Perseteruan Politik Jangan Sampai Membunuh Kreativitas Bangsa.

Oleh: Drs. Ahmad Cholis Hamzah, MSc, alumni Universitas Airlangga dan university of London. Dosen STIE PERBANAS Surabaya.

Kalau kita mengikuti perdebatan di TV hari-hari ini tentang kepemimpinan bangsa (baca: Presiden), maka kita bisa berbangga bahwa dinamika demokrasi di negeri ini sudah berkembang dengan baik, ada kebebesan semua orang untuk mengemukakan pendapatnya yang kadang-kadang sering pedas dan keras, misalnya menyimpulkan bahwa negeri ini sudah tidak ada pilotnya, sehingga tidak bisa mengemudikan pesawat yang penumpangnya rakyat banyak. Malah ada yang menggunakan kata-kata yang cukup keras – bahwa negara ini (maaf) seperti “Kentut” alias keberadaannya tidak bisa dilihat atau rakyat tidak bisa merasakan adanya kehadiran pemerintah.

Kita boleh setuju atau tidak setuju dengan berbagai pendapat politik seperti itu karena negeri ini adalah negeri demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan India. Penulis tidak akan membahasnya hal ini di goodnewsfromindonesia ini – karena soal seperti ini bukan “maqom” nya blog ini. Yang perlu di cermati sebenarnya bahwa bangsa ini harus mengaca atau belajar dari negara-negara yang sudah established – jangan jauh-jauh mengaca pada Amerika Serikat, tapi pada Korea Selatan atau Jepang. Di kedua negeri ini orang sering disuguhi anggota DPRnya sedang berkelahi, dan Presiden dan Perdana Menterinya umur pemerintahannya pendek karena sering diganti. Akan tetapi pergolakan kaum elit di pusat kedua negeri ini tidak membuat ekonomi diseluruh negeri menjadi macet. Bahkan para ilmuwan, para peneliti, para produsen mobil, computer, kamera, dan alat-alat canggih lainnya masih tenang bekerja untuk kemajuan bangsanya. Para petani dan para pengusahanya terus menaikkan produktivitasnya agar produk-produk mereka membanjiri pasar global. Sekolah-sekolah tidak tutup, mahasiswa/wi masih dengan cerianya belajar di perpustakaan-perpustakaan kampus. Para penumpang kereta api bawah tanah di Tokyo dan Seoul terus berjubel melakukan aktivitasnya setiap hari, mereka tidak takut ada bakar-bakar ban mobil, penutupan jalan dsb. Pendeknya semua kehidupan negara dan berbangsa di kedua negeri ini tetap berjalan meskipun anggota DPR nya berkelahi.

Para penduduk kedua negeri contoh ini seakan-akan tidak menghiraukan perang kata-kata para politisinya, tidak perduli konspirasi partai politiknya, tidak perduli berita para elit mereka. Rakyat kedua negeri ini tetap memiliki semangat tinggi untuk meneruskan cita-cita pendiri bangsanya bahwa negeri mereka harus memiliki martabat di mata dunia, dan negeri mereka tetap harus bisa menafkahi semua golongan penduduknya.

Kita memang boleh bangga dengan progress demokrasi kita – yang sering di puji negera lain sebagai demokrasi yang baik. Tapi perlu diingat bahwa kondisi rakyat Indonesia lain dengan rakyat kedua negara maju itu. Penduduk kita masih banyak yang miskin dan masih banyak anak-anak kecil di daerah-daerah terpencil yang tidak memakai sepatu dan berjalan ber-kilo-kilo meter untuk menuju sekolah mereka. Kita juga harus ingat bahwa masih banyak dosen-dosen dengan mobil bututnya berjuang menyebarkan ilmu kepada mahasiswanya, bekerja siang malam di laboratorium. Kita juga harus ingat masih banyak guru-guru dan dokter-dokter muda yang bekerja dengan gajih kecil di tempat-tempat terpencil yang tidak ada bioskop, tidak ada mall, tidak ada listrik. Kita ingat para petani kita yang bekerja mulai pagi sampai sore untuk memproduksi makanan bagi sebagian besar rakyat kita. Dan kita ingat para penari, pembaca puisi, penabuh gamela yang terus memperjuangkan agar budaya nasional di kenal di manca negara. Belum lagi para prajurit TNI dan polisi yang menjaga keamanan di tempat-tempat terpencil agar NKRI tetap utuh. Dan jangan juga lupa anak Esemka (SMK) di Solo dan di berbagai daerah yang masih bersemangat menciptakan produk kebanggaan bangsa.

ESEMKA

Semua itu sangat rentan dengan penampilan para elit politik dan selebriti di pusat yang seakan-akan tidak ingat akan perjuangan mereka. Kondisi di negeri kita juga lain – penduduk kita yang miskin bisa terpengaruh dengan kekacauan yang dilakukan para elit di pusat, ekonomi akan lumpuh karena jalan-jalan di blockade, isu konflik SARA yang bisa menimbulkan konflik berkepanjangan, dan tentu menimbulkan korban jiwa dan luka.

Para elit politik harus sadar bahwa dinamika demokrasi kita yang seringkali panas menjelang Pemilu tidak boleh menghambat perjuangan para penduduk negeri ini, tidak boleh mematikan kreativitas anak-anak SMU, SMK dan mahasiswa/wi Perguruan Tinggi yang terus mempunyai mimpi bahwa negeri ini menjadi negeri yang damai dan makmur. Pergolakan politik dengan tujuan jangka pendek akan menimbulkan biaya sosial dan ekonomi yang besar bila para elitnya tidak menyadari amanat rakyat yang diembannya.