Saatnya makin mendunia

Written by Akhyari Hananto Member at GNFI
Share this
0 shares
Comments
1 replies

By Ahmad Cholis Hamzah*
Perusahaan Multinational Corporation atau MNC adalah perusahaan raksasa dunia yang operasi bisnisnya berada di luar batas negaranya sendiri. Perusahaan seperti ini dikenal sebagai perusahaan yang terus menerus melakukan Research and Development, menguasai pangsa pasar global, mampu melakukan mobilisasi resource nya secara global dan banyak yang menjadi market leader di bidangnya masing-masing. Penghasilan perusahaan2 tersebut dalam satu tahun ada yang 4-5 kalinya APBN suatu negara berkembang. Dan ibarat jumlah MNC itu 5.000; maka 3.000 nya milik Amerika Serikat; sisanya milik Negara-negara maju lainnya seperti Jerman, Jepang, Perancis termasuk MNC2 yang baru seperti Petronas – Malaysia, Temasek – Singapura, Hyundai, KIA, LG, Samsung – Korea Selatan dsb.

Dulu ketika saya mengajar mahasiswa, saya menanyakan “kenapa Indonesia tidak memiliki MNC?”. Tidak ada yang menjawab pertanyaan saya itu. Baru baru ini saya ditunjuk menjadi moderator oleh Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga dalam acara bedah buku yang ditulis Dr. Ir. Dwi Soetjipto MM, CEO dari PT. Semen Indonesia yang berjudul “Road to Semen Indonesia, Transformasi Korporasi Mengubah Konflik Menjadi Kekuatan”. Pertanyaan diatas terjawab. Saya menjelaskan pada seluruh hadirin bahwa Indonesia mulai menunjukkan dunia bahwa perusahaan-perusahaan Indonesia juga mampu menjadi Global Players; contohnya ya PT. Semen Indonesia ini. Perusahaan milik BUMN ini dulu pernah rugi, lalu untung milyaran rupiah, sekarang bisa meraih keuntungan triliuan rupiah.

Mas Dwi Soetjipto – begitu saya panggilnya berhasil menyatukan ego sentris tiga perusahaan semen nasional Semen Gresik, Tonasa Makassar dan Semen Padang menjadi kekuatan raksasa semen nasional bahkan sudah meng akuisisi perusahaan semen Vietnam Thang Long, dan juga mulai merebut pasar semen di Negara-negara tetangga Vietnam seperti Myanmar dan Laos. Tidak hanya PT. Semen Indonesia, BUMN lainnya seperti Bank Mandiri dan Pertamina juga sudah di akui menjadi pemain global dibidangnya masing-masing. Selain itu ada banyak perusahaan swasta di Indonesia ini yang juga mampu menerobos batas-batas Negara.

Mas Dwi dalam acara bedah buku itu menyebutkan bahwa untuk menjadi pemain global maka yang diperlukan adalah terus menerus melakukan inovasi dan memiliki jiwa extrovert. Memang benar, apabila perusahaan – perusahaan di Indonesia memiliki jiwa Introvert maka mereka akan menjadi jago kandang atau tidak berani bersaing di kancah global. Selain itu inovasi harus menjadi “life style” sehari hari agar menemukan cara-cara atau produk yang lebih efisien dan bermutu sesuai dengan standar global.

Perusahaan MNC di dunia ini memang berhasil menjadi tangguh di persaingan global karena mereka selalu melakukan inovasi secara inten, terus menerus tanpa henti. Inovasi tidak hanya mencari produk baru, tapi juga ide baru, cara baru, manajemen baru, strategi baru dsb.

Negeri kita dengan berbagai kelemahannya, kesulitanya, level kita harusnya sudah bukan lagi ASEAN tapi sudah dunia. Peranan Indonesia di berbagai bidang pun harusnya sudah diakui dunia (meskipun jarang negara-negara maju mengakui secara terang2an posisi penting Indonesia ini); dan mereka melihat potensi Indonesia yang begitu besar. Allah menganugerahkan Indonesia kekayaan yang Negara-negara lain tidak punya berupa sumber daya alam dan sumber manusia yang besar. Sekarang tergantung pada seluruh elemen bangsa ini termasuk perusahaan-perusahaan baik milik pemerintah maupun swasta untuk menggunakan berbagai sumber kekayaan negeri ini bagi kemajuan agar jumlah perusahaan anak bangsa yang menjadi pemain global akan terus berkembang.

Globalisasi tidak boleh hanya di persepsikan bahwa Negara asing akan menyerang pasar dalam negeri; namun itu juga harus dipersepsikan bahwa perusahaan-perusahaan Indonesia memiliki kesempatan besar untuk masuk pasar global; menjadi MNC-MNC yang tangguh yang bertebaran di bumi ini. Hal itu bisa terjadi karena kita bukan bangsa yang kecil; atau kalau memakai kata-kata Bung Karno dulu “Kita bukan bangsa tempe” atau “Kita bukan bangsa kuli”.

*Alumni University of London dan Universitas Airlangga Surabaya,
Dosen di STIE PERBANAS Surabaya.

 
0 comments
  Livefyre
  • Get Livefyre
  • FAQ