Jakarta 1992 dan Tokyo 2020

In MSN 11 Responses

by Akhyari Hananto

Pada suatu hari, di awal tahun 80-an, sebuah media nasional terbitan Jakarta menulis sebuah headline “Olimpiade 1992 akan Dibuka di Jakarta”. Masa itu, seluruh negeri sedang dilanda optimisme karena berbagai indikator ekonomi menyebutkan bahwa Indonesia sedang menuju masa-masa emas pertumbuhan ekonomi tinggi, sehingga diharapkan tahun 1992 nanti, akan mampu membawa event olimpiade ke tanah air.

Kita tentu tahu, bahwa Olimpiade 1992 akhirnya berlangsung di Barcelona, dan saya tidak tahu apakah Jakarta betul-betul ikut dalam kompetisi memperebutkan tuan rumah olimpiade 1992 atau tidak.

Beberapa waktu lalu, saya dikirimi foto-foto oleh kawan saya yang sedang bekerja di Jepang, yang menggambarkan gegap gempita Tokyo setelah terpilih menjadi tuan rumah Olimpiade 2020, menyingkirkan Istanbul. Saya sendiri tidak terlalu “surprised” dengan terpilihnya Tokyo. Setidaknya, bagi sebuah negara yang sudah sangat maju di segala bidang, infrastuktur kelas satu, dan jajaran profesional di pemerintahan dan bidang terkait, bukan hal yang sangat sulit bagi Jepang mengadakan event sekelas olimpiade.

Tapi, ..

Saya juga baru tahu bahwa pada tahun 1964 (kalau tidak salah), Jepang juga telah menjadi tuan rumah olimpiade. Itu artinya, kurang dari 20 tahun sejak Jepang praktis lumpuh karena perang, negara tersebut sudah bangkit dan bahkan menjadi tuan rumah kegiatan yang menghabiskan banyak energi dan sumber daya.

Tetangga dekat Jepang, yakni Korea Selatan, telah menjadi tuan rumah Olimpiade 1986 ( dan piala dunia 2002 bersama Jepang). Konon, pada 1986 pun Korea Selatan bukanlah Korsel yang mendunia seperti sekarang ini.

“Jepang bisa tahun 1964, Korsel bisa tahun 1986. Kapan ya Indonesia bisa?” Saya menanyakan hal tersebut dalam sebuah pertemuan dengan anak-anak muda di Jakarta. Dan jawabannya hampir seragam “Indonesia masih punya banyak persoalan lain yang lebih mendesak, kenapa harus menghabiskan sumber daya untuk olimpiade?”

Lalu saya ganti bertanya “Lha, Afsel kan banyak persoalan juga. Bisa tuh, bikin World Cup. Brasil juga, tahun depan dan 3 tahun lagi, berturut-turut menjadi tuan rumah Piala Dunia dan Olimpiade. Brazilpun punya banyak sekali persoalan”.

Seisi ruangan bergemuruh, dan membuat saya tersenyum. Negeri ini, kini selalu berdebat panjang dalam menentukan kerja-kerja besar. Proyek Jembatan Selat Sunda belum ditentukan jadi tidaknya, redenominasi rupiah juga berhenti di ranah perdebatan, penyatuan zona waktu juga berhenti di perdebatan. Entah kapan kita berhenti berdebat, dan mulai bekerja.

Kita bisa melakukan apa saja, kalau kita mau. Kita bisa membuat hal-hal besar seperti Jepang, Korsel, Afsel, atau Brazil, kalau kita mau. Kuncinya adalah berhenti berdebat tanpa kesimpulan, bersatu setelah berdebat, dan bekerja.

Setuju?

11 Responses

  1. Apakah ini dikarenakan demokrasi? Ketika orang-orang semuanya berhak bersuara. Ketika suara seseorang yang punya ilmu dianggap sama dengan yang tidak. Ketika masing masing bersuara karena merasa berkepentingan. Sehingga debat debat proyek tak berkesimpulan.

    • Semua orang emang berhak bersuara, tapi bukan berarti kita tidak bisa membedakan pendapat seorang yang ahli dengan orang yang tidak ahli. Yang menjadi masalah adalah jumlah orang yang bisa membedakan pendapat ahli dengan pendapat seorang yang ahli masih cukup sedikit dibandingkan dengan jumlah orang yang gak bisa membedakan. Orang-orang yang gak bisa membedakan ini kemudian cuma jadi objek kepentingan aja dari pihak-pihak yang kurang ahli tersebut. Kasus ini terjadi dimana-mana di Indonesia. Jadi wajar aja pembangunan proyek tersendat-sendat.

