviet). Tentara Finlandia pun tak mempersiapkan diri untuk perang habis-habisan melawan kekuatan militer yang jauh lebih besar, lebih kuat, dan dilengkapi persenjataan modern. Sedangkan persenjataan Finlandia pun tak kalah memprihatinkan. Mereka masih banyak menggunakan persenjataan sisa-sisa Perang Dunia I, dan tak banyak berbelanja persenjataan selama masa damai. Sebagai gambaran, peralatan komunikasi antar satuan tempur, masih mengandalkan…pelari.

Seluruh dunia menantikan detik-detik kejatuhan Helsinki (ibukota Finlandia) dengan cepat. Negara dengan populasi 4 juta jiwa tersebut dipercaya tak akan mampu bertahan lebih dari 3 hari dalam menghadapi tentara soviet yang termekanisasi dengan baik. Apalagi, sebelumnya tentara Soviet sukses menduduki Polandia timur dengan cepat, dan korban jatuh di pihaknya kurang dari 1000 tentara. Banyak yang mengatakan bahwa pilihan ‘terbaik’ bagi Finlandia waktu itu, adalah menyerah.

Inilah ketidakseimbangan kekuatan keduanya:

Finlandia Soviet
Jumlah personel 340,000 998,100
Tank 32 6500
Pesawat Tempur 114 3880

Dan yang kemudian terjadi, benar-benar diluar dugaan semua orang, bahkan oleh rakyat Finlandia sendiri. Finlandia tak hanya diuntungkan dengan medan perang yang sudah mereka kenal, yakni tanah airnya sendiri, namun persatuan dan tekad seluruh bangsa untuk mengusir penyerang benar-benar terbentuk saat itu. Hampir tanpa komando, seluruh keluarga menyumbangkan makanan, pakaian, dan keperluan lain yang akan dipakai selama peperangan di garis depan, para pekerja ikut mengangkat senjata, para perempuannya membentuk dapur-dapur umum dan pos-pos kesehatan darurat. Mesin-mesin berat Soviet yang  kesusahan menembus kontur daratan Finlandia bagian timur dan hutannya yang lebat, dihadapi dengan prajurit-prajurit dengan mobilitas sempurna di medan salju, yakni dengan papan ski. Kelak, pasukan ski ini mendapat reputasi sangat tinggi sebagai bagian penting dalam peperangan ‘tak imbang’ ini.

Pasukan Ski Finlandia yang begitu menakutkan bagi Soviet

Tentara Soviet yang biasa perang dengan gelombang manusia dan tank yang maju bersamaan, dihadapi dengan tenang oleh prajurit-prajurit Finlandia yang berderet di parit-parit di sepanjang garis pertahanan. Di sinilah, korban jiwa di pihak Soviet tak terperikan.  Di 3 hari pertama saja, seratus lebih tank Soviet bisa dihancurkan, dengan ribuan korban tentara. Selain itu, 3 divisi tentara Soviet praktis mampu dilumpuhkan. Selama sebulan penuh, berkali-kali tentara Soviet berusaha menembus garis pertahanan Finlandia, dan berkali-kali pula berhasil dipukul mundur dengan korban jiwa dan material yang besar. Finlandia benar-benar berhasil memanfaatkan dukungan penuh seluruh negeri, musim dingin yang begitu menusuk tulang, pasukan-pasukan kecil yang efektif, serta mobilitas tentara ski yang sangat menakutkan, juga daratan yang tidak rata yang menghambat laju mesin perang Soviet, dan juga struktur komando tentara Soviet yang rumit.

Sejarah mencatat bahwa tumpukan mayat-mayat tentara Soviet tak sempat dikuburkan, dan membeku, menjadi tempat berlindung bagi pasukan yang lain dari tembakan musuh. Menjelang akhir tahun 1939, tentara Soviet dikumpulkan untuk fokus menyerang di dua titik, yakni di front Summa dan Lahde dengan harapan dapat memusatkan tenaga menghadapi pertahanan Finlandia yang mungkin sudah melemah. Dikumpulkannya ribuan tentara ini terbukti justru menjadi langkah buruk, dan menjadi sasaran tembak yang mudah. Sore harinya, ribuan tentara ski yang melaju kencang sambil memberondong mereka sekaligus melemparkan granat-granat tangan untuk menghancurkan peralatan perang Soviet di situ. Dua hari kemudian, pada 21 Desember 1939 yang bertepatan dengan ulang tahun sang pemimpin Soviet, Joseph Stalin, terhitung bahwa 7 divisi tempur Russia sudah dilumpuhkan, sekaligus hampir 300 tank berhasil dihancurkan.

Tentara Russia yang dilumpuhkan di Raate, Finlandia Tenggara

Pada bulan January 1940, kedua belah pihak menghentikan pertempuran dikarenakan suhu dingin yang tak tertahankan. Di bulan Februari, Soviet kembali mengumpulkan tenaga dengan mengirimkan bala bantuan sejumlah 45 divisi tentara (sekitar 750 ribu personil) dan menyerang habis-habisan kawasan hutan di Karelian Isthmus. Serangan tersebut didahului dengan bombardir artileri dalam jumlah besar dan didukung pemboman dari udara. Masifnya serangan Soviet kali ini nampak begitu besar dan terlalu mendadak untuk bisa dikalahan. Pun begitu, Finlandia masih mampu bertahan selama berminggu-minggu, sebelum akhirnya mereka kehabisan amunisi. Pada 12 Maret 1940, pasukan ski sudah benar-benar kehabisan peluru dan bahan bakar. Sehari setelahnya, gencatan senjata ditandatangani. Peperangan ini berimbas pada banyak hal, dan juga memicu berbagai kejadian-kejadian penting lain selama Perang Dunia II, termasuk keputusan Nazi Jerman menyerang Russia setahun sesudahnya.

Peperangan 105 hari ini tak pelak menjadi pertanyaan bagi banyak orang hingga kini. Bagaimana mungkin negara kecil dengan kekuatan militer kecil seperti Finlandia mampu menang perang melawan Soviet, negara besar yang dilanda euforia revolusi Bolshevik?

Banyak yang mengatakan karena musim dingin yang menguntugkan Finlandia. Atau tekstur medan pertempuran yang tak menguntungkan bagi mesin-mesin berat Soviet. Atau tentara-tentara Soviet yang masih bau kencur dan belum pernah menghadapi pertempuran besar. Atau karena struktur komando di militer Soviet yang tak membuka ruang inovasi di lapangan. Mungkin semuanya benar.

Tapi bukankah Finlandia bisa saja menyerah di awal tanpa harus berkeringat menghadapi amukan Soviet? Menurut para ahli sejarah, komitmen, kecintaan pada tanah air, dan persatuan di antara seluruh elemen Finlandia lah kunci utamanya. Seorang Finlandia yang saya temua beberapa waktu lalu (yang menceritakan kisah ini) bertutur bahwa orang Finlandia adalah orang-orang yang selalu berpikir optimis, dan yakin bisa melewati berbagai tantangan di depan. Ini juga kunci penting kemenangan tersebut, yang menjadi kebanggaan dan inspirasi bangsa tersebut hingga kini.

Maret 1940 menjadi saksi betapa kebulatan tekat dan kesatuan sebuah bangsa, mampu melewati banyak hal. Bahkan pertempuran paling brutal sekalipun.

 
0 comments
  Livefyre
  • Get Livefyre
  • FAQ