Kue pipih itu berwarna kuning. Permukaannya nampak seperti pori-pori kulit manusia. Bagian bawahnya keras, sisa dari tempaan panas di dasar loyang.  Kue ini biasa tersaji dalam potongan persegi. Saat dimakan, citarasa legit tercampur dengan sensasi kenyal di lidah. Aroma harum pandan menyengat. Kue inilah yang dikenal akrab dengan nama bika ambon.

Bika ambon menjadi kuliner ringan yang tak hanya khas dirasa, namun juga unik dinama. Ia dikenal sebagai ciri khas kota Medan, Sumatera Utara, meski namanya bika ambon, bukan bika Medan.

Semasa Belanda masih ada di Tanah Deli, seorang Tionghoa melakukan eksperimen dengan sebuah kue. Ia melakukannya di rumah, tak jauh dari kawasan Jalan Majapahit, Medan. Setelah matang, kue tersebut lalu dicobakan pada pembantunya, seorang pria asal Ambon. Pria tersebut sangat menyukai kue itu, hingga memakannya dengan lahap.

“Kemudian dinamakanlah bika ambon,” kisah Lia, salah seorang pemiliki toko bika ambon di Jalan Majapahit.

Akan tetapi, sesungguhnya Lia sendiri tak dapat memastikan keabsahan kisah sejarah kue khas ini. Karena penasaran, saya pun tertarik untuk memperhatikan bagaimana Lia membuat kue tersebut.

Pembuatan

Sembari memanaskan bika yang telah matang sejak semalam, Lia mulai mempersiapkan bika baru untuk dimasak pada hari itu. Dengan dibantu dua orang karyawannya, wanita paruh baya ini mempersiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan.

Tepung tapioka, gula pasir, telur, santan, daun jeruk, dan daun pandan nampak mulai diletakkan sesuai wadahnya. Tak ketinggalan pula nira sebagai bahan utama. Nira adalah penentu rasa khas pada bika ambon.

Lia bercerita, beberapa waktu lalu sempat ada isu bika ambon tidak halal karena menggunakan tuak.

“Ada memang yang menggunakan tuak, tapi sebenarnya juga bisa digantikan dengan nira,” ujar Lia sembari menambahkan bahwa beberapa pedagang bika ambon kini telah memiliki sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia. Ia sendiri memajang besar-besar sertifikat tersebut di tokonya.

Saat mulai mengolah bika ambon, santan adalah bahan yang pertama kali disentuh Lia. Sari kelapa tersebut direbus dengan daun jeruk dan daun pandan. Setelah didinginkan, bahan-bahan lain seperti telur, tepung, nira, dan gula mulai dimasukkan satu per satu. Lia kemudian mengaduk campuran tersebut hingga membentuk adonan.

Proses pengendapan adonan itu membutuhkan waktu enam jam. Setelah itulah Lia baru akan mempersiapkan loyang untuk membakar adonan tersebut hingga matang. Aroma menggoda yang menyeruak  akan menjadi penanda matangnya si bika ambon.

Aktivitas dini hari yang Lia lakukan ini merupakan hal biasa di kawasan Jalan Majapahit. Sejak 1980-an, kawasan ini mulai meramai sebagai sentra penjualan bika ambon di Medan. Lia hanyalah salah satu dari sekian banyak pedagang bika ambon di kawasan tersebut. Setelah memasuki masa pensiun, Lia bersama suami mulai membuka usaha itu sejak 2002 lalu.

“Saya lalu belajar dari penjual-penjual lain di sini,” ucap Lia.

Kini,  bika ambon yang dapat ditemukan di kawasan ini pun tak lagi hanya berwarna kuning.  Berbagai varian warna sudah dapat ditemukan sesuai rasanya. Nampak betul bahwa bika ambon berhasil beradaptasi mengikuti laju zamannya.

Menurut Lia, dalam satu hari, jika sedang ramai, dagangannya bisa terjual antara seribu hingga dua ribu kotak. Para pembeli rata-rata membelinya sebagai oleh-oleh.

Jejak

Nama bika ambon memang unik. Meski ada ada kata “ambon” pada namanya, namun kue tersebut justru tidak populer di ibukota Provinsi Maluku itu. Rasa penasaran saya untuk meraba jejak bika ambon membuat saya kemudian menelusuri Jalan Ambon. Akan tetapi, jejak tersebut justru tak tertinggal di sini.

Dalam buku Bunga Angin Portugis di Nusantara, Jejak-jejak Kebudayaan Portugis di Nusantara (2008) karya Paramita R Abdurrahman, disebutkan bahwa salah satu peninggalan Portugis di Maluku adalah tradisi kuliner. Di antara berbagai jenis kuliner yang diperkenalkan kepada penduduk setempat, satu di antaranya adalah bika. Namun tak ada yang bisa menjelaskan bagaimana kue tersebut dibawa atau diperkenalkan oleh orang Ambon ke Medan, atau bagaimana ia bisa bernama bika ambon.

