IMG_3496 Bibir Kawah menuju Puncak

Catatan Perjalanan Tim Ekspedisi GNFI Mengenang 200 Tahun Erupsi Gunung Tambora 1815-2015

Oleh: Subhan Yusuf

Prelude

“Hijrat Nabi Salla’llahi ‘alaihi wa sallama seribu dua ratus tiga puluh genap tahun, tahun Za pada hari Selasa waktu subuh sehari bulan Jumadilawal… Maka gelap berbalik lagi lebih dari pada malam itu, kemudian maka berbunyilah seperti bunyi meriam orang perang, kemudian maka turunlah kersik batu dan abu seperti dituang, lamanya tiga hari dua malam…”

*naskah Bo’ Sangaji Kai, catatan Kerajaan Bima.

Sekelumit catatan Kerajaan Bima diatas hanyalah sekilas impresi lokal tentang apa yang terjadi dua abad yang lampau di tanah Sumbawa, itu hanyalah sebaris kata yang terbata bata penuh linangan air mata, karena yang terjadi sebenarnya jauh lebih dahsyat, diluar jangkauan imajinasi manusia pada saat itu, pada kurun 1800-an. Terdapat banyak catatan dari pihak luar pulau Sumbawa mengenai kejadian yang meluluhlantakkan 3 teritori yang tersebar di seluruh kaki gunung ini, kerajaan Sanggar di timur laut, kerajaan Tambora di barat laut, dan kerajaan Pekat di sisi tenggara gunung yang sebelumnya memiliki kisaran ketinggian lebih dari 4000 Mdpl. Selain ketiga kerjaan itu, kerajaan Dompu, Bima dan Sumbawa diujung pulau Sumbawa pun merasakan dampak yang tidak kalah buruknya akibat terpapar fase Post-eruption Tambora. Bertahun-tahun pasca letusan, lahan tidak bisa di tanami, jumlah ternak ikut berkurang drastis, bencana kelaparan melanda penduduk pulau Sumbawa yang tersisa 30% setelah 117.000 atau setidaknya 92.000 nyawa melayang secara langsung maupun tidak langsung akibat letusan tersebut, letusan yang mengubah peradaban dunia, mengorbankan peradaban sekitarnya yang menurut Syair Khatib Luqman, adalah sebuah hukuman atas kelalaian sikap manusia pada Dzat Maha Kuasa. Event Tambora Menyapa Dunia yang di gaung oleh Pemprov Nusa Tenggara Barat, menjadi momentum untuk mengingat segala dimensi dari peristiwa tersebut. Salah satunya adalah momentum ziarah, karena memang peradaban telah hilang di sekitar kawasan Tambora tersebut.

Dengan semangat ziarah inilah kami memulai perencanaan pendakian puncak sisa kaldera Tambora tertinggi yang terukur pada ketinggian 2.851 mdpl.

TITIK START DAN CHECK POINT

Memulai perjalanan dari Kota Bima pada hari Senin jam 08 pagi tanggal 6 April 2015, tim pendaki menuju titik pertemuan dengan pendaki lain yang ada di kota Dompu. Setelah sampai di kota Dompu, jam 11 siang kami berangkat menuju pusat acara Tambora menyapa dunia di savana Doro Ncanga. Setelah dua jam menyusuri jalan yg sudah di aspal mulus, kami menyempatkan diri istrahat di mata air Oi Hodo, 1 jam sebelum Savana Doro Ncanga.

 

 oi hodo

Mata Air Oi Hodo, Kempo

Mata air Oi Hodo ini menjadi salah satu tujuan wisata keluarga yang berasal dari kabupaten Dompu dan sekitarnya, bahkan dari daerah Bima yang ada jauh di sebelah timur. Mata air di yang membentuk danau payau ini memang sangat dekat dengan bibir pantai. Tempat ini menjadi spot favorit untuk istirahat bagi pengendara yang menuju ke wilayah Tambora atau sebaliknya dari wilayah Tambora menuju Dompu.

Setelah puas menikmati suasana Oi Hodo, kamipun menuju savana Doro Ncanga yang berjarak kurang lebih 1 jam dari tempat wisata ini. Savana Doro Ncanga di pilih oleh pemprov ntb dan pemkab Dompu sebagai pusat acara Tambora menyapa dunia dengan banyak pertimbangan. Selain berada tidak terlalu jauh dari kaki gunung Tambora sebelah timur, savana Doro Ncanga juga relatif berada dekat dengan bibir laut dan sumber mata air Oi Rao yang akan men-suply kebutuhan para peserta kemah bersama yang di dari tanggal 6 – 11 april. Savana Doro Ncanga terhitung sangat luas dan di belah oleh jalan raya, penuh dengan ternak dan perkebunan rakyat.

