800px-Akademik_Shokalskiy_(Schiff)

Mungkin tak banyak orang di Indonesia yang mengikuti sebuah berita yang dikabarkan secara luas oleh berbagai media dunia, tentang upaya evakuasi para peneliti, ilmuwan, jurnalis, dan kru kapal pemecah es Akademik Shokalskiy milik Russia yang terjebak dalam kubangan es beku di Kutub Selatan (Antartika). Pada akhir tahun lalu, kapal Akademik Shokalskiy sendiri disewa oleh Australasian Antarctic Expedition 2013-2014 dalam misi penelitian di Antartika terkait pemanasan global.

Di luar perkiraan, kapal tersebut terjebak di dalam tebal dan bekunya es antartika, dan dari disinilah media-media dunia tak pernah lepas mengabarkan kabar 74 penumpang kapal tersebut, yang terjebak jauh dari mana-mana. Pesan SOS kapal tersebut diterima oleh tiga kapal yang berada tak begitu jauh dari lokasi, yakni kapal peneliti milik Prancis L’Astrolabe, dan kapal pemecah es milik China Xue Long (konon berarti “Naga Salju”), dan kapal pemecah es milik Australia, Aurora Australis. Keduanya bergegas menuju lokasi dalam upaya penyelamatan para penumpang dan kru Akademik Shokalskiy, yang selain tak bisa ‘digerakkan’ sama sekali, juga ternyata lokasinya tak bisa didekati, karena tebalnya es.

 

Aurora Australis

Kapal Prancis L’Astrolabe akhirnya putar haluan karena begitu buruknya cuaca dan tebalnya es, Xue Long dan Aurora Australis pun tak bisa mendekati lokasi, bahkan Xue Long sendiri akhirnya terjebak ice tebal dan tidak bisa menggerakkan badannya. Sehingga kini korban yang terjebak pun bertambah. Beruntunglah kapal Xue Long membawa helicopter, dan dipergunakan untuk mengangkut para penumpang dari Akademik Shokalskiy ke Aurora Australis secara bertahap. Sehingga mereka yang terjebak di Akademik Shokalskiy tak harus keluar dari kapalnya, dan berjalan jauh ke Aurora Australis yang beruntung masih di open sea. Hal ini dilakukan pada 2 Januari 2014.
Lalu bagaimana dengan Xue Long dan Akademik Shokalskiy yang masih terjebak bersama para krunya? Kapal pemecah raksasa milik AS, Polar Star, ternyata sedang berlabuh di Sydney, dan telah diminta otoritas Australia untuk menolong kapal yang terjebak. 8 hari perjalanan ke lokasi. Pada tanggal 4 Januari, Polar Star mulai meninggalkan perairan Sydney menuju ke selatan ke lokasi dimana kedua kapal tersebut terjebak.

Namun beruntung, karena pertolongan cuaca, Akademik Shokalskiy dan Xue Long bisa terbebas dari jebakan es dan menuju open sea.
Yang kita lihat di sini adalah sebuah semangat kemanusiaan yang dramatis (dan romantis melihat lokasinya), meninggalkan atribut-atribut politik dan perbedaan ideologi, melepaskan persaingan-persaingan antar negara. Selain itu, inilah panggung besar para ‘pemain utama’ dunia, Russia, China, Australia, Prancis, dan AS, memperlihatkan wajah kemanusiaan mereka, pun juga wajah penguasaan teknologi samudra.

Indonesia, sebagai negara tropis dan jauh dari kutub, memang tidak punya kepentingan di wilayah kutub selatan (dan utara). Namun andaikan dibutuhkan untuk membantu dalam kondisi darurat seperti itu, apakah kita punya kemampuan untuk membantu, against all odd? Tentu negeri ini punya kapal-kapal yang mampu berlayar jauh (meski tak satupun kita punya kapal pemecah es), memberikan pertolongan darurat kepada yang membutuhkan. Indonesia sebagai sebuah negara besar, perlu memperlihatkan wajah asli kita, wajah gotong royong dan welas asih, kepada siapa saja.

Untuk kemanusian. Untuk membangun reputasi.