Saya kemudian mengingat bahwa sejak 1970-an, bika ambon selalu dihidangkan sebagai kudapan menikmati es krim. Maka, saya pun kemudian mengarahkan tujuan pada gerai es krim tertua di kota ini, Es Krim Ria. Gerai ini terletak di Jalan Garut, tak jauh dari Jalan Ambon.

Sim Polim, sang pemilik gerai, mengaku tak turut mengetahui asal muasal bika ambon tersebut.

“Kalau tidak salah, ada orang yang menitipkannya pada kami waktu itu,” ucap pria berusia 79 tahun ini sambil tersenyum.

Saya lalu mencoba mengorek kisah kue itu dari Profesor Chalidda Fachruddin, Guru Besar Departemen Antropologi Universitas Sumatera Utara. Ia mengaku sejak 1941 telah mengenal adanya bika ambon.

“Waktu kecil dulu, keluarga saya suka membuat kue tersebut,” ungkapnya.

Namun sayangnya, ia juga tak mengetahui sejarah kue itu. Yang pasti, menurut Chalidda, warga keturunan Tionghoalah yang pertama kali mempopulerkan kue ini.

Hingga kini, memang belum ada yang berhasil memastikan sejarah bika ambon. Artinya, masih ada jejak sosiokultur yang belum tersibak pada sepotong kue bika ambon ini. Dan, ini menarik untuk ditelusuri.

Atau..ada yang tahu?

 

Lentera Timur

LenteraTimur.com

 

Advertisement Advertise your own
Ads Telkom Indonesia
0 Komentar
Tambahkan komentar dengan Akun GNFI / Facebook ...
READ NEXT
BACK TO TOP
Startup-startup terbaik Indonesia
Startup-startup terbaik Indonesia
INFOGRAFIS 44 minutes ago
Dolo-dolo Bagi para Pemburu Gerhana Matahari Total di Tidore
Dolo-dolo Bagi para Pemburu Gerhana Matahari Total di Tidore
Tak hanya menyiapkan berbagai fasilitas dan acara untuk wisatawan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara telah menyiapkan sebuah tradisi budaya. Mereka akan menyuguhkan tradisi dolo-dolo kepada para wisatawan mancanegara saat Gerhana Matahari Total (GMT) berlangsung.Dolo-dolo merupakan sebuah tradisi budaya yang biasa dilakukan ketika terjadi gerhana matahari atau
Danau ini Simpan "Buku Sejarah" Iklim Terlengkap di Nusantara
Danau ini Simpan "Buku Sejarah" Iklim Terlengkap di Nusantara
Danau Towuti di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, menyimpan "buku sejarah" iklim terlengkap di Indonesia. "Buku sejarah" itu berupa lapisan-lapisan sedimen yang berada di dasarnya.
Inilah 9 Danau Terbesar Di Indonesia
Inilah 9 Danau Terbesar Di Indonesia
Danau adalah cekungan besar di permukaan bumi yang digenangi oleh air, baik air tawar maupun asin, yang keseluruhan cekungan tersebut dikelilingi oleh daratan. Karenanya untuk menentukan ukuran (besarnya) danau perlu memperhatikan paling tidak dua aspek yaitu luas permukaan dan volume air. Jumlah danau di Indonesia mencapai ribuan. Menurut data Kementerian Lingkungan
Inilah Masjid Tertua di Kalimantan Barat yang Indah
Inilah Masjid Tertua di Kalimantan Barat yang Indah
Masjid ini dahulu pernah direnovasi oleh Sultan Muhammad Sjafiuddin II. Lokasi masjid sebelumnya merupakan kediaman Sultan Umar Akamuddin I (1708-1732M) yang kemudian berubah fungsi menjadi sebuah mushola. Inilah Masjid Jami Kesultanan Sambas yang merupakan masjid tertua di Kalimantan Barat. Pemberian nama masjid ini dilakukan oleh Sultan Muhammad Sjafiuddin II. Masjid ini
Sajian Istimewa dari Tanah Rempah
Sajian Istimewa dari Tanah Rempah
Sejak dahulu tanah Maluku terkenal dengan kekayaan rempah-rempahnya. Masyarakat Maluku bahkan pandai untuk memodifikasi atau meracik berbagai ragam kuliner mulai dari makanan hingga minuman dengan bahan dasar rempah. Ragam kuliner tersebut menghasilkan sajian istimewa nan khas yang mampu menggugah selera setiap orang yang mencicipinya.