 

oi rao

Mata air Oi Rao Spring Doro Peti, Pekat

IMG_3273 Habibat Tambora edit

Kawanan Ternak Savana Tambora

doro ncanga2

Savana Doro Ncanga

doro ncanga

Pendaki GNFI di Doro Ncanga Camping Center

IMG_3144 Tambora Tertutup Kabut 3

Puncak Tambora tertutup kabut, view dari Savana Doro Ncanga

Setelah sejenak beristrahat di savana Doro Ncanga, kamipun beranjak menuju jalur pendakian di desa Tambora, dusun pancasila. Meski terdapat banyak jalur pendakian menuju kawah Tambora, jalur pancasila-lah yang paling umum di kenal, karena melewati hutan rapat, terdapat banyak titik mata air, sehingga sangat membantu para pendaki. Selain itu, di jalur ini adalah jalur pertama yang dilalui oleh porter pertama pendakian Tambora yang tercatat dalam cerita masyarakat sekitar, almarhum Mai Kambilo, yang harus meregang nyawa di cemara tunggal, sekitar satu jam pendakian dari bibir kawah Tambora saat mengantar tamu asing.

PENDAKIAN

Jam 15.00 kami sampai di lapangan dusun pancasila, desa Tambora yang menjadi titik pendakian utama dalam rangka peringatan 200 tahun erupsi Tambora 1815-2015. Di sini kami berjumpa dengan ratusan pendaki lainnya yang melakukan registrasi pendakian. Kami memutuskan untuk istrahat sebelum melakukan pendakian pada esok harinya, selasa 7 april 2015.

 

IMG_3321 Desa Tambora Dusun Pancasila 1

IMG_3324 Para Pendaki Jalur Pancasila

Pendaki Melakukan Registrasi Sebelum Memulai Pendakian

jalur daki

Gerbang Pendakian

Selasa 7 april 2015, jam 12.00 kami memulai pendakian setelah melakukan registrasi yang ditandai juga dengan penyerahan kantung plastik jumbo dari panitia untuk membawa pulang sampah sampah yang di temui disepanjang jalur pendakian. Setelah berdoa, kamipun memulai pendakian.

POS I

Jalur pendakian awal ini melewati kebun kopi yang rimbun di kiri kanan jalur pendakian, sampai pada Pos bayangan. Selain melewati kebun kopi, jalur ini juga melewati tempat ibadah umat Hindu, Pura Jagat Agung. Pada jam 4 sore, kami sampai pada Pos I, disini terdapat jalur pipa air yang berasal dari mata air pegunungan Tambora. Kami pun beristrahat sejenak. Sangat disayangkan kemudian jika kami menemukan fakta bahwa kebanyakan plang penanda Pos pendakian langsung di tempelkan dengan paku pada pohon, meski pada event Tambora menyapa dunia ini dibuatkan beberapa Posko peristirahatan baru, setidaknya sampai Pos 3. Contohnya pada penanda Pos i ini, tandanya langsung ditempel/dipaku pada pohon.

 

pos 1

Penanda Pos I, Ketinggian 1200 Mdpl

Setelah istirahat, tim kemudian terpisah di Pos I, sebagian memutuskan untuk check-in/gelar tenda dan menginap dan sebagaiannya melanjutkan perjalanan menuju Pos 3. Leader hiker pun memulai perjalanan pada pukul 5 sore, Selasa 07 april 2015.

Tim pendaki pertama ini kemudian menempuh jalur menanjak yang tidak terlalu ekstrim menuju Pos 3, dengan hanya mengisi perbekalan air pada Pos 2. Pada pukul 8.30 malam, tim berhasil sampai pada Pos 3, menggelar tenda untuk kemudian istirahat, menunggu jam pendakian jam 4 subuh.

IMG_3732 pos 3 - turun

Pos 3, Ketinggian 1600 Mdpl

Setelah istrahat secukupnya, tim bersiap untuk melanjutkan pendakian. Tim memutuskan untuk membawa ransum saja dari Pos 3, Tenda dan peralatan berat ditinggal. Ba’da subuh, tim memulai pendakian melalui jalur yang cukup ekstrim menuju Pos 4 diketinggian 1900 mdpl. Menuju Pos 4 ini harus hati hati, karena di kiri kanan jalur setapak masih banyak ditemukan tanaman yang berbahaya, yaitu jelatang jenis jelatang api. Salah satu anggota tim telah merasakan sengatan jelatang ini sejak dari Pos I, efek nya terasa sampai Pos 4, artinya efeknya berlangsung selama 12 jam.

IMG_3710 pos 4

Pos 4, Ketinggian 1900 Mdpl

Di Pos 4, tim hanya istirahat seperlunya, pendakian kemudian berlanjut menuju Pos 5. Pos terakhir sebelum pendakian menuju lingkaran kawah Tambora yang memiliki ukuran diameter sepanjang 8 kilometer ini kami capai pada jam 7 pagi. Perjalanan menuju Pos 5 ini masih melewati hutan, meski sudah tidak terlalu rapat lagi, pemandangan sudah mulai terbuka, di kejauhan puncak gunung rinjani di pulau lombok-pun terlihat diantara kabut pagi yang menyelimuti sekeliling lereng gunung Tambora.

rinjani

Puncak Gunung Rinjani Terlihat Dari Lereng Gunung Tambora

pos 5

Pos 5, Ketinggian 2080 Mdpl

Tanpa istirahat, tim memutuskan langsung mendaki menuju kawah Tambora, di waktu pagi di ketinggian 2080 mdpl, suhu sangat dingin. Jalur menuju kawah ini dimulai dengan mendaki lereng edelweiss yang lumayan curam, jika tidak berhati hati, dipastikan akan terpeleset dan bisa terguling sampai ke dasar lembah.

Setelah mendaki dan menyusuri jalur sempit di punggung lembah, kami pun berhasil mencapai bibir kawah Tambora yang pada saat itu masih mengepulkan asap dari kepundan Doro Afi Toi.

kawah

IMG_5090

Kepulan Asap Dari Doro Afi Toi Di Dasar Kawah Tambora

Setelah menyusuri jalur landai berpasir selama kurang lebih satu jam, tim pun berhasil mencapai bibir kawah tertinggi Tambora yang terletak pada ketinggian 2851 mdpl.

IMG_3513

IMG_3596 Bibir Kawah menuju Puncak

IMG_5032

Pengibaran Bendera Merah Putih sepanjang 200m oleh Mapala STIE Dompu

kawah222

IMG_3624

GNFI Mencapai Puncak Tambora, Rabu 8 April 2015 09.00 A.M

Setelah menghabiskan waktu dipuncak dengan saling mengucapkan selamat, tim kemudian sejenak berdoa bersama untuk mengenang peristiwa letusan yang merubah peradaban lokal bahkan peradaban dunia. Meski keindahan tatkala berada di puncak Tambora seakan tak ada habisnya, tim harus segera turun untuk menghindari kabut tebal yang mulai merayapi lereng gunung Tambora.

kabut

Kabut Yang Menghalangi Jalur Turun Dari Bahu Kiri Puncak Gunung Tambora

Jam 03.00 sore, kami sampai pada kuburan Mai Kambilo, bersama tim bergabung kawan kawan pendaki yang lain, kami sejenak berkumpul bersama untuk mengirimkan doa bagi semua arwah, dan terkhusus arwah Mai Kambilo. Sebagai penutup doa, kami memanjatkan harapan agar perjalanan menurun dari puncak selamat sentosa sampai Desa Pancasila, karena Tim ekspedisi telah berkomitment untuk langsung menuju Desa Tambora dan hanya mampir di Pos 3 untuk membongkar tenda.

Dengan berjuta kesan kami menapaki jalur menurun meliwati Pos 5 dan Pos 4. Jam 5 sore kami sampai di Pos 3 untuk membongkar tenda dan mengumpulkan sampah-sampah untuk dibawa turun menuju desa. Setelah menunaikan ibadah sholat magrib, tim pun kembali menapaki jalur menurun menuju Pos 1 untuk sejenak beristrahat. Perjalanan turun menembus hutan dalam gelapnya malam memberi kesan dan sensasi tersendiri, selain deru nafas yang terus memburu, suara alam seakan menimpali dengan harmonis. Pendakian Tim ekspedisi berlangsung pada cuaca cerah dan tidak diguyur hujan, tidak seperti tim pendaki sehari sebelumnya yang diguyur hujan menuju dan dari puncak.

Kamis dini hari jam 1.55 AM, kamipun tiba di Desa Tambora, Dusun Pancasila, setelah melapor diri dan menyimpan sampah pada bank sampah, kamipun beristrahat sambil merekam dalam ingatan betapa banyaknya pesan pesan alam yang terbawa oleh bisikan angin disela dedaunan cemara, mengingatkan kami semua bahwa dua abad yang lampau, kawasan Tambora merupakan kawasan yang sangat ramai, hujan material dari kawah yang membara dua abad yang lampau pula yang mengubur sekaligus merubah kondisi peradaban di sekitarnya.

turun

Tambora, terima kasih telah menerima kami dengan baik, teramat sangat baik …