32 Tahun Lagi

In MSN 4 Responses

by Akhyari Hananto

By Akhyari Hananto

Kapan kita memperingati “100 Tahun Kemerdekaan Indonesia”?

Tulisan ini saya buat pada bulan Agustus 2013, jadi peringatan 100 Tahun Kemerdekaan RI akan jatuh tepat 32 tahun lagi, yakni pada 17 Agustus 2045. “Apakah pada peringatan 100 tahun kemerdekaan, Indonesia sudah menjadi negeri yang maju, rakyatnya makmur, dan bangsa ini dihormati dan disegani dunia?”. Pertanyaan itu pertama kali saya dengar dari anak seorang kawan yang masih duduk di bangku SD beberapa waktu lalu yang bertemu saat kami berkunjung ke rumahnya. Tentu saya tidak tahu jawabannya, mungkin tak ada yang tahu, dan sepertinya hanya waktu yang akan bisa menjawab.

Namun setidaknya, kita tahu apa rumus utama untuk membuat Indonesia maju, rakyatnya makmur, dan dihormati serta disegani dunia, dan rumus itu harus kita kerjakan dari sekarang, yakni “pendidikan”, dan tentu saja kerja keras. Singapura pada tahun 60-an bukanlah negeri yang kaya raya, juga tak sebersih dan seteratur Singapura yang kita kenal saat ini. Namun kini Singapura masuk dalam 5 negara dengan pendapatan perkapita tertinggi di dunia dengan pencapaian-pencapaian mengagumkan yang lain.  Dan Singapura mencapainya dengan pendidikan yang kuat, disiplin, dan menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Kita juga tahu, Amerika menjadi negara besar, kuat, dan maju di berbagai bidang, Inggris, Jepang, Korea, Taiwan, Australia juga adalah negara yang makmur dengan ekonomi yang tangguh, dan disegani dunia juga tak lain karena mereka memiliki tradisi dan budaya pendidikan dan penghargaan pada ilmu pengetahuan yang tinggi. Singapura, Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Korea, Taiwan, Australia, dan negara-negara maju yang lain adalah negara-negara yang begitu menjunjung tinggi pendidikan, dan melakukan apa saja untuk memajukan kualitas dunia pendidikan.

Di Singapura, perpustakaan umum menjamur di mana-mana, bahkan di mall, dengan koleksi buku-buku yang lengkap, update, dan menarik, dan yang paling penting, ..gratis. Perpustakaan di New York City adalah perpustakaan paling besar dan konon paling lengkap di dunia. Kampus-kampus di Inggris adalah kumpulan perguruan-perguruan tinggi dengan kualitas terbaik, sistim pengajaran terbaik, pun di Jepang, Korea, dan sekarang China. Pemerintah negara-negara tersebut tidak hanya mengucurkan dana besar untuk pendidikan dari sejak dulu, tapi juga membantu memonitor, dan memfasilitasi peningkatan kualitas pendidikan secara terus menerus dan berkelanjutan, termasuk penerapan teknologi-teknologi paling mutakhir untuk menunjang pendidikan. Dan tentu saja, anggaran yang dikeluarkan sangat besar, termasuk investasi non finansial yang lain.

Tentu agak sulit bagi Indonesia untuk menggelontorkan dana sebesar negara-negara kaya itu dialokasikan di bidang pendidikan, meskipun Indonesia sendiri sudah mengalokasikan 20% dari APBN. Namun, jumlah tersebut jauh dari cukup untuk “menggenjot secara drastic” kualitas pendidikan di Indonesia, karena APBN Indonesia pun tidak besar-besar amat bila dibandingkan dengan APBN negara-negara maju. Lalu saya sering bertanya-tanya, kalau begini jadinya, yang maju makin maju, yang pas-pasan akan makin tertinggal.

Saya lalu teringat bahwa seorang warga senior AS yang saya temui waktu saya berkeliling di AS, beliau mengatakan bahwa mengharapkan setiap orang menjadi pintar matematika, pintar biologi, pintar bahasa, dan mata pelajaran lain yang dipelajari di sekolah atau kampus, adalah sesuatu yang tidak masuk akal dan “jangan dikejar”. Tujuan utama pendidikan, menurut beliau, adalah membuat bangsa dan rakyatnya menjadi berpikiran terbuka, maju, termotivasi untuk terus melangkah ke depan. “And let the power of nature do the rest” kata beliau.

Saya rasa, ketika bergerak menjadi bangsa yang maju dan makmur dulu, tak semua orang Jepang cerdas, pun orang Singapura, pun orang AS, pun orang Korea. Namun saya meyakini bahwa bangsa mereka bisa menjadi maju karena rakyatnya berpikir maju, bekerja keras, tidak mudah mengeluh, dan termotivasi bahwa bangsanya akan menjadi bangsa yang maju, suatu hari nanti. Inilah yang saat ini, menurut pandangan dan pendapat saya pribadi, sedikit demi sedikit mulai hilang di sekitar kita. Belum ada satu platform yang kuat untuk memotivasi seluruh Indonesia, dan membuat rakyatnya berpikir ke depan, dan jangka panjang, entah itu pemimpin yang disegani dan merakyat, atau kebanggaan bersama yang menginspirasi secara massif.

Perlu langkah terpadu dan luas untuk menyuarakan semangat maju kepada seluruh anak bangsa, dan hal paling cepat bisa melakukannya adalah lewat media massa. Media massa yang edukatif, informative, konstruktif, sekaligus menarik akan menjadi kekuatan besar ‘mencerdaskan’ jutaan pemirsanya, bisa merasuk ke setiap rumah. Media massa yang seperti itu bisa menjadi pelengkap utama yang sangat baik bagi pendidikan-pendidikan formal yang di dapat di sekolah.  Tapi apakah para pemilik media mau melakukannya?

Entahlah..tapi waktu kita “tinggal” 32 tahun lagi.

4 Responses

  1. stuju bgt, pendidikan merupakan hal fundamental yg bisa ngrubah kondisi mental bangsa, yg nantinya ngrubah bangsa ini kadi lebih maju, naik secara rill dan moril ( ´ ? ` )

  2. I was advisable this amazing site via my step-brother. I am no longer positive whether or not this article is usually authored by him or her seeing that nobody else recognize this kind of comprehensive in relation to my trouble. You will be excellent! Thank you so much!

  3. Smoga dgn waktu yg tersisa Indonesia bsa menjadi negara yg maju dan d segani negara lain. Nice artikel bang …

  4. yang dijadikan kunci adalah pendidikan? hmmm… menarik. pendidikan adalah kata benda kegiatan. pendidikan adalah proses. pendidikan hanyalah alat, bukan tujuan. dan sebagai alat, seperti pistol atau pisau, adalah tergantung bagaimana kita memakai dan mengolahnya. belum lagi soal minyak oles, peluru, asahan dan lain sebagainya. artinya, sebagai alat saja, pendidikan dinegeri tercinta masih memuat beribu permasalahan.
    seringkali juga disalah-mengerti atau mungkin juga disalah-sadari bahwa pendidikan (dan kerja keras) adalah benar-benar satu-satunya kunci untuk membuat “hampir” segala sesuatu menjadi lebih baik, padahal ada faktor lain yang bisa jadi lebih krusial dan lebih dekat ke hulu permasalahan.
    kembali lagi, padahal semua itu hanyalah alat. apalagi hal-hal lain yang digerakkan, seperti uang, anggaran, titik berat pembangunan, semua hanya alat. yang menjadi pertanyaan adalah bila itu semua alat dan predikat, jadi siapakah subyeknya, siapakah obyeknya dan manakah yang menjadi atribut keterangannya? boleh jadi dari merekalah kita mengetahui apakah alat itu sudah alat yang paling tepat atau tepat guna.
    tidak hendak berpanjang lebar, hanya ingin menyampaikan sedikit mesej menggarisbawahi penulis artikel, agar kita-yang-sudah-sadar lebih banyak introspeksi diri dan bergerak memberdayakan diri dan lingkungan kita untuk terus memperbaiki diri dan keluarga sehingga mempercepat kemerdekaan dengan tidak tergantung kepada kebijakan pemerintah. dengan begitu selain dapat ikut menjadi subyek dalam memperkaya implementasi kebijakan pada level operasional dibawah juga dapat menjadi sarana pembanding atau benchmark bagi setiap kinerja pemerintah.

Leave a Reply

  • (will not be published)


%d bloggers like this: