104566906

Saya menggunakan Blackberry (BB) sejak tahun 2007, ketika BB belum begitu dikenal orang di Indonesia. Ketika saya pulang ke Indonesia pada 2009 akhir, saya cukup terkejut ketika semua orang yang saya kenal punya BB, dan menanyakan pin BB saya. Kalau di seluruh dunia dilanda iPhone, Indonesia takluk pada Blackberry, produk RIM dari Kanada. Bahkan Indonesia adalah pengguna BB ke-3 terbesar di dunia setelah AS, dan Kanada.

Adalah hal yang sangat wajar ketika kita berharap RIM membuka pabrik pembuatan BB di Indonesia, bukan saja mendekati market raksasa ini, tapi juga menunjukkan komitmen investasi jangka panjang RIM (dan Blackberry-nya) terhadap Indonesia, konsumen yang telah menjaga Blackberry tetap mengapung di tengah serbuan Apple and Android.

Namun, seorang kapitalis sejati memang hanya mencari untung, dan mencari enaknya. RIM ternyata lebih memilih Penang, Malaysia sebagai tempat pembuatan handset BB. Bukan itu saja, RIM membangun network aggregator di Singapura. Keduanya tentu untuk mengunduh buah yang ranum siap panen, yang bernama Indonesia. Mudahnya adalah RIM sebagai sebuah entitas kapitalis, memanen ladang bernama Indonesia, dengan bibit dan pekerja dari luar, dan hasil keuntungannya dinikmati di luar.

Apa bedanya dengan penjajah Belanda dulu? Sulit membedakannya.