  2. Saya takutnya kalau Indonesia jadi tuan rumah Olimpiade, rakyat malah rugi dalam jangka panjang.
    http://www.theatlantic.com/business/archive/2012/07/3-reasons-why-hosting-the-olympics-is-a-losers-game/260111/

  3. yang dipetik dari tulisan diatas adalah.. Bangsa kita sedang sedang “sakit”.. rasa percaya diri, rasa optimis dan mampu yang telah hilang… bukan tentang sebuah event, bukan tentang suah proyek tapi opini-opini kita yang kabur terjebak dalam janji-janji atau impian yang tinggi tapi pelaksanaan nya NOL…
    Semoga Bangsa Indonesia Bangkit….

  4. Bukannya gak setuju, tapi kita lihat saja Yunani tuan rumah summer olympic games tahun 2004 kini kolaps karena hutang yang membengkak karena penyelenggaraan olimpiade. Bagitu juga dengan Montreal, Nagano, Albertville yang menjadi tuan rumah olimpiade terdahulu. Indonesia masih negara berkembang, walaupun GDP negara kita tinggi bukan berarti harus dihambur hamburkan untuk event akbar seperti itu. Mudah mudahan saja jembatan selat sunda jadi dibangun agar ekonomi kita semakin baik kedepannya.

  5. pembangunan daerah belum merata. kalau sudah merata, akan baik jadinya kalau olimpiade dilakukan di indonesia timur/ tengah, bukannya hanya di Indonesia Barat.

    Indonesia sudah dibuat luas, banyak pulau dan memiliki kelebihannnya masing2. itulah kenapa saya kecewa kenapa event2 hanya dilakukan di 3 pulau saja, Sumatera, Jawa dan Bali.

    seakan2 pulau lain hanya sebagai penyetor ke Jakarta hasil nya. Saya yang dari Bali sudah merasakan apa yang warga jakarta rasakan sekarang, macet, hilangnya kebudayaan, panas.

    saya hampir putus asa jika Presiden2 selanjutnya tidak membuat Infrastruktur yang jelas kedepannya, transportasi massal yang luar biasa nyamannya, dan pemerataan objek wisata, objek berbisnis pula. Indonesia seakan2 hanya disitu2 saja, tidak ada pengembangan dari wilayah2 lain karena duit harus disetor ke jakarta.

  6. Indonesia terlalu takut untuk melakukan hal-hal besar karena selalu berfikir tentang dampak kedepannya. Padahal kunci untuk sukses adalah “actions first and think later” itu menurut pendapat pribadi dan pengalaman yg saya miliki.

  7. Satu pertanyaan apakah setelah olimpiade infrastruktur yg dibabgun bisa dirawat ? Karena olimpiade memang sangat membutuhkan dana dan sumber daya yg besar. Alangkah sayangnya jika infrastuktur yg sudah dibangun megah dan fantastis untuk olimpiade tetapi setelah itu dibiarkan tidak terawat karena tidak digunakan lagi atau karena faktor biaya yang besar untuk perawatannya. Apalagi olahraga di indknesia jauh dari profesional. Sepakbola pun yang menjadi olahraga kesayangan masih kacau di indonesia. Jadi apabila olahraga indonesia belum bisa profesional lebih baik tunda olimpiade si indonesia. Sayang sekali stadion atau arena olahraga yang bagus tapi tidak terawat karena tidak ada pemasukan sepeeti halnya afsel yang harus mengeluarkan uang banyak untuk perawatan karena stadion tidak ada yg mempergunakannya yg disebabkan tidak a danya klub lokal yang mau menyewa stadion yang megah dan fantastis tersebut

  8. Beberapa proyek tentunya harus dikaji cost and benefits nya. Sebagai contoh nyata apakah Jembatan Selat Sunda layak dibangun ditengah kesesakan yang sudah terjadi di Pulau Jawa itu sendiri. Bukankah jauh lebih baik anggaran yang diajukan sekitar 200 trilyun rupiah tersebut lebih cocok untuk dialokasikan kepada pemerataan pembangunan infrastruktur di luar Jawa seperti Kalimantan dan Indonesia Timur lainnya. Negara ini dibangun dengan tidak memperdulikan tatanan pemerataan yang baik sedangkan isu mengenai prestis akan pergelaran sebuah event besar dunia seakan menjadi penting. Mari buka pikiran, jangan sampai kebijakan yang menelan dana yang sangat besar justru akan berdampak pada masalah baru di kemudian hari.

  9. setuju. menurut saya kebanyakan orang indonesia masih memikirkan hal hal terburuk saat merencanakan proyek besar. Semua berhenti di perdebatan tanpa ada tindak lanjut. terus terang ini bikin gemas, seperti anak kecil yang di janjikan mau dibelikan buku tulis sama pensil. tapi orang tuanya ga jadi beli dengan alasan takut pensilnya nyocok anak nya. itulah pola pikir rakyat indonesia. masih belum berani berbah ke yang lebih baik, terjebak dengan pemikiran-pemikiran konvensional.

Leave a Reply

  • (will not be published)


%d bloggers like this: